Menyoal Dikotomi Ahli Hadis dan Ahli Fikih

 Menyoal Dikotomi Ahli Hadis dan Ahli Fikih

Al-Karaji: Ahli Matematika dan Insinyur Hidrolik Islam Abad Ke-10 (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Pada masa awal Islam, tidak dikenal dikotomi antara ahli hadis dan ahli fikih sebab kedua ilmu itu adalah satu paket yang seharusnya tidak terpisahkan. Yang disebut ulama adalah orang yang menguasai keduanya.

Namun belakangan muncul dikotomi di kalangan ahli ilmu yang membuat mereka terpecah menjadi ahli hadis yang dianggap condong pada hafalan dan riwayat serta ahli fikih yang dianggap condong pada nalar.

Imam al-Khattabbi (w.388 H) memprotes keras dikotomi ini, ia berkata:

ورأيت أهل العلم في زماننا قد حصلوا حزبين وانقسموا إلى فرقتين: أصحاب حديث وأثر، وأهل فقه ونظر. وكل واحدة منهما لا تتميز عن أختها في الحاجة، ولا تستغني عنها في درك ما تنحوه من البغية والإرادة، لأن الحديث بمنزلة الأساس الذي هو الأصل، والفقه بمنزلة البناء الذي هو كالفرع. وكل بناء لم يوضع على قاعدة وأساس فهو منهار، وكل أساس خلا عن بناء وعمارة فهو قفر وخراب

Artinya:

“Saya melihat bahwa ulama zaman kita telah terbagi menjadi dua kelompok dan terpecah menjadi dua faksi: kelompok Ahli hadis dan atsar serta kelompok Ahli fikih dan nalar.

Setiap kelompok tidak memiliki perbedaan signifikan satu sama lain dalam konteks kebutuhan, dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mencapai tujuan dan goal yang dicari, karena hadis memiliki peran sebagai fondasi yang merupakan pokok,

Sementara fiqh memiliki peran sebagai struktur bangunan yang merupakan cabangnya.

Dan setiap struktur yang tidak dibangun di atas fondasi yang kokoh, maka akan runtuh, serta setiap fondasi yang tidak diiringi dengan struktur dan pembangunan maka akan menjadi tandus dan hancur.” (al-Khattabi, Ma’alim as-Sunan)

Sebab itu, sebenarnya dikotomi antara ahli hadis dan ahli fikih tergolong aneh. Bila seseorang sudah diakui keilmuannya sebagai ahli fikih, semisal para imam dalam mazhab empat, maka pasti dia adalah ahli hadis sebab hadis adalah fondasi dari fikih.

Lebih aneh lagi apabila ahli fikih tersebut kemudian dibenturkan dengan apa yang disebut sebagai “ahli hadis.”

Akan tetapi, apakah ahli hadis lantas otomatis ahli fikih? Dalam realitasnya tidak demikian.

Beberapa ahli hadis memang spesialisasinya adalah menghafal dan meriwayatkan hadis serta menjaga otentitasnya dengan cara mengenal profil para periwayatnya.

Mereka sama sekali tidak bersentuhan dengan istinbat atau ijtihad fikih, sehingga tidak tepat disebut sebagai ahli fikih.

Kalau melihat sisi ini, maka ada benarnya dikotomi antara ahli hadis dan ahli fikih tersebut. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *