Pemimpin Dunia Tanggapi Rencana ‘Deal of The Century’ Trump
HIDAYATUNA.COM – Rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump di Timur Tengah mendapat tanggapan pro dan kontra dari para pemimpin dunia. Sebagian pihak bahkan mengecam karena dianggap sebagai ‘agresif’ dan ‘sepihak’. Sementara pihak lain menilai bahwa rencana itu ‘mungkin dapat membuktikan kemajuan yang positif’.
“Visi saya adalah menghadirkan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak,” kata Trump, seraya menambahkan bahwa para pemimpin Israel telah mengatakan bahwa mereka akan mendukung proposal tersebut.
Berikut adalah reaksi para pemimpin dunia terhadap rencana ‘Deal of The Century’ Trump.
Iran
“Ini adalah kesepakatan antara rezim Zionis (Israel) dan Amerika. Interaksi dengan Palestina tidak ada dalam agendanya. Ini bukan rencana perdamaian tetapi rencana pemaksaan dan sanksi,” kata Hesameddin Ashena, penasihat dari Presiden Iran Hassan Rouhani, melalui twitter.
“Rencana perdamaian memalukan yang diberlakukan oleh Amerika terhadap Palestina adalah ‘pengkhianatan abad ini’ dan ditakdirkan untuk gagal,” katanya.
Yordania
Yordania menentang ‘aneksasi tanah Palestina’ melalui menteri luar negeri kerajaan itu memperingatkan terhadap ‘konsekuensi berbahaya dari tindakan sepihak dari Israel yang bertujuan untuk memaksakan realitas baru di tanah itu’.
Ayman Safadi menyerukan adanya negosiasi langsung yang menyelesaikan seluruh masalah final dalam solusi yang komprehensif sesuai dengan kerangka acuan yang ditetapkan, seperti inisiatif perdamaian Arab dan hukum internasional.
Safadi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya berdasarkan solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang komprehensif dan abadi.
“Yordania mendukung setiap upaya tulus yang bertujuan untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif yang akan diterima oleh semua orang,” katanya.
Palestina
Sami Abu Zhuri, seorang pejabat dari Hamas yang menguasai Jalur Gaza, mengatakan bahwa pernyataan Trump itu adalah ‘agresif dan akan memicu banyak kemarahan’.
“Pernyataan Trump tentang Yerusalem adalah omong kosong dan Yerusalem akan selalu menjadi tanah milik Palestina,” katanya kepada kantor berita Reuters.
“Palestina akan menentang kesepakatan ini dan Yerusalem akan tetap menjadi tanah Palestina,” tambahnya.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan ‘beribu-ribu tidak’ untuk rencana itu.
“Setelah omong kosong yang kami dengarkan pada hari ini, kami mengatakan seribu tidak untuk ‘Deal of The Century’,” kata Abbas pada konferensi pers di Kota Ramallah yang terletak di West Bank, tempat Otoritas Palestina bermarkas.
Dia mengatakan Palestina tetap berkomitmen untuk mengakhiri kependudukan Israel dan mendirikan negara dengan Ibukotanya di Yerusalem timur.
“Kami tidak akan berlutut dan kami tidak akan menyerah,” kata Abbas, seraya menambahkan bahwa Palestina akan menentang rencana itu melalui ‘cara-cara yang damai dan populer’.
Mesir
Mesir mendesak Israel dan Palestina untuk ‘mempelajari dengan cermat’ proposal tersebut. Kementerian luar negerinya mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rencana itu mendukung solusi yang mengembalikan semua ‘hak sah’ dari seluruh rakyat Palestina melalui pembentukan ‘negara yang merdeka dan berdaulat di wilayah Palestina yang sekarang sedang diduduki Israel’.
Mesir, negara yang bersama dengan Yordania menjadi satu-satunya negara Arab yang telah berdamai dengan Israel, mengatakan bahwa pihaknya menghargai upaya pemerintah AS untuk mencoba menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu.
Turki
Numan Kurtulmus, wakil ketua dari Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (AK) yang sedang berkuasa, juga telah mengecam pernyataan Trump tentang Yerusalem, dengan mengatakan: “Tidak, Trump! Yerusalem adalah Ibukota Negara Palestina dan jantung dunia Islam!”.
Hizbullah
Menurut Al Manar TV, dengan menyebut rencana Trump sebagai ‘kesepakatan yang memalukan’, gerakan Hizbullah di Libanon mengatakan bahwa itu adalah langkah yang sangat berbahaya yang akan memiliki konsekuensi negatif pada masa depan kawasan itu.
Mereka juga mengatakan bahwa proposal itu tidak akan terjadi tanpa adanya ‘keterlibatan dan pengkhianatan’ dari beberapa negara Arab.
Houthi di Yaman
Mohammed Ali al-Houthi, seorang pemimpin dari pemberontak Houthi di Yaman, mengatakan bahwa proposal Trump adalah ‘agresi AS yang terang-terangan terhadap Palestina dan rakyatnya’.
“Ini adalah kesepakatan yang didanai oleh Saudi (Arab) dan UEA (Uni Emirat Arab) untuk memperkuat kependudukan Israel,” katanya.
“Orang-orang di wilayah tersebut harus memikul tanggung jawab untuk menghadapi bahaya ini dan menghadapinya dengan segala cara yang memungkinkan dan sah.”
Arab Saudi
Pada hari Rabu, kantor berita negara Saudi mengatakan bahwa Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud, telah meyakinkan presiden Palestina, Mahmoud Abbas, melalui sebuah panggilan telepon, tentang komitmen dari kerajaannya untuk masalah Palestina dan hak-hak dari Palestina.
Britania Raya
Juru bicara dari Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan bahwa rencana itu bisa menjadi langkah maju yang positif.
“Para pemimpin (Johnson dan Trump) telah membahas proposal AS untuk perdamaian antara Israel dan Palestina, yang dapat membuktikan sebuah langkah positif ke depannya,” katanya.
Dominic Raab, menteri luar negeri Britania, meminta para pemimpin Israel dan Palestina untuk memberikan pertimbangan yang adil terhadap inisiatif tersebut.
“Jelas ini adalah proposal yang serius, mencerminkan waktu dan upaya yang panjang,” kata Raab dalam sebuah pernyataan.
“Kami mendorong mereka (para pemimpin) untuk memberikan rencana-rencana ini pertimbangan yang murni dan adil, dan mengeksplorasi apakah mereka dapat menjadikannya langkah pertama dalam perjalanan untuk kembali ke proses negosiasi,” tambahnya.
PBB
Melalui juru bicaranya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengatakan bahwa PBB mendukung kedua negara untuk hidup dalam perdamaian dan keamanan dalam perbatasan yang telah diakui, berdasarkan perbatasan pra-1967.
“PBB tetap berkomitmen untuk mendukung warga Palestina dan Israel untuk menyelesaikan konflik berdasarkan resolusi PBB, hukum internasional dan perjanjian bilateral dan mewujudkan visi kedua negara, Israel dan Palestina, untuk hidup berdampingan secara damai dan aman dalam perbatasan yang telah diakui, berdasarkan garis pra-1967”. (Aljazeera.com)