Mengucapkan Selamat Natal Bagi Seorang Muslim, Boleh Nggak Sih??
Indonesia adalah Negara kesatuan yang di dalamnya terdapat ragam keagamaan, suku, budaya, dan adat istiadat. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, semestinya perbedaan-perbedaan tersebut bisa menciptakan kerukunan antar sesama. Namun dalam kenyataananya tidak jarang terjadi konflik atas dasar perbedaan tersebut, seperti terjadinya kerusuhan yang berakhir dengan pembakaran Masjid dan rumah ibadah lainnya. Hal ini mengakibatkan ketegangan di antara warga yang berbeda agama. Karenanya dibutuhkan pemahaman terhadap keberagamaan yang didasari atas kesadaran perbedaan tanpa adanya pemaksaan.
M. Quraish Shihab berpandangan bahwa umat Islam diperbolehkan menghadiri perayaan hari raya non-Muslim dan mengucapkan selamat Natal, dengan argumen bahwa Allah swt., mengabadikan ucapan selamat Natal di dalam surat Maryam ayat 33:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Melalui ayat di atas M. Quraish Shihab berpendapat bahwa dalam konteks ucapan selamat Natal, kalaupun non-muslim memahami ucapan tersebut sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena seorang muslim yang mengucapkannya memahami ucapannya sesuai pula dengan keyakinannya. Adapun larangan pengucapan selamat Natal oleh MUI menurutnya lebih banyak ditujukan kepada mereka yang khawatir akan hilangnya akidah.
Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat ulama pada umumnya, Ali Mustafa Yakub mengatakan bahwa M. Quraish Shihab juga berargumen tentang pembolehan ucapan selamat Natal dengan hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
“Anas bin Malik meriwayatkan bahwa anak dari Abu Thalhah mengeluh kesakitan, sehingga meninggal dunia sedangkan Abu Thalhah sedang keluar. Ketika isterinya melihat kematian anaknya, maka ia memindahkan anaknya ke sudut rumah. Lalu ketika Abu Thalhah pulang, ia bertanya, “bagaimana keadaan si anak? “isterinya menjawab: tubuh si anak telah tenang tertidur, aku berharap ia bisa beristirahat.” Abu thalhah mengira bahwa isterinya berbicara yang sebenarnya. Kemudian Abu Thalhah tidur. Setelah pagi hari ia mandi. Ketika Abu Thalhah ingin berangkat keluar, isterinya memberitahukan bahwa sebenarnya anak mereka telah meninggal. Lalu Abu Thalhah salat subuh berjamaah denan Nabi saw., setelah itu, ia memberitahukan kepada Nabi saw., keadaan yang menimpa keluarganya. Maka Nabi saw., bersabda, “semoga Allah telah memberkahi malam kalian berdua.”
Hadis yang dijadikan dalil oleh M. Quraish Shihab adalah sahih karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari yang telah disepakati kesahihannya dan diterima oleh umat Islam. Namun menurut Ali Mustafa Yaqub metode pengambilan dalilnya untuk memperbolehkan pengucapan Selamat Hari Raya Natal oleh seorang Muslim kepada orang Kristen; jika ia berniat dengan pengucapan itu salam terhadap Nabi Isa bin Maryam, perlu ditinjau kembali.
Pasalnya jika ditinjau apa yang terjadi pada sahabat Abu Thalhah tidaklah berkaitan dengan permasalahan akidah. Perkataan tersebut tidak merusak agama dan akidah. Menurut Ali Mustafa Yakub tindakan isteri Abu Thalhah pada hadis tersebut bermaksud untuk menenangkan hati suaminya yang baru datang dari luar rumah. Sikap tersebut hanya untuk menjaga keharmonisan rumah tangga saja, agar suaminya tidak terlalu bersedih karena kematian anaknya.
Imam as-Syatibi (790 H) pernah mengungkapkan dalam kitab al- muwâfaqât bahwa prinsip-prinsip ritual keagamaan bertujuan untuk menjaga agama (Hifzu ad-Dîn) dari aspek yang nyata seperti keimanan, pengucapan syahadat, salat, zakat, puasa, haji dan hal-hal lainnya. Karnanya dalam hal ini menjaga agama merupakan suatu kewajiban sedang merusaknya merupakan suatu keharaman.
Ali Mustafa Yakub menyebutkan bahwa ada delapan macam toleransi dalam masalah agama yang diharamkan, seperti; tolong-menolong dalam dosa, perbuatan yang merusak akidah, mencampurkan yang hak dengan yang batil, menghadiri perayaan Agama non-Muslim (Syahadah az-Zur), membantu kezaliman, berbuat bahaya, hal-hal yang dilarang dalam kaidah fikih, mengakui kebenaran Agama non-Islam.
Agaknya titik temu dari perbedaan pendapat di atas ada pada persoalan akidah. M. Quraish Shihab pun tidak serta-merta membolehkan pengucapan selamat Natal, namun beliau memberi syarat kepada si pengucap selamat Natal dengan tolok ukur niatnya. Akan tetapi justru pilihan tersebut dibantah oleh Ali Mustafa Yakub karena pengambilan dalil yang tidak tepat.
Terlepas dari masalah apapun, selamat Natal tidak perlu untuk diucapkan, dengan tidak mengucapkan selamat Natal pun tidak mengurangi sikap toleransi seorang muslim, sebab sikap toleransi itu adalah ketika orang-orang non-Islam beribadah, haram hukumnya mengganggu ibadah, mencaci-maki tuhan mereka apalagi sampai memaksa mereka untuk memeluk Islam.
Sumber:
- Sahih al-Bukhari Karya Al-Bukhari
- Toleransi Antar Umat Beragama Karya Ali Mustafa Yakub
- Al-Muwafaqat fi Usuli at-Tasyri Karya Imam as-Syatibi
- Toleransi Karya Ali Mustafa Yakub
- Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab