Pemuda Mualaf Setelah Mempelajari Konsep Ketuhanan dalam Agama Lamanya

 Pemuda Mualaf Setelah Mempelajari Konsep Ketuhanan dalam Agama Lamanya

Tentang Kesabaran: Kunci Kesuksesan Pemompa Inspirasi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Selnov Yunus Tandi Bua, pemuda 23 tahun itu resmi mualaf setelah melalui proses pencarian yang panjang. Ia merasa terpanggil untuk menemukan akan kebenaran yang mampu mendamaikan hati dan pikirannya.

Pemuda ini dilahirkan dari keluarga religius, kedua orangtuanya tergolong taat beribadah. Mereka menganut sebuah mazhab dari agama lamanya tersebut.

Ketika ia beranjak remaja, pemuda ini pun mulai bertanya-tanya tentang ajaran mazhab tersebut. Akhirnya, ia pun berusaha mempelajari konsep ketuhanan pada aliran-aliran lain di dalam agama sebelumnya.

“Sejak kecil, saya tidak bisa menerima dengan akal tentang ajaran agama saya sebelumnya. Khususnya dalam hal konsep ketuhanan,” kata pemuda berdarah Toraja itu dilansir dari Republika.

Tidak mungkin Tuhan mengalami kematian, itu yang ia pikirkan. Kalau Tuhan mati, siapa yang mematikan? Selain itu, bagaimana mungkin Tuhan berjumlah banyak? Itulah sederet pertanyaan yang membawa pemuda ini pada jalan Islam.

“Misalnya, mereka berselisih, maka siapakah di antaranya yang ‘menang’, dan siapa yang ‘kalah’? Kalau begitu, bukankah alam semesta ini akan kacau-balau jadinya,” lanjutnya.

Sementara, yang ia saksikan adalah keteraturan yang bekerja secara harmonis dalam jagat raya.

Sempat Agnostik Hingga Mualaf

Pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya merenung itu bersemayam di pikirannya hingga ia lulus SMA. Pemuda ini bercita-cita untuk sekolah setinggi-tingginya. Maka dari itu, ia memantapkan tekad untuk merantau ke luar daerah asalnya, Kendari, Sulawesi Tenggara. Tujuannya saat itu adalah Pulau Jawa.

Pada 2015, ia pun mulai menetap di Bandung, Jawa Barat. Sebagai seorang mahasiswa, alam pikirannya pun semakin berkembang. Apalagi, pergaulannya juga kian beragam. Teman-temannya yang mayoritas beragama Islam berasal dari pelbagai suku, seperti Jawa, Minang, Sunda, Banjar, dan lain-lain.

Selama dua tahun di tanah rantau, pemuda ini pun mulai tertarik pada paham-paham yang menampik religiusitas. Sebagai contoh, ateisme atau agnostisisme.

Bahkan, ia sempat memutuskan untuk tidak memeluk agama apa pun sejak 2017. Diakuinya, keputusan tersebut banyak dipengaruhi oleh lingkungan pertemanan dan juga buku-buku yang dibacanya.

Dalam kondisi seperti ini, pemuda ini justru tidak bersikap antipati atau masa bodoh dengan agama-agama. Pada masa itulah dirinya semakin intens mengkaji berbagai agama hingga akhirnya mantap memutuskan mualaf dan memeluk Islam.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *