Niat Kurban Sekaligus Aqiqah dan Tata Cara Pembagiannya
HIDAYATUNA.COM – Ibadah ritual di dalam agama Islam sangat banyak bentuk dan jenisnya. Masing – masing telah diresmikan sebagai sebuah ibadah ritual dengan tata cara khusus, sebab khusus, waktu khusus, tujuan khusus dan pensyariatan yang juga khusus.
Bahkan untuk menjalankannya pun dibutuhkan niat secara khusus agar bisa sah dan diterima Allah SWT sebagai sebuah ibadah. Meski terkadang antara satu jenis ibadah dengan jenis ibadah lainnya agak mirip dan identik.
Bahkan ada juga antara dua ibadah yang boleh dilakukan sekaligus seperti puasa syawal dan puasa qodho atau kurban dengan aqiqah. Terkait kurban dan aqiqah secara bersamaan ini para ulama berbeda pendapat.
Menurut imam Ar-Ramli berkurban sekaligus beraqiqah hukumnya boleh dan sudah mencukupi. Namun menurut Ibnu Hajar tidak diperbolehkan dan tidak mencukupi. Hal diterangkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin :
بغية المسترشدين – وَلَوْ ذَبَخَ شَاةً وَنَوَىْ بِهَا الأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيْقَةِ أَجْزَأَهُ عَنْهُمَا قَالَهُ (م ر) وَقَالَ اِبْنُ حَجَرٍ : لاَتَتَدَاخَلاَنِ
Artinya : “Andaikan seseorang menyembelih kambing dan ia meniatinya sebagai kurban dan aqiqoh, maka hal tersebut sudah bisa mencukupi dari keduanya menurut pendapat Ar-Romli. Sedangkan menurut Ibnu Hajar keduanya tidak bisa saling memasuki.”
Mengacu pada pendapat Imam Ar- Ramli yang memperbolehkan satu hewan diniati untuk kurban sekaligus aqiqoh diatas maka dalam pembagiannya diperbolehkan dalam bentuk daging mentah.
Hal ini dikarenakan dalam aqiqah memberikan dengan daging dalam bentuk matang hukumnya tidak wajib. Hal ini dijelaskan Hasyiyah Qolyubi Waumairoh karya Imam Syihabuddin Ahmad al-Burullusi berikut :
“Aqiqah itu sama seperti halnya kurban dalam masalah usia hewan yang dibuat aqiqoh, keselamatan dari cacat, diberikan, disedekahkan dan kadar kewajiban dan jenisnya wajibnya aqiqah dengan sebab nazar dan tidak sah untuk menjualnya sekalipun kulitnya dan yang lainnya. Akan tetapi hukumnya tidak wajib menyedekahkan sebagian dari aqiqoh dengan daging yang mentah dan bagi orang yang kaya diperbolehkan menjual sesuatu yang telah diberikan padanya dari daging aqiqah tersebut menurut pendapat syaikhuna (Zakaria Al-Anshari)“