Menikahkan Perempuan Korban Pelecehan Seksual dengan Pelaku Bukanlah Keadilan

 Menikahkan Perempuan Korban Pelecehan Seksual dengan Pelaku Bukanlah Keadilan

Sebuah SMA di Maryland, Amerika Serikat, Usut Laporan Diskriminasi terhadap Siswa Muslim (Ilustrasi/Hidaytauna)

HIDAYATUNA.COM – Menjadi perempuan nyatanya belumlah merdeka hingga di zaman yang modern sekarang ini. Meskipun perempuan saat ini sudah bisa dengan leluasa mengejar mimpi dan karirnya. Nyatanya masih banyak perempuan yang belum bisa merasakan keamanan dalam menjalani aktivitasnya di luar rumah.

Bukan sekali-dua kali perempuan mengalami pelecehan seksual di jalan. Bentuk pelecehan seksual yang didapat pun berbeda-beda. Baik dalam bentuk catcalling, menyentuh bagian tubuh perempuan, hingga pemerkosaan.

Hal seperti ini tidaklah bisa dibilang sederhana meski tindak catcalling sekali pun. Jika dibiarkan, bukan hal yang mustahil perilaku tersebut akan semakin naik level ke perbuatan yang sangat fatal akibatnya.

Lebih mirisnya lagi, tidak sedikit dari kasus pemerkosaan yang terjadi, demi mencari jalan tengah maka memutuskan untuk menikahkan antara pelaku dengan korban. Apa iya ini yang disebut dengan jalan tengah dan keadilan?

Bukan Jalan Tengah

Seperti dikutip dari Kompas.com, belum lama ini Menko Polhukam Mahfud MD pernah menyatakan. Penyelesaian kasus pemerkosaan dilakukan dengan pendekatan restorative justice melalui pernikahan korban dan pelaku.

Pernyataan beliau ini pun turut menggerakkan Komnas Perempuan memberikan responnya. Melalui Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan bahwa implementasi prinsip restorative justice (keadilan restoratif) dalam perkara pemerkosaan bukan dengan menikahkan korban dan pelaku.

Menurutnya, mengawinkan pelaku dan korban adalah tidak tepat. Sebab pada intinya, restorative justice bukanlah mediasi untuk menengahi persoalan. Melainkan untuk mencegah terjadinya keberulangan.

Dari kasus pemerkosaan, mari kita lihat dari sisi perempuan yang sudah mendapatkan perlakuan sangat buruk dan menodai dirinya. Tentu tekanan yang sangat berat benar-benar menyerang korban. Fisiknya sakit begitu pun mentalnya yang entah sampai kapan akan pulih.

Oleh karena itu, dalam kasus pemerkosaan bukanlah memprioritaskan jalan tengah, melainkan bagaimana upaya untuk memulihkan korban dari traumanya tersebut.

Lagi-Lagi Perempuan yang Disalahkan

Bagi seorang perempuan yang menjadi korban pemerkosaan telah dipandang sangatlah buruk oleh masyarakat. Lagi-lagi pasti perempuan yang akan disalahkan atas kasus tersebut. Di mana banyak orang menyoroti pakaian seperti apa yang digunakannya, lalu jam berapa ia ada di luar rumah sampai bisa mendapat tindakan pemerkosaan.

Sedangkan kasus pemerkosaan tidaklah ada sangkut pautnya sama sekali dengan jenis pakaian maupun kapan perempuan tersebut berada di luar rumah. Seperti yang kita ketahui bahwa ruang publik adalah ruang untuk semua orang.

Siapa saja memiliki hak untuk menggunakan pakaian dan waktunya sendiri, yang seharusnya dijaga bersama keamanannya. Sedangkan jika sampai terjadi pelecehan seksual di ruang tersebut, maka pelakulah yang tidak bisa mengendalikan nafsunya.

Saat perempuan dilecehkan bahkan sampai mendapat perlakuan pemerkosaan, kondisi mentalnya benar-benar terguncang. Rasa marah dan benci itu belum hilang, namun kemudian terjadi keputusan yang katanya jalan tengah dengan menikahkan pelaku dan korban. Tentu ini akan menjadi perlakuan tidak adil secara double yang dialami oleh pihak perempuan.

Islam Sangat Memuliakan Kaum Perempuan

Berbeda dengan zaman pra-Islam yang menyia-nyiakan kaum perempuan dengan mengubur hidup-hidup saat ada bayi perempuan yang lahir. Allah SWT pun sudah berfiman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan perempuan dalam surat An-Nisa ayat 4:

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Dengan begitu, menikahkan korban pemerkosaan dengan pelakunya bukanlah sebuah jalan tengah. Melainkan akan semakin menambah luka bagi korban.

Islam sendiri begitu menjunjung tinggi kaum perempuan agar diperlakukan dengan baik dan tidak melakukan pemaksaan dalam bentuk apa pun.

Widya Resti Oktaviana

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *