Menilik Khazanah Penyair Palestina: Ghassan Khanafani

 Menilik Khazanah Penyair Palestina: Ghassan Khanafani

Mengenal Mufasir dari Tatar Sunda, KH. Ahmad Sanusi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Para penyair Palestina tidak hanya dikenal karena karya sastranya yang indah. Mereka biasanya menjadikan karya sastra sebagai alat propaganda sekaligus perlawanan terhadap okupasi Israel.

Pada pembahasan sebelumnya kita mengenal sosok Mahmoud Darwish, sekarang mari kita membahas salah satu penyair senior Palestina, Ghassan Khanafani.

Biografi Ghassan Khanafani

Ghassan Khanafani adalah seorang penulis, dramawan, jurnalis, dan politisi Palestina yang lahir di Acre, wilayah Mandat Palestina pada tanggal 9 April 1936.

Ayahnya adalah seorang pengacara bernama Fayez dan ibunya adalah Aisha Al-Salem. Setelah Nakba tahun 1948, keluarganya berangkat dari Acre ke Suriah tempat dia tinggal di Zabadani.

Saudara laki-laki dan perempuannya adalah Marwan, Fayzeh, Ghazi, Hassan, No’man, dan Suha. Ia memulai studinya di Les Frères, sebuah sekolah misionaris Perancis di Jaffa.

Setelah keluarganya mengungsi ke Suriah, ia melanjutkan studinya di sekolah umum. Ia menyelesaikan sekolah menengah pertama dan pada tahun 1953 mulai mengajar di sekolah UNRWA di Damaskus.

Khanafani Menyelesaikan sekolah menengahnya pada tahun 1955 dan melanjutkan ke Universitas Damaskus di mana ia belajar di Jurusan Sastra Arab selama tiga tahun.

Dia diusir segera setelah itu karena alasan politik. Ia kemudian lulus dari universitas tersebut dan tesisnya berjudul “Ras dan Agama dalam Sastra Zionis.”

Pada tahun 1961, Khanafani menikah dengan Annie, seorang aktivis sayap kiri Denmark, yang ia temui di Beirut saat bekerja di majalah Al-Horria (Kebebasan).

Ghassan dan Annie memiliki dua anak yaitu Fayez dan Laila. Annie tetap di Beirut setelah kemartirannya dan mendirikan Yayasan Kebudayaan Ghassan Kanafani.

Khanafani Bekerja di surat kabar Al-Rai di Damaskus pada tahun 1955. Selanjutntya ia bergabung dengan saudara perempuannya Fayzeh di Kuwait pada tahun 1955 dan bekerja sebagai guru Seni dan Pendidikan Jasmani selama lima tahun.

Pada tahun 1960, ia Meninggalkan Kuwait untuk bekerja di surat kabar Al-Horria yang dulu terbit di Beirut. 

Pada tahun 1963, ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar Al-Moharrer (The Editor).

Pada tahun 1967, ia menjadi pemimpin redaksi suplemen mingguan surat kabar Al-Anwar (The Lights).

Pada tahun 1969, ia menjadi pemimpin redaksi Al-Hadaf (The Target), majalah mingguan yang menjadi alat propaganda Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP).

Menerbitkan suplemen Palestina untuk surat kabar Al-Moharrer pada tahun 1964.

Berpartisipasi dalam menyampaikan pernyataan politik untuk Front Populer untuk Pembebasan Palestina di mana ia menjadi anggota politbiro dan juru bicara resminya pada tahun 1969.

Pada saat itu, Khanafani memutuskan menggunakan nama pena Fares Fares atau AF (Abu Fayez) agar memuluskan langkah perjuangannya.

Khanafani kemudian mewakili Persatuan Penulis Palestina dalam pertemuan kantor eksekutif Persatuan Penulis Arab di Kairo pada tahun 1971.

Khanafani telah beberapa kali masuk dan penjara. Terakhir kali pada tahun 1971 atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik Raja Faisal dan Raja Hussein di majalah Al-Hadaf .

Ia dibunuh pada tanggal 8 Juli 1972 bersama keponakannya Lamis di distrik Al-Hazmieh, dekat rumahnya, melalui IED yang meledak di bawah mobilnya di Beirut oleh agen Mossad Israel.

Pemikiran dan Karya-karya Ghassan Khanafani

Ghassan Khanafani dikenal luas dengan julukan sang martil Palestina.

Hal ini dikarenakan kegigihan dan keberaniannya secara terang-terangan melawan penjajahan Israel terhadap Palestina, baik melalui karya-karya sastranya maupun forum-forum Internasional.

Kritik tajamnya mampu membungkam pejabat-pejabat Israel dan pemimpin Arab yang bungkam.

Khanafani mendapat penghargaan dari Asosiasi Jurnalis Internasional dan penghargaan Lotus.

Lalu pada tahun 1990, giliran Piagam Seni dan Budaya al-Quds yang jatuh ke tangannya.

Anni Ghassan, isterinya, mendirikan Ghassan Kanafani Cultural Foundation (Yayasan Kebudayaan Ghassan Kanafani) untuk mengenang sang suami tercinta. 

Di samping itu, hari kelahirannya, 9 April, pun diperingati seperti Chairil Anwar di Indonesia.

Ghassan Kanafani telah menjadi legenda sastra Palestina modern, yang karya-karyanya justru semakin mencuat dan banyak dibicarakan setelah ia meninggal.

Sebagai seorang sastrawan, Ghassan sangat produktif berkarya. Berikut ini adalah karyanya berhasil ia terbitkan:

Novel:

  • Rijal fi al-Syams
  • Ma Tabaqqa Lakum
  • Ummu Sa`ad
  • Aid ila Haifa
  • al-Syay’u al-Akhar
  • al-`Asyiq, al-A`ma wa al-Athrasy Barquq Nisan

Antologi Cerpen:

  • Maut Sarir Raqm 12
  • Ardh al-Burtuqal al-Hazin
  • An al-Rijal wa al-Banadiq
  • Alam laisa lana

Naskah Drama:

al-Bab, al-Qubba’ah wa al-Nabiyyah Ukhra. []

 

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *