Pemerintah Iran Kaji Ulang Aturan Wajib Hijab
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri mengkaji kembali aturan wajib hijab untuk para perempuan.
Hal itu kemudian memicu gelombang demonstrasi besar-besaran dalam dua bulan terakhir. Mereka menuntut agar keadilan bagi hak perempuan Iran dipenuhi.
“Parlemen dan kehakiman sedang mengkaji [aturan itu],” ujar Montazeri, seperti dikutip CNN Indonesia, Selasa (6/12).
Montazeri tak menjabarkan lebih lanjut bagian mana dari hukum itu yang kemungkinan diubah.
Montazeri hanya mengatakan bahwa tim pengkajian ulang itu sudah bertemu pada Rabu lalu dan hasilnya dapat dilihat dalam satu atau dua pekan.
“Kami tahu Anda merasa sedih saat menyaksikan perempuan tanpa hijab di kota-kota, apakah menurut Anda para pejabat diam tentang hal itu?” kata Montazeri.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menegaskan bahwa landasan Islam sebenarnya sudah mengakar dalam konstitusi Iran. Namun, ada metode-metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel.
Iran sendiri mulai memberlakukan wajib hijab untuk perempuan sejak April 1983, empat tahun setelah revolusi 1979. Revolusi itu meruntuhkan monarki Iran yang didukung Amerika Serikat.
Belakangan, mulai muncul desakan untuk menghapuskan aturan ketat tersebut. Namun hingga kini, isu tersebut masih menjadi perdebatan yang sensitif.
Kaum konservatif menganggap aturan tersebut harus tetap ditegakkan. Sementara itu, kubu reformis ingin keputusan untuk pemakaian hijab berada di tangan individu.
Di tengah perdebatan ini, kepolisian Iran masih terus menahan perempuan-perempuan yang kedapatan tak mematuhi aturan ketat soal hijab ini, termasuk Mahsa Amini.
Namun, kasus Amini menjadi sorotan luas karena perempuan berusia 22 tahun itu meninggal dunia saat dalam penahanan polisi moral.
Kematian Amini memicu gelombang protes besar-besaran di Iran. Tak hanya memprotes kematian Amini, para pengunjuk rasa juga menyuarakan penolakan atas aturan-aturan yang mengekang perempuan. []