Nabi Menyukai Menyendiri! Anda yang Sering Kesepian Lakukan Ini
HIDAYATUNA.COM – Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW biasa tahannuts dan menyendiri selama beberapa hari. Bisa 10 hari bahkan melakukannya sampai satu bulan. Lalu untuk apa Nabi Muhammad Saw menyendiri?
Menyendirinya Nabi Muhammad Saw dilukiskan oleh Aisyah sebagai ilaihil-khalaa-u hubbiba, yaitu Allah menjadikannya sebagai kegiatan kesukaan beliau. Menyendiri atau menjauh dari hiruk pikuk keramaian hidup biasa juga dilakukan oleh al-Hunafa pada masa Jahiliyah.
Diriwayatkan kakek Nabi, Abdul Muthalib, pun pernah melakukannya. Sementara itu, Nabi menyendiri untuk tujuan tahannuts yang berarti melakukan kegiatan yang mengantar kepada al-hanafiyah. Al-hanafiyah berarti memasuki jalan lurus.
Menyendirinya Nabi Muhammad Saw adalah kegiatan yang menghindari dosa. Hal ini dilaksanakan dengan meninggalkan perbuatan sirik dan tempat merajalelanya kemungkaran.
Dari sinilah Nabi Muhammad Saw meninggalkan Kota Makkah yang ketika itu dipenuhi dengan kemusyrikan serta aneka dosa dan penganiyaan. Hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan kegiatan yang tak lepas pula dari sikap menyendiri yang ditempuh.
Menyendiri Bukan Bertapa
Menyendiri yang dilakukan Nabi Muhammad Saw itu tidak bisa disamakan dengan bertapa. Bertapa atau menjauh sepenuhnya dari segala sesuatu sehingga tidak berhubungan sedikit atau sesaat pun dengan manusia adalah sikap yang berbeda dengan menyendiri Nabi.
Ibnu Hisyam bahkan menyampaikan Nabi ber-tahannuts selama sebulan setiap tahun. Dia berkata: “Beliau memberi makan siapa di antara orang-orang miskin yang mendatangi beliau. Dan apabila Rasulullah telah menyelesaikan keberadaan beliau di sana, selama sebulan itu (ber-tahannuts), yang pertama beliau lakukan adalah datang ke Ka’bah sebelum kembali ke rumah beliau untuk berthawaf sebanyak tujuh keliling. Atau sebanyak apa yang dikehandaki Allah SWT.
Tahannuts yang dilakukan oleh Nabi SAW sebelum datangnya wahyu kepada beliau boleh jadi merupakan tata cara yang sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim AS. Menyendiri di sini bisa dalam bentuk renungan, tafakkur, zikir, dan mensyukuri serta mengagungkan Allah Yang Mahaesa serta mensucikan-Nya dari segala sifat yang tidak wajar bagi-Nya.
Dalam konteks ini wajar diingat bahwa Alquran pun menggarisbawahi perlunya berzikir dan bertafakkur itu lebih utama daripada beribadah dalam bentuk ritual selama seribu tahun. Ini tentu bila ibadah itu tidak mencapai substansinya.
Allah berfirman dalam Alquran Surah As-Syura ayat 52 berbunyi: “Wa kadzalila awhayna ilaika ruhan min amrina, maa kunta tadri maal-kitaabu wa laa al-imaanu walaakin ja’alnahu nuran nahdi bihi man nasyaa-u min ibadinaa, wa innaka latahdi ila shirathin mustaqimin”.
Artinya: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.