Pakaian Yang Ditinggal Lama Ditukang Jahit, Bagaimana Hukumnya?
HIDAYATUNA.COM – Fashion berbusana mememiliki perkembangan sangat cepat, model dan desain baju silih berganti. Banyaknya model tidak menjamin adanya model dan baju sesuai keinginan kita. Maka kemudian orang lebih memilih untuk menjahitkan kain, agar lebih fleksibel dapat menentukan model sendiri dan dijamin ukuran pakaian yang sesuai.
Terkadang orang menjahitkan pakaian begitu selesai tidak langsung diambil, entah karena kesibukan atau sebab bepergian. Bahkan tidak jarang juga sampai sebulan dibiarkan ditempat tukang jahit. Bagaimana hukumnya pakaian yang demikian kedudukannya secara fikih?.
Untuk menelaah persoalan ini kiranya butuh rujukan dan padananya, mari kita simak keterangan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Manhaj karya Sulaiman al-Bujairimi sebagai berikut:
فَلَا ضَمانَ عَلَى صاحِبِ الحَمّامِ إِذَا وَضْعَ إِنْسانٌ ثيابَهُ فِي الحَمّامِ وَلَمْ يَحْفَظْهُ عَلَيْهَا كَمَا هوَ الواقِعُ اَلْأَنَّ ح ل أَيْ وَإِنْ فَرَّطَ فِي حِفْظِها بِخِلَافِ مَا إِذَا اسْتَحْفَظَهُ وَقَبْلَ مِنْهُ وَأَعْطَاه أَجْرَهُ لِحِفْظِها فَيَضْمَنُها إِنْ فَرَّطَ كَأَنْ نَامَ أَوْ غَابَ وَلَمْ يَسْتَحْفِظْ مِنْ هوَ مِثْلُهُ وَإِنْ فَسَدَتْ الإِجارَةُ.
Pemilik pemandian tidak harus mengganti baju yang diletakkan seseorang tanpa memintanya untuk menjaganya sebagaimana yang terjadi sekarang ini. Begitu pendapat al-Halabi. Yakni meskipun pemilik pemandian tersebut teledor dalam menjaganya. Berbeda jika pemilik baju memang memintanya untuk menjaganya dan pemilik pemandian menerimanya, maka ia harus menggantinya seperti barang yang hilang jika ia teledor, seperti ketiduran atau ditinggal bepergian tanpa meminta orang lain untuk menjaganya, meskipun akad sewa tersebut fasid.
Menurut penjelasan di atas menegaskan bahwa kedudukan pakaian tersebut tergantung kesepakatan awalnya. Apakah orang yang menjahitkan baju sebelumnya sudah bilang dan menyatakan nanti akan diambil dalam jangka waktu tertentu. Jika demikian sama halnya dengan barang titipan.
وَسُئِلَ الشَّيْخُ عَزُّ الدّينِ عَنْ رَجُلٍ تَحْتَ يَدِهِ وَديعَةً وَمَضَتْ عَلَيْهَا مُدَّةٌ طَويلَةٌ وَلَمْ يُعْرَفْ صاحِبُها وَأَيِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ بَعْدَ البَحْثِ التّامِّ فَقَالَ يَصْرِفُها فِي أَهَمِّ مَصالِحِ المُسْلِمِينَ وَيُقَدِّمُ أَهْلُ الضَّرورَةِ.
Syaikh Izz al-Din pernah ditanya tentang seseorang yang yang mendapatkan titipan sesuatu barang dan berlangsung dalam waktu yang lama, sementara ia tidak mengetahui keberadaan pemiliknya dan putus asa setelah berupaya mencarinya secara maksimal, maka beliau menjawab, “orang tersebut harus mentasarufkan titipan tersebut bagi kemashlahatan umat islam yang paling penting, dan harus mendahulukan orang yang dalam keadaan darurat.
Sementara itu dalam kitab I’anah al-Thalibin dijelaskan bahwa sebelum mendapat bayaran atas kerja yang dilakukan barang boleh ditahan.
وَالمَعْنَى يَجُوزُ لِنَحْوِ القَصّارِ حَبْسُ الثَّوْبِ عِنْدَهُ قَبْلَ اسْتيفائِهِ الأُجْرَةَ لِأَنَّهُ مَرْهُونٌ بِأُجْرَتِهِ
Yakni, diperbolehkan bagi tukang setrika menahan baju orang lain yang ada padanya sebelum mendapat bayaran, karena baju tersebut tergadai dengan upahnya.
Menurut keterangan dan penjelasan beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tukang penjahit telah menerima ongkosnya, maka pakaian tersebut hukumnya sebagai barang titipan. Dan apabila belum dibayar ongkosnya, maka pakaian itu menjadi gadaian yang diperhitungkan atas ongkosnya tersebut. Wallahu a’lam.
Sumber:
- Sulaiman al-Bujairimi, HAsyiyah al-Bujairimi ala al-Manhaj, (Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, t.th.), Jilid III, h. 292
- Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Thah Putra, t.th.), Jilid III, h. 118