MUI dan Menag Sama-Sama Lakukan Standarisasi atau Sertivikasi Dakwah
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), beberapa hari lalu, dari laman resminya, KH Cholil Nafis mengatakan bahwa kegiatan dakwah saat ini harus dilakukan dengan standardisasi atau sertifikasi.
“Para dai yang sudah berkiprah di masyarakat diundang ke MUI untuk musyawarah dan tukar pikiran agar menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah. Merekalah yang akan direkomendasi oleh MUI sebagai dai,” kata KH Cholil Nafis dalam keterangannya, Senin (18/11/2019).
Dengan begitu, menanggapi hal tersebut Menteri Agama (Menag) Jendral Purnawirawan, Fachrul Razi mengaku sudah memiliki program ulama yang bersertifikat.
“Kami memang punya program seperti itu. Saya belum tahu namanya apa, tapi kemungkinan, ulama bersertifikat. Dan nanti kami rumuskan apa yang betul,” ungkapnya, di kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng Barat, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).
Selain itu, ia mengatakan tak akan membeda-bedakan ceramah ulama yang bersertifikat ataupun yang tidak bersertifikat. Menurutnya, ulama yang tak memiliki sertifikat pun tetap dibolehkan berceramah. “Tapi bukan berarti yang punya sertifikat boleh, lalu yang nggak punya enggak boleh. Enggak,” paparnya.
Lebih lanjut, ia juga tak memaksakan, dalam programnya, seorang ulama harus memiliki sertifikat. Sertifikat itu, lanjutnya, tak menjadi syarat juga untuk seseorang bisa berceramah. “Ya nanti kita lihat, dan kembali garis bawahi tidak menjadi persyaratan orang untuk menceramah di mana-mana, silakan saja,” pungkasnya.
Di samping itu, di sisi lain, Cholil mengatakan materi yang dibahas secara garis besar meliputi wawasan keislaman, wawasan kebangsaan, metode dakwah, Islam wasathiyah (moderat). “Materi wawasan Islam wasathi (moderat) mengulas tentang paham Islam yang diajarkan Rasulullah SAW dan dijelaskan oleh para sahabatnya. Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia,” ujar Cholil.
“Mengikuti akidah ahlussunnah wal jamaah. Islam yang tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri,” imbuh Cholil.
Wawasan kebangsaan, lanjut ketua Komisi tersebut, dipaparkan tentang kesepakatan kebangsaan (al-ittafaqaat al-wathaniyah) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sesuai ajaran Islam, sudah final dan mengikat. Cinta Tanah Air adalah bagian dari iman sehingga membela negara adalah bagian dari implementasi beragama Islam.