Muhammadiyah: Pilihan Tidak Mudik Adalah Bagian Jihad Kemanusiaan

 Muhammadiyah: Pilihan Tidak Mudik Adalah Bagian Jihad Kemanusiaan


HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB), Arif Jamali Muis mengatakan pilihan untuk tidak melakukan mudik di tengah wabah pandemi corona disebut sebagai salah satu bagian dari tindakan jihad kemanusiaan.

Merujuk pada Surat al-Baqarah 195, Arif menjelaskan, janganlah kalian jatuhkan diri kalian dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri, dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

“Maka, dalam kontes pemahaman tersebut, bisa dikatakan tidak mudik untuk menghindari meluasnya wabah Covid-19 adalah jihad kemanusiaan,” kata Arif saat ikut menghadiri rapat daring (8/4) yang digelar Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, dikutip Kamis (9/4/2020).

Secara garis besar dirinya menjelaskan, Muhammadiyah menyampaikan pokok-pokok pandangan mudik saat wabah Covid-19. Berdasarkan prinsip dasar dan tujuan dalam syariat, pilihan tidak mudik disebutnya masuk dalam kategori hifdzun nafs atau memelihara jiwa.

“Berdasarkan itu, maka Muhammadiyah berpendapat mudik sebaiknya dilarang karena bukan peribadatan,” jelasnya.

Dirinya menambahkan dalam hal ini, pemerintah jika melarang perlu menyiapkan konsekuensi pengaturan yang tegas perihal tidak boleh mudik dan aspek-aspek teknisnya. Misalnya seperti potensi meningkatnya konflik di daerah tujuan mudik karena banyak komunitas menolak pemudik.

PP Muhammadiyah merasa, persetujuan daerah tujuan seharusnya menjadi dasar izin untuk mudik. Arif mengingatkan, jika pemudik tidak diterima komunitas dari tujuan mudik, jelas akan menimbulkan masalah sosial baru. Ia berpendapat, potensi konflik juga dapat terjadi ketika arus balik.

“Contohnya, di salah satu RT di Yogyakarta, Ketua RT membuat perjanjian bagi warga diizinkan untuk mudik dengan catatan tidak boleh kembali lagi ke RT-nya sebelum wabah selesai,” ujar Arif.

Ia melihat, kalimat pemudik berstatus ODP dan dapat dikarantina 14 hari di draft pemerintah bias. Arif menyarankan, kata dapat diganti jadi wajib dan pemerintah harus terbitkan petunjuk teknis karantina dan insentif fasilitas.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *