Paradoks Dunia HAM Tentang Larangan Jilbab Uni Eropa
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Wajah dunia Hak Asasi Manusia (HAM) di Uni Eropa tercoreng. Pasalnya di tengah maraknya kampanye kebebasan yang dilakukan oleh aktivis HAM, nyatanya terjadi diskriminasi terhadap kebebasan berpakaian.
Hal ini menyusul telah ditetapkan larangan menggunakan di jilbab di Uni Eropa. Dalam sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Uni Eropa (CJEU), ia mengizinkan perusahan untuk melarang karyawannya mengenakan jilbab.
Tentu saja, keputusan ini dinilai bertentangan dengan semangat kebabasan hak asasi manusia. Di mana kebebasan beragama telah dilanggar oleh mereka sendiri dengan pelarangan pemakaian jilbab.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun, dalam sebuah artikelnya dimuat di Aljazirah baru-baru ini. Tulisan itu sebagai tanggapan atas keputusan Pengadilan Uni Eropa yang mendukung larangan memakai jilbab di perusahaan.
Menurut Fahrettin, keputusan sangat berbahaya dan mengkhawatirkan. Ia menyebutnya kebijakan itu sebagai bentuk kemunafikan dunia HAM.
“Tidak hanya menambah kekhawatiran hak-hak Muslim Eropa tapi keputusan tersebut dianggap wujud pendekatan munafik Uni Eropa terhadap hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kesetaraan,” ujar Fahrettin dilansir dari Republika, Kamis (29/7/2021).
Sebagai informasi, pada 15 Juli 2021, Pengadilan Uni Eropa memutuskan atas dua kasus yang dibawa wanita Muslimah di Jerman yang dicabut dari pekerjaan mereka karena mengenakan jilbab. Ini memutuskan perusahaan di negara-negara anggota dapat melarang karyawan mengenakan jilbab jika mereka perlu menampilkan citra netral kepada pelanggan.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Turki mengkritik keputusan tersebut dengan mengatakan hal itu dapat memicu Islamofobia lebih dalam. Ini terjadi ketika Jerman telah mengalami peningkatan sentimen rasis dan anti-Muslim dalam beberapa tahun terakhir yang didorong oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai oposisi sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).
“Jerman adalah rumah bagi 81 juta orang dan menampung populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Dari hampir 4,7 juta Muslim di negara itu, setidaknya tiga juta adalah keturunan Turki,” jelasnya.