Mengenal Utbah bin Ghazwah: Sahabat Rasulullah Sang Pendiri Basrah

 Mengenal Utbah bin Ghazwah: Sahabat Rasulullah Sang Pendiri Basrah

Mengenal Abu Hurairah, Sahabat Nabi yang Dzobit dan Mencintai Hewan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kebanyakan dari kita telah banyak mengenal sosok Imam Hasan al-Basri, salah satu ulama terkemuka yang lahir di kota Basrah.

Tidak hanya Hasan al-Basri, beberapa tokoh-tokoh besar banyak dilahirkan dan mengembangkan potensi intelektualnya di salah satu pusat peradaban Islam yang saat ini merupakan kota terbesar kedua di Iraq setelah Baghdad.

Tak heran kota ini menjadi besar dan berperadaban maju karena kota ini didirikan dan dikembangkan oleh salah satu sahabat Rasulullah saw. yang memiliki kecerdasan intelektual diatas rata-rata, yaitu Utbah bin Ghazwah.

Utbah bin Ghazwah adalah seorang sahabat Rasulullah Saw. dilahirkan tahun 584 M (40 tahun sebelum Hijriyah).

Ia merupakan orang ketujuh dari tujuh orang yang pertama kali masuk islam (As-Sabiqunal Awwalun) dan menyatakan berbaiat kepada Rasulullah serta bersedia berjuang menghadapi kedzaliman orang-orang Quraisy.

Keikutsertaan Utbah bersama Rasulullah terus terjalin semenjak awal periode dakwah di kota Mekkah hingga pasca peristiwa hijrah ke kota Madinah.

Ketika ia mendapat perintah hijrah terlebih dahulu ke Habasyah, kerinduan Utbah kepada Rasulullah membuatnya kembali ke Mekkah dan tinggal di samping Rasulullah hingga datangnya perintah untuk hijrah ke kota Madinah.

Sebagai salah  satu sahabat yang selalu ta’at kepada perintah Allah dan Rasul-nya, ia selalu memegang teguh prinsip hidup mulia akan menjadi bekal bagi nurani manusia untuk berkembang sesuai dengan masanya.

Utbah juga dianugerahi kecerdasan intelektual  yang tinggi serta kematangan pemikiran dalam strategi peperangan.

Keikutsertaan Utbah dalam setiap peperangan kaum muslimin terus berlanjut bahkan setelah Rasulullah saw. wafat.

Ia menjadi salah satu tokoh penting pada masa pemerintahan Umar bin Khattab yang berperan dalam penaklukkan Persia.

Dengan kematangan strategi perang serta ketepatan dalam membaca taktik pasukan Persia, Utbah beserta tantara muslimin di bawah komandonya berhasil menakulkkan wilayah Ubullah.

Di tanah Ubullah itu, Utbah beserta kaum muslimin yang lain membangun kota Basrah serta merancang administrasi dan tata Kelola Basrah dan menjadikan kota tersebut sebagai kota pelabuhan terpenting pada masa itu.

Kemudian Amirul Mu’minin Umar bin Khattab mengemanahkan kepada Utbah untuk menetap dan menjadi gubernur Basrah.

Hingga akhir hayatnya, Utbah bin Ghazwah terus memerintah kota Basrah.

Utbah meninggal dunia setelah menunaikan ibadah haji ketika melakukan perjalanan kembali ke Basrah dari kota Madinah.

Pidato Utbah bin Ghazwah Tentang Tidak Berambisi Menjadi Orang Besar.

Sebagai salah satu dari As-Sabiqunal Awwalun, Utbah bin Ghazwah adalah salah satu sahabat Rasulullah Saw. yang memiliki keutamaan dan kemuliaan yang tinggi serta merupakan salah satu tokoh penting bagi kaum muslimin pada masa itu.

Tetapi, dengan kerendahan hati dan kezuhudan yang ia miliki tidak pernah ada sedikitpun tersirat dari Utbah untuk memiki ambisi menjadi orang besar atau bahkan pejabat sekalipun ia merupakan seorang gubernur Basrah.

Bahkan ketika menjelang akhir hayatnya, ia sempat memohon kepada Amirul Mukminin Umar Bin Khattab untuk meletakkan jabatannya tetapi Umar menolak.

Hingga ia memohon kepada Allah untuk tidak menjadi gubernur  Basrah lagi, kemudian Allah mengabulkan do’a utbah dan Utbah pun menemui ajalnya ketika ia  dalam perjalanan kembali ke Basrah.

Kerendahan hati Utbah tersebut tergambar jelas dalam salah satu pidatonya sebagai berikut:

“Sesungguhnya dunia ini akan dibalik seperti halnya sepatu, sehingga tidak ada yang menyiksa darinya kecuali seperti tetes-tetes air yang menyisa di bejana. Kalian akan berpindah dari dunia ini ke tempat tinggal yang tidak akan berubah lagi. Maka  berpindahlah kalian dengan bekal yang terbaik pada hari ini.”

“Kami bertujuh bersama Nabi Saw. dan aku salah seorang di antara mereka. Kami sama sekali tidak mempunyai makanan kecuali dedaunan, sampai-sampai mulut kami terluka. Aku memungut kain beliau yang jatuh, lalu aku menyobeknya menjadi dua bagian dan kubagi dengan Sa’ad bin Malik, lalu kami menggunakannya sebagai selimut. Kini masing-masing di antara kami telah menjadi seorang gubernur di sebuah daerah. Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi orang besar di hadapan diriku sendiri dan menjadi orang kecil di sisi Allah.” []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *