Nilai-Nilai Pendidikan dalam Penurunan Al-Qur’an secara Bertahap
Dari beberapa ringkasan mengenai sejarah turunnya Al-Qur’an, tampak bahwa proses turunnya ayat-ayat AlQur’an secara berangsur-angsur memiliki makna dan nilai yang signifikan. Diantaranya menunjukkan bahwa proses turunnya ayat-ayat AlQur’an sangat disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat itu, dan bergantung pada kebutuhan dan hajat mereka, sehingga manakala dakwah Rasulullah saw telah menyeluruh, orangorang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Dan barulah ketika itu berakhir pulalah turunnya ayat-ayat AlQur’an, sebagaimana penegasan dari Allah swt:
“Hari ini telah Kusempurnakan agamamu dan telah Kucukupkan nikmat untukmu serta telah Kuridhoi Islam sebagai agamamu” (QS 5:3).
Selain puas dengan pemahaman di atas, lalu kita dapat bertanya-tanya lagi mengapa harus 20 tahun lebih proses turunnya Al-Qur’an? Di sinilah dapat kita simak hasil penelitian seorang guru besar Harvard University, yang dilakukannya pada 40 negara, untuk mengetahui faktor kemajuan dan kemunduran negara-negara itu. Salah satu faktor utamanya adalah materi bacaan dan sajian yang disuguhkan khususnya kepada generasi muda. Ditemukannya bahwa dua puluh tahun menjelang kemajuan atau kemunduran Negara-negara yang ditelitinya itu, para generasi muda dibekali dengan sajian dan bacaan tertentu. Setelah dua puluh tahun generasi muda itu berperan dalam berbagai aktifitas, peranan yang pada hakikatnya diarahkan oleh kandungan bacaan dan sajian yang disuguhkan itu.
Demikian dampak bacaan, terlihat setelah dua puluh tahun berlalu, sama dengan lama turunnya Al-Qur’an (Quraish Shihab, 2006: 11).
Dalam analisa penulis, setidaknya ada beberapa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dari proses turunnya ayatayat Al-Qur’an secara bertahap, diantaranya:
Pendidikan humanis, yakni dasar filosofi pendidikan yang diterapkan secara efektif dan didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik (student centered). Sebab hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Karena kondisi jiwa yang labil (jiwa yang tidak normal), menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itulah pendidikan humanis senantiasa memperhatikan sejumlah kekuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakatbakat dan kecakapan akal (intelektualnya), sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan materi yang hendak disampaikan dan metode yang hendak digunakan.
Begitu pula dalam proses turunnya Al-Qur’an yang dilakukan secara bertahap, jelas sangat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat saat itu. Sebagai suatu perbandingan, Al-Qur’an dapat diumpamakan dengan seorang yang dalam menanamkan idenya tidak dapat melepaskan diri dari keadaan, situasi atau kondisi masyarakat yang merupakan objek dakwah. Tentu saja metode yang digunakannya harus sesuai dengan keadaan, perkembangan dan tingkat kecerdasan objek tersebut. Demikian pula dalam menanamkan idenya, cita-cita itu tidak hanya sampai pada batas suatu masyarakat dan masa tertentu; tetapi masih diharapkan agar idenya berkembang pada semua tempat sepanjang masa.
Pendidikan sepanjang hayat (life long learning), yakni sebuah dasar filosofi pendidikan yang mengajarkan bahwa sebuah konsep pendidikan yang hakiki selalu dimaknai sebagai upaya terus-menerus dan dilakukan dalam setiap fase kehidupan. Seseorang selalu dalam keadaan berproses, tiada kata akhir dalam pendidikan, kecuali hanya satu yang mengakhirinya yakni kematian. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak, masa pemuda, dan dewasa, semuanya merupakan fase Pendidikan.
Hal ini sebagaimana yang tersirat dari proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, yang telah mengajarkan masyarakat saat itu untuk terus-menerus berproses menuju kesempurnaan aqidah serta berusaha melenyapkan aqidah-aqidah sesat dan tradisi-tradisi rendah dari diri mereka. Hal itu tentunya hanya dapat dilakukan dengan melepasnya sedikit demi sedikit, tidak secara sekaligus, lantaran AlQur’an sendiri juga diturunkan secara sedikit demi sedikit. (*)