Menilik Kontribusi Perempuan Pendidik, Hj. Nok Yam Suyami

 Menilik Kontribusi Perempuan Pendidik, Hj. Nok Yam Suyami

Kisah Fathimah An-Nisabburiya, Sufi Perempuan dari Persia Mencari Jodoh (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Di dalam buku Muslimah Yang Diperdebatkan (2019), Kalis Mardiasih memberi argumentasi historis ihwal figur perempuan yang berdaya.

Ia menuliskan:

“Manusia pertama yang mengimani kerasulan Muhammad saw. adalah Khadijah r.a. Jika proses keberimanan adalah suatu transaksi spiritual yang melibatkan intelektualitas, Khadijah adalah perempuan yang berilmu tinggi. Aisyah r.a., adalah perempuan perawi hadis terbaik dan cendekiawan muslimah termasyhur.”

Dua figur yang memang kerap dijadikan kiblat bagi perempuan muslim untuk memberdayakan diri dan lingkungan di sekitarnya.

Tak terkecuali juga bagi Hj. Nok Yam Suyami yang berkontribusi aktif dan positif di wilayah mukimnya, Temanggung.

Ia melihat figur Aisyah utamanya, sebagai perempuan yang dibutuhkan di zaman sekarang.

Perempuan yang tidak hanya menyerap-cercap sekian keilmuan dari Kanjeng Nabi Muhammad, tetapi juga mengajar-amalkannya kepada sahabat-sahabat yang lainnya.

Perempuan yang lahir pada 15 Juni 1936 ini, memiliki sekian kontribusi dari berbagai lini kehidupan untuk masyarakat di sekitarnya.

Berbekal pengetahuan sekadarnya yang ia peroleh dari Sekolah Guru Bantu (SGB) pada 1956, ia mulai terjun dan mempengaruhi masyarakatnya untuk menunaikan laku positif.

Terlebih pasca ia menikah dengan KH Sugijanto S yang menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Assalam, Temanggung.

Hj. Nok Yam Suyami tidak hanya memosisikan dirinya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai pelayan umat Islam.

Maka ketika perempuan di kampungnya memintanya untuk membuat forum pengajian, Hj. Nok Yam Suyami cukup antusias menerima tawaran tersebut.

Ia tidak hanya mengajarinya mengaji, tetapi juga mengedukasi ihwal posisi sekaligus peran perempuan di keluarga dan di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu, anak-anak di kampungnya di masa itu yang belum peroleh pendidikan, juga diberi asupan pengetahuan.

Ia tidak hanya pengetahuan umum, tetapi juga pengetahuan agama yang diambil dari Al-Quran. Aktivitas ini ditunaikannya selama lebih dari dua dekade, sekira 1965-1987.

Terkait kontribusinya di lini ekonomi, Hj. Nok Yam Suyami membuat perusahaan yang bergerak di bidang percetakan, baik buku maupun sablon.

Mereka yang bekerja dari luar daerah Temanggung, dimestikan untuk mukim di rumahnya.

Hal ini ditengarahi oleh misinya selain memberi sedikit kesejahteraan finansial dan keterampilan, juga memberi sedikit edukasi keagamaan bagi karyawannya.

Hanya saja karena semakin lama banyak permintaan datang untuk mengisi ceramah, Hj. Nok Yam Suyami akhirnya memasrahkan perusahaan tersebut kepada karyawan yang dipercayai, termasuk ketika jadwal ngaji bagi karyawannya.

Tetapi ketika luang, Hj. Nok Yam Suyami memilih dirinya sendiri yang menjadi pengisinya.

Memang jarak dakwah yang ditunaikan Hj. Nok Yam Suyami tidak hanya berkutat di wilayah Temanggung saja.

Tetapi telah merambah ke daerah di sekitarnya; Sukerejo, Kendal, Magelang, dan Wonosobo. Kendati usianya sudah memasuki senja, ia tidak ingin mengecewakan siapa saja yang datang untuk mengundangnya.

Adapun dakwah yang melulu disuara-nyaringkan berkenaan dengan problem sehari-hari.

Problem yang kerap dialami oleh masyarakat awam-terutama ibu dan anak-ia terangkan, diberi solusi sesuai dengan audien dan kondisi masyarakatnya, lantas mengajak mereka untuk mengamalkannya.

Dari situ, Hj. Nok Yam Suyami merumuskan cara berdakwahnya dengan tiga prinsip penting; mengenalkan, memahamkan, dan mengajak mengamalkan.

Baginya, pengetahuan agama yang sederhana lantas diamalkan dari ruang paling kecil seperti keluarga, akan memberi dampak yang besar bagi masyarakat secara keseluruhan.

Lebih jauh lagi, Anisah Indriati dalam artikelnya Ulama Perempuan di Panggung Pendidikan: Menelusuri Kiprah Nyai Hj. Nok Yam Suyami (2014) juga mencatat hal penting lainnya.

Beberapanya antara lain, sejak 1975 Hj. Nok Yam Suyami memimpin dan menjadi imam salat tarawih dilanjutkan kultum di Mushala Al-Mabrur.

Di tahun yang sama, ia juga diminta menjadi imam salat subuh dan kultum di Mushala Al-Amin. Dua mushala ini letaknya di Kampung Legoksari, sekira 300 meter dari kediamannya.

Saya rasa kontribusinya yang aktif dan positif ini layak peroleh apresiasi. Minimal dalam definisi ulama perempuan, nama Hj. Nok Yam Suyami layak masuk dan disejajarkan dengan perempuan-perempuan berdaya dan memberdayakan lainnya. Saya rasa begitu. []

Ahmad Sugeng Riady

Masyarakat biasa. Alumni Magister Studi Agama-agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *