Nabi Syuaib dan Prinsip Ekonomi yang Dijalankan
HIDAYATUNA.COM – Sikap curang saat berdagang sangatlah dilarang dalam konsep ekonomi Islam. Sebab curang merupakan sikap yang dapat merugikan salah satu pihak. Maka dari itu dalam hal bisnis atau berdagang, kita dianjurkan untuk selalu bersikap jujur dan menjauhi perilaku curang.
Ada kisah menarik dari Nabi Syuaib perihal prinsip menegakkan ekonomi kejujuran. Nabi Syuaib merupakan nabi yang diutus untuk memberi petunjuk kepada kaum Madyan. Kaum Madyan merupakan sekelompok bangsa Arab yang bertempat tinggal di pinggiran Negeri Syam.
Mereka menyembah Aikah, yang merupakan sebidang padang pasir, yang ditumbuhi beberapa pohon dan tanaman. Dalam hal berperilaku, para penduduknya (terutama) para pedagang saat praktik dagang mereka terbiasa melakukan sikap curang.
Tingkat kecurangannya sudah terlewat batas, hal itu dilakukan karena nafsunya yang menginginkan keuntungan yang banyak. Hingga apapun cara dilakukan oleh mereka.
Misalnya, mereka terbiasa memalsukan barang, curang dalam menimbang atau takaran sudah menjadi sebuah ciri, bahkan sudah melekat dalam pribadi mereka berdagang.
Saat para pedagang-pedagang kecil dari kampung yang membawa dagangannya ke kota, sebelum masuk ke wilayah kota, mereka akan dihadang oleh pedagang besar. Kemudian para pedagang besar itu akan memborong dagangan pedangan kecil tersebut, dengan dalih bahwa harga pasar sedang mengalami penurunan. Lalu para pedagang kecil akan menjualnya dengan murah terhadap pedagang besar itu.
Model Kecurangan Saat Berdagang Masa Nabi Syuaib
Dalam hal takaran, para pedagang besar ini memiliki dua model takaran. Yaitu takaran untuk membeli, dan takaran untuk menjual. Takaran untuk membeli akan berisi lebih banyak, sedangkan takaran untuk menjual berisi lebih sedikit.
Hingga pedagang besar atau pemilik modal yang kaya akan menjadi lebih kaya, dan pedagang kecil yang miskin akan menjadi lebih miskin. Pedagang besar meraup keuntungan yang lebih banyak. Kecurangan dalam takaran perdagangan, hakikatnya sudah diperingatkan dengan tegas dalam QS. Al-Isra : 35 :
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu yang menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Bahkan dalam QS. Al Muthaffifin; 1-6, dijelaskan bahwa orang-orang yang curang dalam hal takaran akan mendapat hukuman dari Allah SWT.
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ○ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ○ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ○ أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ○ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ○ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ○
Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (1) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (2) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (3) Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (4) pada suatu hari yang besar, (5) hari manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (6)”
Nabi Syuaib selalu menyerukan agar kaumnya meninggalkan sikap curang dan meninggikan sikap kejujuran saat berdagang. Namun seruan yang dilakukan oleh Nabi Syuaib ini, tidak pernah didengar oleh para kaumnya. Hingga pada akhirnya turunlah hukuman atau azab dan siksaan dari Allah Swt.
Azab Bagi Pelaku Kecurangan dalam Berdagang
Allah Swt, menimpakan mereka, dengan kemunculan hawa panas, yang mengeringkan kerongkongan karena haus, dan tidak dapat dihilangkan dengan meminum air. Bahkan karena panas sekali, bisa membakar kulit.
Pada keadaan panas terik, mereka saling berhamburan ke sana ke mari mencari tempat berteduh. Tiba-tiba muncullah awan hitam yang seakan menutup sebagian matahari. Mereka berlindung di bawah awan hitam.
Dengan suara halilintar yang memekakan telinga seperti layaknya ledakan bom, sementara bumi yang mereka pijak, menjadi oleng dan bergoyang keras,hingga membuat mereka saling berjatuhan, tunggang langgang, dan jungkir balik, sampai pada akhirnya saling berhimpitan sampai mati.
Dari kisah di atas, hendaknya kita bisa belajar bahwa dalam berdagang sabaiknya selalu mengedepankan sikap jujur. Jangan sampai hanya karena ingin meraup keuntungan yang banyak kita merelakan harga diri kita untuk berbuat curang. Dalam beberapa ayat Al-Quran sudah diperingatkan bahwa Allah melarang orang untuk bersikap curang, karena hal itu dapat merugikan sesama.
Bukankah lebih baik jika kita mendapatkan keuntungan sedikit tapi cukup dan berkah, dibandingkan dengan banyak tapi tidak cukup dan tidak berkah?