Pedoman Bersosial Media Ala MUI
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Di tengah derasnya arus informasi di sosial media, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menawarkan sejumlah rekomendasi pedoman dalam bersosial media. Termasuk bersosmed dalam urusan muamalah.
Menurut MUI bermuamalah melalui sosmed harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan.
Dalam hukum negara, hal ini diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 sebagai perubahan atas UU N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
MUI menyebut ada lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai dari pasal 27 sampai 30. Undang-undang ini mengatur tentang konten yang tidak selayaknya diunggah, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, termasuk juga mencuri data tanpa izin.
“Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayun serta dipastikan kemanfaatannya,” tulis MUI melalui laman resminya dikutip Senin (31/10).
MUI juga menilai tabayun juga lebih baik dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial). Pasalnya hal itu bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut semakin beredar luas.
“Yang perlu diperhatikan adalah isi konten atau informasi sebelum disebarkan ke khalayak luas. Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan,” sambungnya.
Selain itu panduan lainnya adalah kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i. Seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.
“Penyebaran konten/informasi dilakukan apabila sudah teruji kebenarannya. Konten atau informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan,” jelasnya.
Selain itu, perlu diperhatikan juga informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi. []