Menggali Filosofis Idul Adha

 Menggali Filosofis Idul Adha

“Oleh: www.hidayatuna.com “

اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ

اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ:

فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ. وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada kita semua, dan semoga kenikmatan tersebut dapat kita daya upayakan semaksimal mungkin untuk mencapai kemanfaatan di dunia maupun di akhirat.

Shalawat serta salam kita haturkan ke hadirat Baginda Rasulullah Muhammad SAW atas segala perjuangan dan teladannya. Beliau SAW telah membangun sumber daya manusia yang tercerahkan secara rohaniah dan tersejahterakan secara lahiriah. Dengan sejarah yang gemilang telah mengantarkan tata kehidupan yang harmonis dan keseimbangan pemenuhan kebutuhan antara investasi untuk kesejahteraan dunia dan investasi amal SoIeh untuk menyongsong kehidupan ukhrawiyah dengan berpacu dalam amaliah hasanah dan berjuang mencegah kemungkaran serta kemadharatan. ltulah suri teladan agung yang telah ditorehkan sejarah Islam dengan tinta emas, sebagai model insan kamil yang harus diserap dalam kepribadian umat Islam.

Karena itu, mari kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan cara mengamalkan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, melanjutkan misi kenabian Rasulullah Muhammad SAW dengan berakhlak yang tepuji (akhlaq al-karimah) sebab dengan akhlaq al-karimah insya

Allah kehidupan dunia ini akan semakin tertib, semakin damai, dan sejahtera. Nabi Muhammad SAW bersabda:

 إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak yang mulia

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia,

Pada pagi hari yang penuh berkah ini, kita umat Islam berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Bersama-sama kita ruku’ dan sujud sebagai wujud ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan kepada Allah SWT. Alunan takbir dan tahmid kita gemakan, sebagai pernyataan dan pengakuan atas ke-Maha-Agungan Allah SWT. Takbir dan tahmid yang kita kumandangkan, adalah pengakuan, sakhshiyyah, kesaksian, bahwa tidak yang pantas ditakuti, tidak ada yang pantas disembah, kecuali Allah SWT.

Oleh karena itu, melalui mimbar ini, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian, mari kita sempurnakan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Mari tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kesombongan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun pangkat dan kebesaran yang kita sandang, sesungguhnya kita kecil di hadapan Allah. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita di depan manusia, sungguh tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.

 اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia,

Setiap tahunnya umat Islam merayakan hari raya Qurban atau Adha. Tetapi tidak banyak umat Islam yang memahami makna besar yang terkandung dalam ‘Idul Adha. sehingga perayaannya pun hanya berupa rutinitas saja. Jika kita memahami lebih dalam tentang makna yang terkandung pada hari raya Idul ‘Adha yaitu tentang ketaatan, pengorbanan dan persatuan umat Islam. tentunya dari makna tersebut kita dapat mengambil banyak pelajaran yang dapat kita contoh untuk mengarungi

kehidupan menjadi lebih baik. Ketaatan dalam konteks ini adalah senantiasa menaati semua perintah Allah SWT, meskipun untuk itu kita mesti mengorbankan Sesuatu yang paling kita cintai. ‘Idul Adha juga merupakan kisah tentang pengorbanan, dalam arti sikap mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti ketaatan kita kepada Allah.

Allah SWT bertirrnan:

 لَن يَنالَ اللَّهَ لُحومُها وَلا دِماؤُها وَلٰكِن يَنالُهُ التَّقوىٰ مِنكُم ۚ كَذٰلِكَ سَخَّرَها لَكُم لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلىٰ ما هَداكُم ۗ وَبَشِّرِ المُحسِنينَ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. ” (QS:AI Hajj:37)

 اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia

Ada dua ritual ibadah penting yang berkaitan dalam Idul Adha, yaitu ibadah Haji dan ibadah Qurban. Kedua ritual tersebut menandakan kita seharusnya semakin dekat dengan Allah. Karena dua ibadah tersebut menunjukkan adanya pengorbanan dan perjuangan dalam ibadah. Juga menunjukkan bagaimana sikap pasrah dan tawakkal kita dalam melakukan ibadah tersebut. Dua ibadah besar itu menujukkan bahwa ibadah pun dilakukan dengan mengeluarkan harta untuk berhaji dan membeli hewan qurban. Semuanya ini ditujukan untuk mencapai tujuan akhir yaitu takwa.

Dalam ibadah Haji, ada beberapa tahapan ritual yang akan kita kupas maknanya. Pertama adalah Ihram yang maknanya ingat mati. Ihram dalam ibadah Haji, identik dengan takbiratul ihram pada ibadah Shalat. Keduanya adalah batas dimulainya ibadah. Ihram secara harfiah berarti pengharaman. Maksudnya, orang yang sudah berihram sudah mulai memasuki zona larangan yang telah ditetapkan selama ihram dalam Haji. Karena itu, pengetahuan tentang larangan hajj harus anda ketahui. Makna di balik ihram Haji adalah kematian! Maksudnya. agar kita ingat mati. Ya, Saat ihram anda seperti mayat yang hanya dibalut kain kafan putih yang tidak berjahit. Setelah ihram (mati), lantas anda digiring ke padang Arafah untuk menjalani wuquf.

Kedua, Wuquf adalah berdiam diri di padang Arafah. Secara bahasa, wuquf artinya berhenti. Berhenti untuk tidak memikirkan duniawi, karena wuquf pada dasarnya adalah simulasi berkumpulnya manusia di padang Mahsyar setelah manusia di bangkitkan pada hari Kiamat, menunggu peradilan. Karena itu, jadikan wuquf seolah-olah anda sedang menunggu peradilan Allah. Ingatlah ketidaktaatan (dosa) yang pernah dilakukan. Lalu mohonlah ampun di Arafah, dan berniatlah untuk menjadi orang yang taat setelahnya agar saat menghadapi Mahsyar yang sebenarnya kita sudah lebih siap, rukun ibadah haji selanjutnya adalah Thawaf. Rukun haji ini adalah lambang ketaatan kita sebagai makhluk Allah SWT. Sebelum thawaf, ada rangkaian kegiatan ibadah Haji lainnya seperti bermalam di Muzdalifah, lempar jumrah, dll. Tapi ini bukan termasuk rukun ibadah haji.

Ketiga, Thawaf yang berarti buah wuquf,Jelasnya, tafakur di Arafah harus mampu membangkitkan motivasi untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah. Thawaf adalah simbol ketaatan makhluk. Mengapa? Ini fenomena yang unik dan menarik yang harus kita ketahui. Thawaf adalah berputar mengelilingi ka’bah dengan arah berlawanan jarum jam. Semua makhluk di jagad raya taat kepada .Allah dengan cara demikian. Buktinya, setiap benda tersusun dari atom. Termasuk tubuh kita. Atom terdiri atas sebuah inti atom dan beberapa elektron. Seluruh elektron di dalam atom bergerak mengelilingi inti atom persis seperti thawaf mengelilingi ka’bah. Tidak hanya itu. Jagat raya (makro kosmos) juga semua berthawaf mengelilingi pusatnya masing-masing. Bulan berthawaf mengelilingi bumi. Bumi berthawaf mengelilingi matahari. Matahari berthawuf mengelilingi pusat galaksi. Semua makhluk di jagat raya berthawaf(taat) kepada Allah. Karena itu, saat anda melaksanakan thawaf tekadkan dalam hati anda bahwa anda sedang dan akan terus melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Jika ini dilakukan, insya Allah ritual rukun ibadah Haji  ini akan mengantarkan kita menjadi haji mabrur.

Keempat, Sa’i yang berarti perjuangan. Ritual rukun ibadah Haji ini mengingatkan kepada perjuangan Siti Hajar bolak-balik dari Shafa ke Marwah mencari air untuk anaknya. Ismail. Ini sebuah makna perjuangan harus kita teladani dalam hidup. Hidup adalah perjuangan. Untuk taat iuga perlu perjuangan. Untuk sukses dunia akhirat pasti perlu perjuangan.

Kelima, Bercukur (Tahallul) yang artinya memangkas kesombongan. Jika ihram haji identik dengan takbiratul ihram dalam shalat, maka tahallul identik dengan salam ketika shalat. Keduanya adalah batas untuk mengakhiri ibadah, dengan semangat “damai dan rendah hati”. Bercukur rambut setelah melontar jumrah ‘aqabah merupakan tahallul (awal). Rambut adalah mahkota keindahan. Tanpa rambut, manusia akan kehilangan bagian keindahannya. Rambut menjadi tren yang terkadang dapat memicu kesombongan pemiliknya. Tahallul dengan potong rambut adalah simbol memangkas kesombongan, agar kita menjadi orang yang

rendah hati .

 اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul ‘Adha yang Berbahagia

            Di antara pelajaran terpenting dari ibadah Haji ini adalah pesan persatuan umat. Pesan ini tampak jelas sekali. Jamaah Haji akan dapat menyaksikan berkumpulnya umat Islam dari seluruh pelosok dunia untuk melakukan ibadah yang sama, zikir yang sama, di tempat yang sama dan dengan busana ihram yang sama tanpa mempedulikan lagi batasan negara bangsa (nation state), perbedaan suku, warna kulit dan bangsa. Persatuan itu merupakan kodrat seperti firman Allah SWT: dalam Al Quran Surat Al- Hujurat ayat 13;

يا أَيُّهَا النّاسُ إِنّا خَلَقناكُم مِن ذَكَرٍ وَأُنثىٰ وَجَعَلناكُم شُعوبًا وَقَبائِلَ لِتَعارَفوا ۚ إِنَّ أَكرَمَكُم عِندَ اللَّهِ أَتقاكُم ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ خَبيرٌ

Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciprakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di Sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS. Al-Hujurat: 13)

Berkumpulnya jamaah Haji dengan sesama muslim dari pelosok dunia akan menyadarkan mereka, bahwa yang mempersatukan Islam hanya satu faktor saja, tidak lebih, yaitu sebagai kaum muslimin.

Adapun yang bisa dipetik dari makna historis dalam ibadah Haji adalah mengambil hikmah peristiwa kenabian yang berpusat pada episode perjalanan hidup Nabi Ibrahim a.s., Siti Hajar, dan putranya Nabi Ismail yang kemudian menjadi landasan spiritual bagi pembangunan kota Mekkah Dimulai dari saat Nabi Ibrahim as menerima firman Tuhan melalui mimpinya untuk “menyembelih putranya”, kemudian Nabi Ibrahim as mengalami kebimbangan yang dalam untuk memahami firman Tuhan melalui pemikiran dan perenungan yang dalam, kebimbangan itu berproses secara dialektik dan kemudian membentuk pandangan hidup, yaitu tiga filosofi hidup berupa cinta, kebenaran dan pengorbanan.

 اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia

Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim a.s. untuk “menyembelih” putranya, sangat bertentangan dengan logika sehat. Anak adalah buah cinta kasih dan bermakna bagi kelangsungan hidup suatu generasi. Karena itu diperlukan pemaknaan simbolik, dan perintah itu tidak berarti harus dilakukan seperti apa adanya, dan dalam konteks mimpi Nabi Ibrahim a.s., maka Tuhan menggantinya dengan hewan korban seekor domba. Penyembelihan hewan korban itulah yang sampai saat ini dilakukan sebagai bagian dari ibadah haji, dan secara simbolik seharusnya mendorong peningkatan kepedulian kepada nasib Sesamanya. dengan bersedia berkorban atas nama cinta dan kebenaran.

Selain itu, qurban adalah simbol perjuangan manusia mewujudkan solidaritas sosial-ekonomi demi kesejahteraan bersama. Sayyid Rasyid Ridho menyatakan, bahwa: “ibadah qurban melambangkan kebenaran yang menuntut tingkat kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang tinggi”. Pandangan ini mengajak kita untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada dimensi moral dan perjuangan kemanusiaan ini. Dan harus terus diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial. keberpihakan Islam terhadap komunitas manusia yang miskin atau dimiskinkan oleh struktur sosialnya mempakan komitmen utama Islam. Menyembelih hewan adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang menyesatkan dan yang seringkali tidak peka dan tak peduli terhadap penderitaan orang lain.

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘ldul Adha yang Berbahagia

Oleh karena itu, dalam konteks kekinian dalam memahami ibadah kurban kita harus melakukan proses baru dalam pemaknaan terhadap firman Tuhan, agar pemahaman manusia terhadap firman Tuhan tidak jatuh pada formalisme yang sempit dan berlawanan dengan kemanusiaan universal. Fenomena sosial menunjukkan bahwa pemahaman yang sempit terhadap doktrin keagamaan, seringkali memicu konflik kekerasan, dan sejarah pun telah mencatat kekerasan atas nama agama terjadi dalam berbagai aspek kehidupan umat beragama. Nabi Ibrahim a.s. adalah pusat pertemuan agama Yahudi, Kristen dan Islam, tetapi kekerasan juga terjadi hingga sekarang dalam kehidupan diberbagai belahan dunia, antar pemeluk agama Yahudi, Kristen dan Islam, meskipun sama-sama berpusat pada nabi Ibrahim.

Makna simbolik dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. tersebut sesungguhnya hendak menjelaskan makna trilogi: cinta, kebenaran dan pengorbanan. Dalam kehidupan ini, manusia membutuhkan cinta, bahkan manusia akan mati tanpa rawatan cinta. Dan cinta itu harus didasarkan pada kebenaran, untuk memberikan makna pada pengorbanan yang lahir atas nama cinta itu. Dalam konteks Nabi Ibrahim a.s., trilogi cinta, kebenaran, dan pengorbanan telah digambarkan secara sempurna, di mana manifestasi cinta yang menuntut suatu pengorbanan didasarkan pada kebenaran Ilahi sebagai suatu kebenaran yang mutlak dan berlaku sepanjang masa.

Dalam kehidupan yang serba materialistik dan pragmatis dewasa ini, terasa semakin sulit seseorang untuk mendapatkan cinta yang tulus. Cinta adalah sesuatu yang kodrati, yang muncul dan diterima secara langsung apa adanya. Cinta adalah sesuatu yang otentik dan menjadi salah satu kebutuhan emosional yang paling mendasar. Cinta memerlukan pengorbanan, karena

mencintai adalah memberi, dan memberi pada dasarnya memerlukan landasan kebenaran, sehingga pengorbanan atas nama cinta tidak boleh melanggar moral dan prinsip kemanusiaan universal. Atas nama cinta pengorbanan tidak bisa diwujudkan dengan kekerasan, perampokan dan korupsi.

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia

Tiga Filosofi berupa cinta, kebenaran, dan pengorbanan yang dipetik dari hikmah perjalanan Nabi Ibrahim a.s., sebenarnya dapat menjadi dasar untuk bisa keluar dari krisis bangsa. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan salah satu rukun Islam adalah menjalankan ibadah Haji bagi yang mampu, serta sudah puluhan juta yang melakukan ibadah Haji, maka Indonesia seharusnya dapat memperoleh berkah dari ibadah Haji ini.

Karena itu, sebagai bangsa yang sedang bergulat melawan krisis, maka dengan filosofi Haji yaitu cinta, kebenaran, dan pengorbanan dapat menginspirasi bangsa untuk mengatasinya. Kalau kita mencintai bangsa dan negara, maka kita harus bersedia berkorban untuknya. Pengorbanan kita pada bangsa dan negara harus didasarkan pada kebenaran yang menjadikan dasar hidup berbangsa dan bernegara itu sendiri, yaitu Pancasila. Karena itu, dialektika cinta dan Pancasila diharapkan melahirkan pengorbanan untuk membangun peradaban bangsa yang lebih maju.

Tanpa dasar cinta yang Otentik dan pengorbanan untuk menghormati perbedaan, maka kebhinekaan bangsa tidak akan menjadi rahmat, tetapi akan berbalik menjadi malapetaka, dengan munculnya konflik kekerasan yang  terjadi di mana-mana. Kesediaan untuk menghargai dan menghormati atas adanya perbedaan adalah suatu pengorbanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan pengorbanan itu hanya bisa ditumbuhkan Oleh cinta yang otentik, sehingga perbedaan itu menjadi proses pengayaan jiwa bangsa. Bagi bangsa Indonesia, landasan kebenaran itu adalah Pancasila yang sekarang terasa lemah gaungnya. Filosofi cinta, kebenaran, dan pengorbanan yang diajarkan dalam ibadah Haji harus diaktualisasikan dalam realitas kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Karena itu, kita sesungguhnya memerlukan “Haji” kebangsaan. Yaitu mewujudkan filosofi cinta, kebenaran, dan pengorbanan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, kita perlu meningkatkan kepedulian untuk merawat serta memupuk cinta pada bangsa dan negara. berdasarkan atas kebenaran Pancasila. agar dapat melahirkan pengorbanan dan pengabdian kita mengatasi berbagai masalah dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. untuk membangun kehidupan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang lebih adil. sejahtera dan bemartabat. serta lebih berperadaban mulia.

 اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘idul Adha yang Berbahagia

            Adapun ritual ataupun ibadah Qurban memiliki bermacam makna. Seorang pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Shihab menjelaskan bahwa dalam bahasa Al-Qur’an. pengertian kurban lebih banyak diartikan sebagai persembahan. Qurb itu artinya dekat, sesuatu yang berharga kita persembahkan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah, itulah kurban. Dalam Idul ‘Adha, memang ada kata yang juga diartikan kurban terambil dalam kata adha ini. Karena itu tadi, seorang atau sesuatu yang terlukai itu mestinya menimbulkan rasa iba kepadanya dan pada akhimya anda akan merasakan sakit sebagaimana sakitnya yang dikorbankan, itu pengertian kebahasaan dari kurban.

Mengenai pengorbanan dan persembahan seorang hamba kepada Tuhannya bukan dilihat dari seberapa banyak ataupun seberapa besar jumlah yang dikorbankan, akan tetapi keihklasan hati yang diperhitungkan.

Dikisahkan dalam Al-Quran bahwa dua anak Adam, yang beranama Qabil dan Habil mempersembahkan hasil usahanya, kepada Tuhan. Yang satu diterima, yang satu tidak. Dijelaskan bahwa yang diterima Allah adalah kurban yang baik, yaitu kurban yang diberikan Habil. Tapi dari persembahan yang diberikan Qabil, Allah tidak menerima daging korban, tidak juga menerima darahnya. Yang diterima Allah dari kurban yang diberikan manusia adalah ketulusan hati dan ketakwaan yang memberikan.

Berkaitan dengan hati, Rasulullah SAW menunjuk bahwa takwa itu adanya di hati Karena itu, disyari’atkannya Idul Adha dengan mengorbankan, dengan menyembelih binatang tertentu itu sebenarnya adalah kurban untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, dan yang diterima- Nya itu bukan daging atau darah kurbannya tapi ketulusan hati yang memberikan. Karena itu bisa jadi satu orang mempersembahkan satu kambing. yang lain kerbau yang besar, tapi yang diterima kurbannya adalah yang memberikan kambing. karena Tuhan tidak melihat besar atau kecilnva kurban, tapi ketulusan hati masing-masing harnba-Nya dalam berkurban.

Dengan melakukan Pengorbanan (Berkurban) itu sudah merupakan salah satu bentuk dari kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya Kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa pengorbanan. Seorang ulama berkata “Cinta manusia kepada Allah dan Rasul-nya adalah menaati keduanya dan ridha kepada semua Perintah Allah dan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya.”. Jadi, tak ada cinta tanpa ketaatan, dan tak ada ketaatan tanpa pengorbanan. Pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, merupakan tauladan bagi kita akan wujud kecintaan dan ketaatan yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Karena itu, jika kaum Muslim ingin mewujudkan kecintaan dan ketaatan yang sebenarnya kepada Allah SWT, maka harus siap untuk berkorban. Berkorban dalam hal ini, tentu tidak sekadar menyembelih hewan korban, tapi berkorban dalam arti yang luas. Allah SWT Berfirman:

 قُل إِن كانَ آباؤُكُم وَأَبناؤُكُم وَإِخوانُكُم وَأَزواجُكُم وَعَشيرَتُكُم وَأَموالٌ اقتَرَفتُموها وَتِجارَةٌ تَخشَونَ كَسادَها وَمَساكِنُ تَرضَونَها أَحَبَّ إِلَيكُم مِنَ اللَّهِ وَرَسولِهِ وَجِهادٍ في سَبيلِهِ فَتَرَبَّصوا حَتّىٰ يَأتِيَ اللَّهُ بِأَمرِهِ ۗ وَاللَّهُ لا يَهدِي القَومَ الفاسِقينَ

Katakanlah, jika bapak-bapak. anak-anak, Saudara-saudara. isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawutiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah Rasul-Nya dan (dari) berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petuniuk kepada orang-orang fasik “. (QS. At-Taubah: 24)

Dalam ayat ini, kita diperintahkan untuk menempatkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaan kepada yang lain Artinya, di Saat Allah SWT memerintahkan sesuatu yang menuntut pengorbanan baik berupa harta, keluarga. maupun perniagaan yang kita cintai. Kita harus siap melakukannya. Pengorbanan inilah yang akan mendatangkan balasan dari Allah berupa keridhaan. ampunan. pertolongan kemenangan. dan kemuliaan. Allah SWT bertirman: Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jama’ah Shalat ‘Idul ‘Adha yang Berbahagia

            Dengan demikian bisa disimpulkan kalau kita ingin lebih mendalam memahami hikmah dari berkurban maka berkurban tidak harus dimaknai secara keagamaan semata, berkurban juga harus dimaknai secara filosofi. setidaknya, ada tiga filosofi berkurban yang penting dimaknai manusia dan masyarakat bernegara agar mampu membangun bangsa dan negara. Filosofi pertama, berkurban adalah bukti ketulusan dan ketundukan. Bagi masyarakat bernegara, hal ini dapat dimaknai agar senantiasa berbuat dan bekerja tulus bagi kemajuan bangsa dan negara. Sekaligus mematuhi konstitusi atau hukum berlaku. Berkurban yang merupakan bentuk ibadah umat Islam adalah sebuah revolusi kebudayaan. Sebelum kejadian Nabi Ibrahim a.s. mengurbankan Nabi Ismail a.s. yang kemudian diganti dengan hewan sejenis kambing, sejarah memang dipenuhi dengan korban manusia. Sejak masa Nabi Ibrahim a.s., barulah simbolisasi korban diganti hewan.

Simbolisasi itu menunjukkan bahwa Tuhan memerintahkan pada manusia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Tidak boleh ada lagi manusia yang dikurbankan dalam sebuah upacara. Siapa pun, manusianya, tidak boleh menjadi kurban. Kurban manusia jelas melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.

Filosofi kedua terkait dengan kinerja. Berkurban mengajarkan keyakinan, kesetiaan, dan loyalitas tanpa batas. Loyalitas, keyakinan, dan kepatuhan Nabi Ibrahim a.s. serta Nabi Ismail a.s. harus dipedomani. loyalitas dan keyakinan itu sangat relevan dengan prinsip-prinsip kerja. Masyarakat bernegara juga harus memiliki kepatuhan, loyalitas, dan kesetiaan pada dasar dan ideologi Negara. Spirit berkurban itu harus terus digali, dikembangkan, dan diimplementasikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Itu merupakan wujud dari eksistensi masyarakat bagi bangsa dan negara yang kita cintai.

Filosofi ketiga dalam berkurban adalah spirit atau semangat berbagi kepada sesama anak bangsa. Spirit kepedulian penuh kepada bangsa dan negara. Spirit berbagi dan kepedulian terus kita tumbuhkembangkan. kepedulian antar sesama masyarakat bukan saja pada saat bencana tetapi Juga di masa keadaan berjalan normal.

Dengan pemahaman seperti itu, dapat diyakini, semangat tolong- menolong dan bergotong-royong akan menjadi jati diri sejati bangsa. Pada akhirnya spirit itu makin mengokohkan persatuan nasional yang harus dijaga sesuai amanah para pendiri Negara Indonesia.

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ. إِنّا أَعطَيناكَ الكَوثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانحَر. إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الأَبتَرُ

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *