Menyoal Hadits Perempuan sebagai Sumber Fitnah

 Menyoal Hadits Perempuan sebagai Sumber Fitnah

Kisah Fathimah An-Nisabburiya, Sufi Perempuan dari Persia Mencari Jodoh (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dua kasus kriminal yang viral belakangan ini, memperparah stigmatisasi terhadap perempuan. Putri Cendrawati dalam kasus Sambo dan Agnes dalam kasus Dandy Rubicon, menempatkan perempuan sebagai sumber permasalahan.

Hal ini diperkuat dengan kutiban-kutiban hadits misoginis yang melegitimasi posisi perempuan sebagai sumber fitnah.

Banyak hadits yang secara literal memang mengesankan bahwa perempuan sebagai sumber fitnah.

Di mana hadits tersebut, diriwayatkan oleh perawi hadits seperti Bukhori Muslim, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majjah.

Sehingga kualitas haditsnya mayoritas shohih. Salah satu hadits tersebut antara lain sebagai berikut ini:

Nabi Muhammad saw. bersabda,

Ma taraktu ba’di fitnatan adhorra alar rijal minan nisa.” (Tirmidzi, Nasa’i, Muslim, Ibnu Majah)

Artinya: “Setelahku nanti, tidak ada fitnah paling berbahaya bagi laki laki daripada wanita.”

Prof. Dr. Umma Farida, Lc., MA dalam serial ngaji KGI reguler ke 34 pada Jumat, 3 Maret 2023 menjelaskan tentang bagaimana memaknai hadits tersebut.

Guru Besar Ilmu Hadits IAIN Kudus Jawa Tengah ini menyampaikan pentingnya mencari hadits pembanding dengan tema yang sama sebelum memaknai sebuah hadits.

Hal ini penting, karena posisi hadits adalah sebagai bayan (penjelasan) dari hukum yang tertulis dalam Al-Qur’an.

Selain itu, hadits juga berposisi sebagai penjelas bagi hadits lainnya. Menyandingkan hadits dengan tema serupa, akan melahirkan pemahaman yang komprehensif.

Adapun beberapa hadits yang memiliki tema yang sama dengan hadits perempuan sebagai sumber fitnah antara lain:

“Min Ka’ab bin ‘Iyadl, qaala sami’tunnabi saw. yaquulu “Inna likulli ummatin fitnatun wa fitnatu ummati al maalu.”

Artinya:

“Dari Ka’ab bin ‘Iyadl berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap ummat itu memiliki fitnah dan fitnah ummatku adalah harta.”

Dari hadits di atas, bisa dipahami bahwa perempuan sebagai sumber fitnah tidak bersifat mutlak. Karena ada hadist lain menyatakan bahwa harta juga merupakan sumber fitnah.

Kedua hadits tersebut memiliki level yang sama sebagai hadits shohih. Selain perempuan dan harta, kuda juga sama-sama berpotensi menjadi fitnah.

Anna ‘abdillahibnu umar rodiyallahuanhuma qqala sam’tu nabi shollallahu a;aihi wa sallam yaquulu innama syu’ma fi tsalatatin fil farasi walmarati waddari.” (Shahih Bukhori)

Artinya:

“Bahwa Abdullah bin Imar ra. Berkata: aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya sumber kesialan itu adalah tiga hal yakni kuda, perempuan, rumah.” (Shahih Bukhori)

Hadits ini juga berposisi sebagai penjelas dari Q.S. Al-Anbiya’ ayat 35 yang menyatakan bahwa fitnah bersifat netrat bisa berkaitan dengan hal baik dan buruk dan terjadi pada laki-laki dan perempuan.

Hadits yang diriwatkan Imam Bukhori diatas, dan juga Q.S. Al-Anbiya ayat 35 memaknai fitnah dengan posisi resiprokal.

Ada banyak fitnah, namun kenapa perempuan sebagai sumber fitnah paling banyak dikutib?

Di sesi ngaji KGI yang sama, Nyai Nur Rofiah menjelaskan kapan kata fitnah dalam Al-Qur’an disebutkan.

Beberapa ayat Al-Qur’an menggunakan diksi fitnah dalam konteks kemusyrikan, cobaan dan ujian, kebinasaan, siksa dan adzab.

Dosen PTIQ Jakarta tersebut juga menambahkan bahwa pemikiran yang “male perspektif” masih mengakar pada masyarakat Indonesia yang patriarkis.

Apalagi, selama berabad-abad lamanya, perempuan diposisikan sebagai masyarakat kelas dua.

Sehingga masih banyak pihak yang menormalisasi pelekatan stigma negative terhadap perempuan.

Perempuan dianggap sebagai fitnah dan posisi tersebut adalah kodrat yang harus ditanggung perempuan.

Seperti dalam dua kasus yang viral belakangan ini. Meskipun mungkin saja anak dan harta yang menjadi sumber fitnah, namun perempuan sebagai sumber fitnah lebih banyak dikutip.

Perempuan dianggap fitnah karena jenis kelaminnya seorang perempuan. Dan narasi ini terus diproduksi oleh pemikiran yang diskriminatif.

Oleh karena itu, penting untuk menyandingkan hadits dengan tema serupa dan harus merujuk pada nash Al-Qur’an.

Dengan menyandingkan hadits tentang fitnah sebagaimana dipaparkan diatas, bisa disimpulkan bahwa substansi inti dari hadits tentang fitnah adalah sebuah peringatan.

Peringatan bagi laki-laki maupun perempuan untuk mewapadai fitnah yang bisa mencelakakan seseorang.

Fitnah laki-laki bagi perempuan, fitnah perempuan bagi laki-laki, fitnah harta, fitnah anak, dan fitnah apapun yang merugikan manusia. []

Lutfiana Dwi Mayasari

Anggota Puan Menulis sekaligus alumni Magister Kajian Timur Tengah UI. Saat ini mengajar di IAIN Ponorogo. Minat pada kajian gender, perdamaian, hukum, dan politik Timur Tengah.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *