Pekerja Berat Bolehkah Tidak Puasa?
HIDAYATUNA.COM – Bolehkah pekerja berat tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan ? Padahal puasa termasuk rukun Islam sehingga apa pun kondisinya seorang muslim tetap harus berpuasa.
Meski begitu, Islam tidak memberatkan penganutnya untuk menjalankan kewajiban puasa. Ada beberapa golongan yang boleh membatalkan puasa dengan beberapa catatan, lalu apakah pekerja berat termasuk di dalamnya?
Syekh Wahbah Zuhayli dalam karyanya al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu mengutip pendapat Abu Bakar Al-Ajiry . Ia memaparkanya sekaligus bagaimana hukumnya:
قال أبو بكر الآجري: من صنعته شاقة: فإن خاف بالصوم تلفا, أفطر وقضى إن ضره ترك الصنعة, فإن لم يضره تركها, أثم بالفطر, وإن لم ينتف التضرر بتركها, فلاإثم عليه بالفطر للعذر. وقرر جمهور الفقهاء أنه يجب على صاحب العمل الشاق كالحصاد والخباز والحداد وعمال المناجم أن يتسحر وينوي الصوم, فإن حصل له عطش شديد أو جوع شديد يخاف منه الضرر, جاز له الفطر, وعليه القضاء, فإن تحقق الضرر وجب الفطر
Abu Bakar al-Ajiri berpendapat pekerja berat boleh membatalkan puasa kemudian nanti mengqadlanya dengan catatan pekerjaan tersebut memang tidak bisa ditanggapi. Jika ditanggapi akan berdampak buruk bagi situasi. Apabila pekerjaan tersebut bisa saja ditanggapi dan tidak berdampak buruk setelahnya, maka dia berdosa jika dibatalkan puasa. Jika setelah meninggalkan pekerjaan tersebut akan tetapi dampaknya masih terasa maka ia boleh membatalkan puasanya karena uzur. Kebanyakan ahli fikih menetapkan kewajiban sahur dan merekomendasikan puasa di malam hari bagi para petani, pandai besi, pembuat roti, pekerja tambang, dan pekerja berat lainnya. Jika memang di tengah pekerjaan dia merasakan sangat haus dan lapar, kemudian dia khawatir hal ini berdampak buruk bagi dirinya boleh berhenti puasa kemudian mengganti puasanya di kemudian hari. Bahkan, jika dampak buruk ini benar-benar sangat terasa dan memprihatinkan wajib menyerahkan puasa. (Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Darul Fikr, Damaskus hlm. 648 juz 2)
Syarat-Syarat Pekerja Berat Boleh Tidak Berpuasa
Seperti dilansir Bincangsyariah.com, kita dapat mengambil kesimpulan dari pernyataan Abu Bakar al-Ajiry yang dikutip Syekh Wahbah tersebut.
Pertama , jika pekerjaan berat memang tidak bisa ditanggapi dan membuat khawatir jika tetap berpuasa akan berdampak buruk, maka boleh membatalkan puasa. Kemudian nanti menggantinya di hari lain.
Kedua , jika pekerjaan berat ini masih bisa ditanggapi, maka membatalkan puasa itu dosa.
Ketiga , seberat apa pun pekerjaan kita, tetap tidak boleh niat tidak puasa sejak awal. Para ahli fikih menetapkan bagi para pekerja berat tetap harus sahur dan merekomendasikan puasa di malam hari.
Nah, jika memang setelah berpuasa kita merasakan kesusahan karena sangat lapar atau sangat haus, barulah kita boleh membatalkan puasa.
Keempat , jika dampak buruk tadi berdampak sangat memprihatinkan, pekerja berat wajib membatalkan puasa. Hal ini senada dengan firman Allah:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa [4]: 29).