Orang Nusantara di Mekkah, Koloni yang Gemar Ilmu Pengetahuan
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Dosen Magister UNUSIA Jakarta, Ahmad Ginanjar Sya’ban mengatakan keberadaan orang orang Nusantara di tanah suci Mekkah pada akhir abad 18, jika dibandingkan dengan koloni bangsa lain sangatlah berbeda. Dimana orang-orang yang disana tipe orang yang gemar terhadap ilmu pengetahuan.
“Orang-orang Nusantara, kata Hurgronje (Snouck Hurgronje) dalam reportasenya tentang Makkah di Akhir Abad ke-19 M, terkenal sebagai “koloni yang gemar dengan ilmu pengetahuan, dekat dengan para ulama dan intelektual, baik tua atau pun muda”,” ungkap Ginanjar Sya’ban dalam sebuah kolomnya dikutip Sabtu (13/6/2020).
Tipikal inilah, lanjut Ginanjar yang membedakan mereka dari koloni bangsa-bangsa lainnya, yang karenanya mereka mendapatkan reputasi dan nama harum di seantero Tanah Suci.
Bersamaan dengan itu, lahirlah pada gilirannya generasi sarjana asal Nusantara yang berkiprah di Tanah Suci, baik sebagai guru besar (syekh), pengajar (mu’allim), penulis (mu’allif), khatib, adib (sastrawan), dan lain sebagainya.
“Saat itu juga lahirlah ratusan karya emas yang ditulis oleh para anak Nusantara di Tanah Suci itu, baik karya-karya yang ditulis dalam bahasa Arab, atau dalam bahasa Melayu dan bahasa Lokal (Jawa, Sunda, Aceh, dll) dengan aksara Arab,” sambungnya.
Soal keberadaan koloni orang orang Nusantara, Ginanjar menukil Ahmad al-Siba’i (w. 1404 H/ 1984 M) dalam karyanya berjudul Tarikh Makkah (Sejarah Mekkah). Ia menjelaskan bahwa, Ahmad al-Siba’i menyinggung keberadaan koloni Jawi yang berada di Tanah Suci.
“Dikatakan al-Siba’i, bahwa orang-orang “Bilad Jawi” (Nusantara), membentuk koloni di Tanah Suci lebih belakangan daripada bangsa-bangsa lainnya. Baru sekitar akhir abad ke-18 M,” jelas Ginanjar Sya’ban.