Mengenal Tradisi Bahtsul Masail
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Bahtsul Masail merupakan forum yang membahas tentang masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada hukum dan dalilnya dalam agama.
Peserta Bathsul Masail terdiri kyai, pakar ahli fikih, dan kalangan profesional yang bersangkutan yang dengan masalah yang dibahasnya. Forum ini lazim ditemukan di kalangan masyarakat Nahdlatul Ulama atau NU, khususnya.
Uniknya masalah-masalah yang dibahas tidak hanya masalah agama tetapi juga masalah perkembangan politik yang aktual.
Ini terlihat pada munculnuya gagasan-gagasan segat dalam pembaharuan hukum Islam dikalangan NU, bukan hanya karena munculnya adanya tokoh-tokoh NU semata.
Sebagai konsekuensi perkembangan aspek kehidupan masyarakat yang merupakan proses pemaknaan yant terus menerus, fikih bukanlah lembaga permanen yang sakral tetapi fikih merupakan produk peradaban.
Dalam pemutusan suatu hukum baths al-masa’il ini mengacu pada empat madzhab, yaitu madzhab Syafi’i, madzhab Maliki, madzhab Hanafi, dan madzhab Hanbali.
Dengan fikih empat madzhab ini NU secara teoritas memiliki kekuasan menerapkan kebijakan organisasi untuk mengantisipasi masalah-masalah yang timbul, sehingga kebijakan yang timbul tidak kaku karena banyak mempunyai alternatif dari pendapat-pendapat madzhab yang ada.
Untuk itu NU membentuk Lajnah Bahtsul Masail yang beranggotakan para ulama, kyai dan Intelektual umda untuk memecahkan problematika keagamaan kontemporer dan aktual yang muncul ditengah masyarakat, pesantren dan negara.
Bahtsul Masail merupakan forum kajian dan penetapan hukum Islam dengan ciri khas Nahdlotul Ulama’ dan pesantren.
Secara harfiyah Bahtsul Masail merupakan pembahasan berbagai masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan al-masa’il al-diniyah (masalah-masalah keagamaan).
Terutama berkaitan dengan al-masa’il al-Fiqiyah (masalah-masalah fiqih). Bathsul Masail merupakan forum yang dinamis, demokratis dan berwenang luas.
Dikatakan dinamis sebab persoalan yang dikerjakan selalu mengikuti perkembangan hukum di masyarakat.
Sedangkan demokratis karena dalam forum tersebut tidak ada perbedaan anatara kyai, santri yang baik maupun tua maupu yang muda.
Pendapat siapapun yang paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan berwawasan luas dalam Bahtsul Masail tidak ada dominasi madzhab.
Sejarah Singkat Bathsul Masail
Bathsul Masail merupakan tradisi intelektual yang sudah berlangsung lama di dalam NU. Aktivitas Bathsul Masail telah berlangsung sebelum NU didirikan sebagai praktik hidup yang tengah-tengah masyarakat muslim Nusantara.
Khususnya di kalangan pesantren. Hal tersebut merupakan perwujudan dari tanggung jawab ulama dan pembimbingan serta memamdu kehidupan keagamaan masyarakat sekitar.
Kemudian NU melanjutkan tradisi itu dan mengadopsinya sebagai bagian kegiatan keorganisasian.
Bathsul Masail sebagai aktifitas formal organisasi perma yang dilakukan pada tahun 1926 M, beberapa bulan NU didirikan.
Selama beberapa dekade Bathsul Masail ditempatkan sebagai salah satu komisi yang membahas materi mukhtamar dan belum diwadahi di dalam organisasi tersendiri.
Pada tingkat Nasional, Bathsul Masail diselenggarakan bersama dengan momentum Kongres atau Mukhtamar, Konferensi Barat, Rapat Dewan Partai atau Musyawarah Nasional Alim Ulama.
Pada Bathsul Masail skala Nasional diselenggarakan disetiap tahunya. Hal itu terjadi sejak Mukhtamar 1 (1926) sampai Mukhtamar XV (1940).
Namun situasi politik yang kurang stabil akibat meletusnya perang dunia II, membuat kegiatan Bathsul Masail yang mengentai Kongres setelah periode 1940 M, menjadi terdendat-sendat dan tidak diadakan setiap tahun.
Sejak tahun 1926 M sampai 2007 telah diselenggarakan Bahtsul Masail tingkat Mukhtamar yang dokumenya belum di temukan yaitu Mukhtamar XVII (1940), XIX (1952), XXI (1956), XVII dan XXIV.
Dari dokumen yang ditemukan 36 kali Bathsul Masail skala Nasional yang menghasilkan 536 keputusan. Setelah lebih setengah abad NU berdiri.
Bathsul Masail baru dibuatkan organ tersendiri bernama Lajnah Bathsul Masail Diniyah. Hal itu dimulai adanya rekomendasi Mukhtamar NU ke 28 di Yogyakarta tahun1989 M.
Komisi I Mukhtamar 1989 M itu merekomendasi PBNU untuk membentuk Lajnah Bathsul Masail Diniyah, sebagai lembaga permanen.
Pada empat bulan setelah itu, PBNU akhirnyan membentuk Lajnah Bathsul Masail Diniyah dengan SK PBNU nomor 30 A.I.05 5 1990.
Sebutan Lajnah ini berlangsung lebih satu dekade. Namun demikian status Lajnah ini masih mengandung makna kepanitian bukan organ yang permanen, karena itulah setelah Mukhtamar 2004 status “lajnah” ditingkat kan menjadi lembaga sehingga bernama Lembaga Bathsul Masail Nahdlotul Ulama.
Dalam sejarahnya Bathsul Masail pernah ada keputusan penting dengan berkaitan metode kajian Dalam Munas Alim Ulama di lampung tahun 1992 M. []