Merunut Akar Pemikiran Revolusioner Ali Syari’ati dalam Perkembangan Zaman (1)
HIDAYATUNA.COM – Perubahan dan perkembangan zaman merupakan keniscayaan dalam perjalanan kehidupan makhluk hidup, dan kehidupan umat manusia secara khusus. Manusia sebagaimana dalam sebutannya sebagai makhluk berakal, al-Insan hayawan an-nathiq menjadi modal untuk terus mencari arah kehidupan yang lebih baik. Hal ini pun yang kemudia mendasari cara berfikir Ali Syari’ati.
Kemampuan berpikir dalam diri manusia yang lebih sempurna dibanding dengan makhluk lain adalah alasan utama Allah memilih manusia untuk mengemban amanah sebagai pemimpin di muka bumi, khalifah fil ardh. Amanah yang telah diembankan pada manusia sebagai pemimpin di muka bumi tersebut kemudian mendorong umat manusia terus melakukan aktivitas berfikir.
Aktivitas berfikir yang dilakukan manusia tidak hanya sepintas untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar, terlebih bagi umat beragama sebagaimana juga umat Islam.
Umat Islam sebagaimana juga manusia dengan kemampuan berfikirnya terus melakukan upaya rekontekstualisasi ajaran sebagaimana dalam prinsip dan kaidah yang sudah ditetapkan dalam Islam itu sendiri. Upaya ini misalnya dapat dilihat dari beberapa tokoh pemikir revolusioner Islam, salah satunya adalah Ali Syari’ati.
Faktor Pendorong Adanya Revolusi
Revolusi sebagaimana mengacu pada pemikiran Aristoteles dapat terjadi karena beberapa sebab (Dalam Pralhad V Chengte, 2016). Pertama, adalah adanya gagasan yang muncul secara pribadi karena sifat dan motivasi yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini menunjukkan latar belakang agensi pribadi seseorang untuk melakukan perubahan.
Kedua, adalah adanya situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan adanya tujuan tertentu. Kondisi ini bisa mendorong satu atau banyak pihak menciptakan satu pemikiran tertentu dan melakukan aksi-aksi sesuai dengan tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai.
Ketiga, revolusi pemikiran bisa saja terjadi sebagai akibat dari adanya revolusi itu sendiri. Hal ini sebagaimana dapat dilihat di dunia Barat pada sekitar abad ke-18 dengan adanya revolusi industri.
Dampak dari revolusi industri kemudian masuk dan merambat masuk memengaruhi berbagai tatanan kehidupan masyarakat kala itu dan mungkin sampai hari ini.
Aristoteles kemudian memerinci gambaran definisi dari perubahan atau revolusi sebagai bentuk ekspresi. Hal itu lantaran agar tidak terjadi kerugian atau aib karena, kekurangan bisa berdampak pada timbulnya ketimpangan, ketidakadilan dan ketidaksetaraan
Dari definisi tersebut dapat dipahami, bahwa tujuan dari revolusi adalah agar tercipta tatanan kehidupan yang setara dan terhormat.
Kehidupan Ali Syari’ati
Ali Syari’ati (1933-1977) lahir pada 23 November 1933 di wilayah Khorasan tepatnya di Desa Mazinan. Kemudian seiring dengan perpindahan keluarga ke Masyhad, disanalah ia menghabiskan masa remajanya (Ali Gheissari).
Pendidikan dasar Syari’ati didapatkan dari sang ayah, Mohammad-Taqi Syari’ati yang merupakan seorang ahli tafsir Alquran. Kemudian Syari’ati berkesempatan untuk melanjutkan jenjang kuliah pada jurusan Sastra di Universitas Ferdowsi, Masyhad. Kesempatan belajar di bangku kuliah kemudian berlanjut dengan adanya beasiswa studi ke Sorbonne, Prancis yang Syari’ati dapatkan.
Selain menempuh studi, di Prancis (1960-1964) Syari’ati juga banyak melakukan aktivitas politik salah satunya turut menggabungkan diri dalam gerakan pembebasan Aljazair dan memilih keberpihakan dalam aktivitas politik pro oposisi Iran (di pihak Muhammad Reza Shah Pahlevi). Kobaran semangat politik Syari’ati menjadikan kehidupannya banyak mengalami pasang surut.
Dalam aktivitas ceramah yang dilakukan Syari’ati seputar teori evolusi dalam studi Sosiologi dan kajian tentang Sejarah Islam ternyata mampu menarik perhatian khalayak ramai. Dari situ kemudian ia memperoleh popularitas dan kemudian berkesempatan mengajar di Universitas Husainiyyah Irshad.
Aktivitas mengajar dan mengisi ceramah Syari’ati tekuni dari tahun 1967 sampai tahun 1973. Pada tahun 1973 pusat aktivitas Syari’ati kemudian ditutup oleh pihak keamanan Negara Iran (SAVAK) dan ia pun ditangkap.
Pada 19 Juni 1977 di Inggris Syari’ati menutup usia kemudian dimakamkan di Damaskus dekat kuil Hazrat Zainab.
Merunut Akar Pemikiran Revolusioner ala Syari’ati
Kehidupan Ali Syari’ati kental dengan latar belakang tradisi teologi Syi’ah. Meskipun begitu, dalam corak pemikirannya Syari’ati tidak semata-mata menerima ajaran Syi’ah sebagai prinsip tunggal dalam hidupnya.
Selain berpegang pada prinsip keagamaan ala Syi’ah (generasi awal) Syari’ati juga mengadopsi pemikiran para tokoh dari Barat. Seperti gagasan Sosiologi ala Marxis, dan pemikiran Frantz Fanon, seorang ahli teori dunia ketiga (Ervand Abrahamian, 1988:289).
Beberapa tokoh lain yang berpengaruh pada pemikiran Syari’ati adalah Louis Massignon (orientalis Prancis), Muhammad Ali Furughi (sarjana dan politisi Iran), Jacques Berque (Arab dan sosiolog Prancis), dan Gurwitsch (sosiolog Prancis) (A J Shari’ati, 1979: 18). Di samping beberapa nama tokoh pemikir Barat, orang terdekat yang banyak memengaruhi pemikiran Syari’ati adalah ayahnya sendiri.
Selanjutnya dari para pemikir Barat Syari’ati melandasi pemikiran revolusionernya. Namun, gaya pemikiran revolusioner Syari’ati justru menjadikannya tidak dipercayai dua kubu dalam pertarungan politik kekuasaan di Iran, Ulama dan rezim penguasa dengan ide modernis Pahlevi.
Keberpihakan Syari’ati dalam carut marut kondisi politik di negaranya tidak menunjukkan kejelasan. Dari sinilah Syari’ati harus berjuang dengan takdir panjang dicurigai, diasingkan, ditangkap, ditahan dan diberhentikan dari aktivitas-aktivitas akademiknya.
Alhasil pemikiran Syari’ati menjadi konter dari narasi besar para Ulama’ Syi’ah Iran yang menganggap bahwa revolusi Iran merupakan artikulasi dari kebangkitan Islam yang diilhami dari kemurnian ajaran Nabi serta Imam-imam Syi’ah, tanpa kontaminasi dari pemikiran asing (Ervand Abrahamian, 1988:289).
Nyatanya pemikiran revolusioner dari Ali Syari’ati merupakan buah hasil dari pergumulan pemikiran dengan latar belakang pengaruh yang beragam, dan sebagai upaya menjawab kondisi zaman (konteks budaya-sosial-politik) yang ia hadapi kala itu. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.
Referensi
Pralhad V Chengte, “The Concept of Revolution”, International Journal of Political Science (IJPS) Volume 2, Issue 4, 2016, PP 34-41, ISSN 2454-9452 http://dx.doi.org/10.20431/2454-9452.0204004 www.arcjournals.org.
Ervand Abrahamian, ‘Ali Shari‘ati: Ideologue of the Iranian Revolution”. Dalam Edmund Burke dan Ira M. Lapidus,ed., Islam, Politic and Social Movement (USA: University of California Press, 1988)
A J Shari’ati, On the Sociology of Islam, Hamid Algar, trans., (USA: Mizan Press Barkeley, 1979).