Mengungkap Ramalan Jayabaya di Balik Meletusnya Resolusi Jihad
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sejarawan, (alm) KH Agus Sunyoto pernah memberikan tanggapan terkait dengan resolusi jihad NU dan ramalan Jayabaya.
Hal itu ia ungkapkan dalam bukunya berjudul “Fatwa dan Resolusi Jihad; Sejarah Perang Rakyat Semesta di Surabaya, 10 November 1945.”
Ia menjelaskan bahwa rakyat dan anggota kelaskaran di Surabaya melakukan latihan menembak menggunakan aneka jenis senjata, beberapa hari setelah Fatwa Jihad fi Sabilillah dan Resolusi Jihad NU dikumandangkan.
“Mereka yang berlatih tidak hanya pemuda-pemuda kampung sekitar markas TKR, melainkan diikuti pula pemuda-pemuda dari kampung-kampung yang jauh dari markas TKR seperti kampung Kranggan, Blaoeran, Kebangsren, Kedoengdoro, Kedoengroekem, Genteng, Goebeng, Kepoetran, Dinojo, dan bahkan Wonokromo,” ungkap Agus Sunyoto dalam tulisannya dikutip Selasa (18/10/2022).
Sementara tiap sore sampai malam, beratus-ratus pemuda dari Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Gresik, Malang berkumpul di pesantren-pesantren, terutama Pesantren Ngelom, Sepanjang, untuk menerima gemblengan dari KH Hamzah Ismail, keluarga KH Abbas, Boentet, Cirebon.
“Tanggal 23 Oktober 1945 di tengah kesibukan berlatih menembak dan mempersiapkan penyambutan kedatangan Sekutu serta membincang seruan Jihad Fi Sabilillah yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari, penduduk Kota Surabaya hangat membincang tentang bakal terjadinya perang besar di Surabaya melawan balatentara lnggris dan Belanda yang akan datang atas nama Sekutu,” sambungnya.
Tidak diketahui siapa yang mula-mula menyebarkan ramalan Jayabaya. Hal ini seperti saat Jepang akan datang tiba-tiba.
Waktu itu tersebar ramalan Jayabaya tentang bakal datangnya “orang cebol kulit kuning yang lamanya hanya seumur jagung”.
Saat menjelang kedatangan tentara Sekutu pun, tersebar kembali ramalan Jayabaya yang memungkinkan akan pecahnya perang besar di Surabaya.
Ramalan tersebut hangat diperbincangkan masyarakat sejak memasuki minggu kedua bulan Oktober1945.
Tersebarnya Fatwa Jihad fi Sabilillah NU memperkuat perbincangan tentang ramalan itu.
Hampir semua yakin bahwa seruan dari KH Hasyim Asy’ari itu akan menjadi pemicu bagi pecahnya perang besar di Surabaya melawan lnggris dan Belanda sebagaimana telah diramalkan.
Dalam perbincangan mereka, ramalan Jayabaya dalam perang besar itu akan dimenangkan oleh orang-orang Jawa yang menggunakan senjata bambu runcing.
Para pemuda di gardu-gardu penjagaan kampung dengan serius mendengarkan orang-orang tua melantunkan tembang “Dandanggula Semut Ireng” yang memuat ramalan Jayabaya tersebut.
Menurut Agus Sunyoto orang-orang Surabaya menafsirkan ramalan tersebut dengan pemahaman masing-masing, tapi secara umum, hampir mirip.
Semut ireng atau semut hitam bermakna orang Jawa yang kecil dan lemah tak memiliki kekuatan.
“Anak-anak sapi” berarti melahirkan sapi, ditafsirkan melahirkan sapi hutan atau banteng yang siap menyerang musuh.
“Kebo bang” ditafsirkan sebagai kerbau bule yang berarti Belanda dan Inggris.
“Kang nyabrang bengawan” ditafsirkan bahwa bangsa bule itu menyebrang lautan datang ke Indonesia. []