Muslim Uighur, GP Ansor Sebut Tuduhan WSJ Salah Kaprah, dan AS Sedang Bermain-Main
HIDAYATUNA.COM, Jakarta — Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas menilai tuduhan di balik pemberitaan Wall Street Journal (WSJ) tentang Muslim Uighur, di Xinjiang, Cina, ada kepentingan Amerika Serikat yang sedang bermain-main.
“Ansor dapat memahami bagaimana Amerika dan aliansinya melalui semua kanalnya bersuara untuk kepentingan dan keuntungan mereka,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/12/2019).
Sebelumnya, WSJ memberitakan bahwa pemerintah Cina bergerak meyakinkan berbagai pihak, mulai dari ulama, hingga politikus dunia untuk memalingkan muka dari pelanggaran HAM yang mereka lakukan di Xinjiang.
Berbagai upaya termasuk lewat pemberian fasilitias hingga uang menjadi cara mereka. Ormas Islam Indonesia disebut juga masuk dalam radar pemerintah Cina. Wall Street Journal menulis, pada Februari lalu, 15 orang dari PP Muhammadiyah, MUI, dan PBNU, plus tiga wartawan Indonesia, diajak berkunjung ke Xinjiang.
Di sana, menurut laporan WSJ, mereka ditunjuki situasi muslim Uighur yang sudah direkayasa sedemikian rupa oleh pemerintah Cina, agar nampak baik-baik saja. Selain itu, ia mengklaim menerima dan mengolah data tentang Uighur.
“Tudingan persekusi yang dialami etnis muslim Uighur di Negeri Tirai Bambu itu diduga berlatar belakang ekonomi,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, dari data yang diperolehnya, ada beberapa blok minyak dan gas, sumur gas, dan pipa gas di Xinjiang. Dia menyatakan bahkan ada 30 blok migas di daratan (onshore) yang ditawarkan pada 2017.
Isu agama, budaya, dan lainnya membuat kejadian asli tampak kabur. Maka dari itu, ia menilai perlu ada klarifikasi atas berita WSJ tentang persekusi terhadap muslim Uighur.
“Jangan-jangan ini hanya soal ingin menguasai lahan di Xinjiang yang kaya akan sumber daya alam,” paparnya.
Namun, GP Ansor memilih bersikap hati-hati. Di sisi lain, ia mendesak segera ada klarifikasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau KBRI di Tiongkok dan Kementerian Luar Negeri perihal ini. Wakil Ketua Komisi II DPR ini meminta pemangku kepentingan terkait segera mendiskusikan apa yang bisa dan sebaiknya dilakukan Indonesia.
Disamping itu, ia mengatakan bahwa kasus etnis muslim Uighur adalah masalah geopolitik. Politisasi terhadap Islam vs Tiongkok akibat kasus ini, ujar dia, justru membuat komplikasi dari kasus yang sudah rumit tersebut.
“Ditambah dengan konstelasi politik hari ini yang cenderung berwujud sebagai neo cold war geopolitics, di mana ada benturan politik ekonomi dan ideologi antara Barat (Amerika) dan Timur (Tiongkok),” ujarnya.
Terakhir, Ansor memahami bahwa Cina berkepentingan mengundang dan memperkuat hubungan dengan para stakeholders dan key opinion leaders dari seluruh negara di dunia untuk melihat masalah Uighur.
“Termasuk tokoh NU, Muhammadiyah, akademisi, dan lainnya,” pungkasnya.