Misteri Ka’bah sebagai Pusat Sujud Bumi
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Secara spiritual Ka’bah menjadi titik fokus umat Islam dalam melakukan Ibadah. Seperti layaknya planet-planet yang menujukan titik fokusnya pada matahari yang berada di tengah-tengah orbit dan bermilyar-milyar matahari menujukan titik fokusnya pada black hole.
Maka manusia pun menjadikan Ka’bah sebagai kiblat-sebagai titik fokus utama dalam beribadah. Dalam orbitnya planet-planet tidak akan berputar secara melenceng dari garis orbitnya, kecuali dia ingin bertabrakan dengan planet lainnya dan hancur lebur.
Dalam hal ini, manusia pun diharapkan juga begitu, berjalan sesuai dengan garis orbitnya. Sudah sewajarnya jika Ka’bah dijadikan sebagai patokan untuk berjalan sesuai orbit yang telah ditetapkan Allah SWT.
Sungguh bukan suatu kebetulan jika planet-planet dan orang berthawaf memiliki satu kesamaan, yakni berputar mengelilingi kiblatnya masing-masing dengan gerakan yang seragam berlawanan arah dengan detak jarum jam.
Terdapat makna spiritual dalam kasus ini. Dimana jika usia alam semesta semakin lama semakin habis maka sudah sepatutnya jika bekal kebajikan yang dibawa untuk hari akhir semakin lama semakin bertambah banyak.
Rasulullah Saw Salat Menghadap Ka’bah sebagai Kiblatnya
Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka’bah.
Oleh karena itu, beliau sering salat di antara dua sudut Ka’bah sehingga Ka’bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan demikian, beliau salat sekaligus menghadap Ka’bah dan Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, hal itu tidak mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka’bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah.
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan .”
Rasulullah Salat Menghadap Kiblat Baitul Maqdis
Juga diceritakan dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari dari al-Bara bin Azib, bahwasanya Nabi SAW pertama tiba di Madinah beliau turun di rumah kakek-kakek atau paman-paman dari Anshar.
Bahwasanya beliau salat menghadap Baitul Maqdis enam belas atau tujuh belas bulan. Beliau pun juga senang kiblatnya dijadikan menghadap Baitullah. Dan salat pertama beliau dengan menghadap Baitullah adalah salat Ashar dimana orang-orang turut salat (bermakmum) bersama beliau.
Seusai salat, seorang lelaki yang ikut salat bersama beliau pergi kemudian melewati orang-orang di suatu masjid sedang ruku. Lantas dia berkata, “Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah salat bersama Rasulullah SAW dengan menghadap Mekkah.”
Merekapun dalam keadaan demikian (ruku) mengubah kiblat menghadap Baitullah. Dan orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab senang beliau salat menghadap Baitul Maqdis.
Hal itu terjadi pada tahun 624 M. Dengan turunnya ayat tersebut, kiblat diganti menjadi mengarah ke Ka’bah di Mekkah. Selain arah salat, kiblat juga merupakan arah kepala hewan yang disembelih, juga arah kepala jenazah yang dimakamkan.