Pelajar Indonesia di India Dipastikan Aman Pasca Terjadi Protes UU Anti-Muslim
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) India, mengabarkan bahwa pelajar Indonesia di India berada dalam kondisi aman menyusul sejumlah aksi protes di sejumlah wilayah di India untuk menentang pengesahan Citizenship Amendment Bill (CAB) atau ‘UU Anti-Muslim’.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Danang Sigit Widianto. Ia juga mengatakan sebagian dari mereka sudah berada di KBRI New Delhi dan sebagian lainnya berada di tempat yang aman.
“Pelajar Indonesia di India terbanyak berada di kampus Aligarh Muslim University (AMU), merupakan salah satu kampus tempat protes awal CAB. PPI India sudah menghubungi pelajar Indonesia di AMU, serta beberapa tempat lainnya yang terkena dampak,” ungkapnya dikutip dari NU Online, Selasa (24/12).
Menurtnya, KBRI sendiri telah mengeluarkan himbauan agar para WNI dapat selalu waspada dan dapat menghubungi KBRI. Menurutnya, di bagian utara India ada beberapa anggota PCINU India sekaligus mahasiswa di AMU tengah mengamankan diri karena kemarin terjadi gejolak antara pengunjuk rasa dengan polisi setempat.
“Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, para pelajar dianjurkan untuk tetap menjalin komunikasi dengan pihak KBRI Delhi atau KJRI Mumbai. Semoga kondisi segera normal sediakala,” harapnya.
Untuk diketahui, Parlemen India mengesahkan Citizenship Amendment Bill (CAB), sebuah UU yang dianggap Anti-Muslim. UU baru itu memberikan akses kepada para pengungsi yang masuk ke India sejak atau sebelum 31 Desember 2014 dari tiga negara tetangga (Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan) yang menganut agama minoritas di negara asalnya seperti Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis dan Kristen.
Namun di UU tersebut tidak menyebut Muslim dan tidak menawarkan manfaat kelayakan yang sama kepada imigran Muslim. UU itu juga berupaya melonggarkan persyaratan tempat tinggal di India untuk kewarganegaraan dengan naturalisasi dari 11 tahun menjadi lima tahun bagi para migran yang dicakup dalam Undang-undang tersebut.