Mufasir Ini Diganjar Emas Seberat Timbangan Kitabnya

 Mufasir Ini Diganjar Emas Seberat Timbangan Kitabnya

Muffasir Ini Diganjar Emas Seberat Timbangan Kitabnya

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Keberadaan intelektual Islam pada masa lampau benar-benar dihargai keberadaannya. Hal ini terlihat dari kisah seorang mufassir bernama Abû Sanâ’ Syihâb al-Dîn al-Sayyid Mahmûd Afandi al-Alûsi al- Baghdadî.

Al-Alûsî saat menulis kitab tafsirnya, ia dihadiahi emas seberat bobot timbangan kitabnya. Saat ulama ahli tafsir dari Irak ini seusai merampungkan kitab tafsirnya, ia pergi ke Turki. Ia mendatangi penguasa Ottoman yakni Sultan Abdul Majid Khan bin Sultan Mahmud Khan.

Kunjungan Al-Alûsî ini untuk meminta masukan serta pengakuan karyanya tersebut. Kitab yang telah ia tulis dan belum mempunyai judul itu akhirnya diberi judul Rûh al-Ma’ânî Fî Tafsîr Al-Qurân al-‘Aẓîm wa al-Sab’ al-Masânî.

Pemberian nama ini dianggap sesuai dengan keinginan awal penulisan dari tafsir tersebut. Yakni tentang semangat makna dalam tafsir Alquran yang agung dan sab’ul mastanî. Saran tersebut pun disetujui oleh al-Alûsî.

Dari hasil kerja kerasnya itu, al-Alûsî diganjar emas seberat timbangan kitab tersebut oleh Sultan Abdul Majid Khan.

Biografi Al-Alusi

Sebagai informasi, al-Alûsî merupakan ulama ahli tafsir yang lahir di Irak tahun 1217 H. Ia merupakan putra dari seorang ulama yang terpandang di Irak. Al-Alûsî kecil mendapat pelajaran agama langsung dari sang ayah. Dirinya juga menimba ilmu tasawuf langsung kepada seorang guru sufi ahli taswuf bernama Shaikh Khalid al-Naqshabandi.

Puncak karir al-Alûsî dimulai saat ia berusia 30 tahun. Kala itu dirinya diangkat menjadi seorang mufti Baghdad. Tapi lantaran semangatnya membuat kitab tafsir untuk memecahkan berbagai persoalan zaman kala itu, akhirnya jabatan sebagai mufti ia tanggalkan.

Menurutnya kesibukannya sebagai mufti cukup mengganggu konsentrasinya. Ia memilih fokus untuk menyusun kitab tafsirnya. Soal proses menulis kitab tafsirnya, ada sedikit kisah yang melatar belakangi dirinya membuat kitab tafsir.

Hal itu dikarenakan ia pernah bermimpi, dimana dalam mimpi tersebut ia diperintah untuk melipat-lipat hamparan langit dan bumi dengan hanya mengangkat satu tangan yang ia acungkan ke arah langit dan satu tangan lagi di acungkan ke arah tempat mata air. Mimpi tersebut ia simpulkan sebagai isyarat perintah untuk menulis. Saat itu usianya menginjak 34 tahun.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *