Muhammadiyah Sayangkan Terbitnya PMA Majelis Taklim
HIDAYATUNA.COM, Jakarta- Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam dalam pengajian rutin di Gedung Muhammadiyah, mengajak pemerintah untuk lebih seksama dalam membuat kebijakan.
Menurutnya, Muslim Indonesia yang mayoritas di negeri ini sangat moderat. Seharusnya tidak perlu peraturan-peraturan yang membelenggu.
“Semua kebijakan lahir tidak di ruang kosong. Ada mubaligh yang baca al-Qur’an tidak fasih. Pemahaman agama isinya ada juga yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Ada juga ulama instan, dulu beragama lain tiba-tiba masuk Islam, lalu jadi penceramah,” ujar Mu’ti dikutip Ahad, (15/12/2019).
Namun demikian, lanjut dia, jangan sampai ada generalisasi. Mu’ti menyampaikan tentang prinsip Muhammadiyah dalam menyampaikan pandangan.
“Muhammadiyah memegang prinsipnya yang independen dalam menilai semua permasalahan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tidak benar jika dikatakan bahwa Muhammadiyah mengkritik atau sebaliknya bungkam karena didorong oleh faktor sumbangan.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menyayangkan terbitnya PMA (Peraturan Menteri Agama) nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Menurutnya, majelis taklim sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, bahkan sejak puluhan tahun sebelum negara Indonesia lahir. Aturan ini dianggap mundur ke belakang.
“Di zaman Belanda, majelis taklim diawasi Belanda. Jika ada kata ‘merdeka’ langsung ditangkap.”
Menurut Dadang, majelis taklim bisa berumur panjang karena kehadirannya bermanfaat bagi masyarakat untuk penguatan paham keagamaan. Menurutnya, kalau ada segelintir majelis taklim yang keliru, jangan lantas semua majelis taklim dicurigai.
“Yang satu salah, radikal, jangan semuanya dianggap salah,” ujarnya.