Penangkapan Pemimpin Ideologi Khilafah Cuma ‘Check Sound’

Tiga orang ditangkap karena penodaan masjid di Mesir (Ilustrasi/Hidayatuna
HIDAYATUNA.COM – Penangkapan Ustaz Abdul Qodir Hasan Baraja selaku pemimpin tertinggi organisasi khilafah, yakni Khilafatul Muslimin telah dilakukan. Beberapa petinggi lainnya juga ikut ditangkap. Hal ini terjadi setelah diadakan pawai kelompok ini di berbagai daerah yang mendapat reaksi keras dari banyak pihak.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Penulis menduga sebenarnya hal tersebut hanyalah sebuah “test case” semata. Semacam check sound semata, dan setelah ada reaksi negatif, maka akan mereda dengan sendirinya.
Fakta sejarah telah memberikan data gamblang bahwa Dinasti Islam pernah berjaya di dunia semenjak Dinasti Umayyah hingga Dinasti Turki Utsmani. Kira-kira 12 abad lamanya sehingga tidak perlu heran jika “masa emas” ini menginspirasi beberapa orang untuk membangkitkan kembali kejayaannya.
Kita sebagai bangsa Indonesia melalui founding fathers telah memilih mendirikan negara kesatuan yang berbentuk republik. Mengenal empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian pula seluruh negeri Muslim lainnya memilih menjadi negara demokrasi, negara monarkhi konstitusi, negara sosialis, maupun menjadi negara bagian dari sebuah negeri induk. Itu sebuah pilihan yang masuk akal pasca konsep negara bangsa terbentuk dan berlaku di seluruh belahan dunia.
Jangan Alergi dengan Khilafah
Sebagai sebuah konsep, khilafah dengan berbagai versinya tentu tidak salah. Para penganut demokrasi Pancasila tidak boleh alergi dengan konsep ini.
Kita bisa belajar banyak dari tawaran konsep yang ada. Toh, kita bangsa yang terbuka dengan segala perkembangan ideologi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Namun, jika sudah sampai pada aksi nyata hendak menggantikan Pancasila, menafikkan Bhinneka Tunggal Ika, menggusur UUD 1945, dan membubarkan NKRI, maka itu sudah beda urusannya. Segenap rakyat Indonesia akan menolaknya.
Itulah yang saat ini terjadi dengan berbagai trik, kamuflase maupun “taqiyah“nya. Aromanya sangat kental terjadi ada gerakan ditujukan ke arah sana.
Terakhir adalah kampanye Khilafatul Muslimin. Mereka eksis seperti sekarang ini adalah bukti bahwa mereka masih bergerak bebas di tataran akar rumput dan masih ada punya gerakan serupa itu dengan berbagai model dan penamaannya.
Menghadang Gerakan Ekstrem Kanan
Kelompok Nasionalis dan Relijius kerap “salah tingkah” ketika menghadapi kelompok seperti ini sebab, aparat sering dinilai kurang tanggap mengantisipasinya. Harus menunggu masyarakat mayoritas bersuara menolak terlebih dahulu.
Jika hal ini disebabkan karena regulasi perundangan, maka sebaiknya segera direvisi supaya pemerintah dan aparat bisa bergerak lebih luas. Kita sudah punya perundangan setingkat TAP MPRS untuk menghadang “gerakan ekstrim kiri”.
Namun, kita belum punya perundangan serupa itu untuk menghadang “gerakan ekstrem kanan”. Jika penyebabnya ialah banyaknya anggota aparat dan pemerintah yang bersimpati atau diam-diam menjadi anggota kelompok ini maka sebaiknya semua institusi segera bersih-bersih dari dalam.
Jika tidak segera dilakukan, maka sangat dikhawatirkan akan terlambat dan kita akan dilanda konflik horizontal yang sangat mengerikan. Akan menabrak Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan juga Persatuan Indonesia.
Sudah terbukti di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Irak, Tunisia, Mesir, Nigeria, Somalia, Libya, Afganistan, Yaman, Syiria, dan lainnya. Jangan sampai merambat ke negeri Indonesia tercinta.
Jangan terpaku dengan label apapun namanya. Sebab, nama bisa diganti dan bebas-bebas saja di negara demokrasi ini. Diharapkan ke depan bisa meminimalisir konflik horizontal atas nama agama. Dengan mengenali ciri khas dan karakteristik kelompok ini dan dengan regulasi yang lebih tepat.