Mengenal Teologi Cinta Rasulullah

Generasi Syaikhona Kholil dan Murid-muridnya (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Islam merupakan agama yang multidimensi di mana semua aspek dalam kehidupan manusia memiliki peran penting. Seorang muslim tidak hanya dituntut untuk menyembah Allah, akan tetapi juga dituntut untuk berperilaku baik kepada sesama.
Islam menganjurkan untuk berperilaku baik kepada seluruh alam termasuk hewan-hewan. Rasulullah telah mencontohkannya secara gamblang.
Islam rahmatan lil alamin menjadi muara dari pengajarna itu, dimana agama Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Beragama dengan pendekatan cinta begitulah seorang muslim jika meneladani Rasulullah.
Menyadari pentingnya unsur cinta dalam beragama, sebagimana tulisan Muhammad Qorib yang berjudul “Teologi Cinta Rasulullah.” Beliau mengingatkan kepada kita bahwa Rasulullah tidak hanya semata-mata pembawa risalah agama beserta syariat-syariatnya. Tetapi lebih dari itu, beliau mengajarkan cinta yang membawa kedamaian.
Kita ketahui bahwa Rasulullah merupakan manusia mulia atau terdepan. Ini juga diakui bukan hanya oleh umat Islam tetapi juga para Islamis barat yang konsen mengkaji kehidupan Rasulullah.
Mereka sampai kepada konklusi bahwa Rasulullah manusia maju dan kuat secara etis. Demikian juga pemikiran dan tindakan menjadi spirit dan menginspirasi banyak orang.
Meneladani Sifat-sifat Rasulullah
Teologi cinta sebagaimana diulas oleh Muhammad Qorib meliputi tiga hal yaitu kasih sayang (affection), persamaan (egalitarianism) bahkan pembebasan (liberation). Rasulullah mengajarkan tiga hal ini kepada masyarakat Arab di masa awal Islam di mana ketika itu moral dan perilaku mereka sedang mengalami kemunduran.
Rasulullah mencontohkan langsung bagaimana berkasih sayang sesama manusia, dimana ketika beliau diludahi bahkan dilempari kotoran oleh orang kafir tidak lantas membalas. Justru menanyakan dan mendatangi orang yang berperilaku demikian ketika sakit. Pancaran cinta kasih begitu nyata ditunjukkan oleh Rasulullah.
Teologi cinta Rasulullah ditunjukan terhadap tahanan perang, beliau memperlakukan dengan baik dan tidak memperbolehkan mereka kelaparan. Padahal saat itu belum pernah ada ketentuannya, Rasulullah lah yang mengajarkan dan mulai mendidik akhlak umat.
Tidak hanya sampai di situ, ketika antar suku dan golongan saling merasa paling unggul. Melalui teologi cintanya Rasulullah mengajarkan bahwa manusia memiliki kedudukan yang sama. Tidak peduli suku dan golongan ataupun kedudukannya.
Pembebasan budak yang dilakukan dan dianjurkan menjadi bukti lain dari teologi cinta yang diajarkan oleh Rasulullah. Bilal bin Rabah misalnya, budak yang telah dimerdekakan oleh Sahabat Abu Bakar, menjadi muadzin yang sangat dicintai Rasulullah.
Berbuat Baiklah Kamu kepada Siapa pun
Dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 92 yang berbunyi demikian
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.”
Sebagimana diuraikan oleh Muhammad Qorib teologi cinta dalam ayat tersebut diajarjan dengan anjuran untuk membahagiaan orang lain. Rasulullah jelas sudah dan terus menerus melakukannya tanpa membeda-bedakan siapa orangnya.
Rasulullah juga mengajarkan kepada para sahabat untuk berbuat baik kepada setiap yang bernyawa termasuk hewan dan tumbuhan. Memelihara alam dengan mengambil dan mengunakan seperlunya tidak berlebih lebihan. Melalui teologi cinta Rasulullah kita diajarkan untuk menjadi manusia yang tidak serakah dan menjaga alam.
Teologi cinta Rasulullah inilah yang dibutuhkan masyarakat sekarang sebagai solusi. Agar tidak terus terjebak dalam kebencian, saling memusuhi dan caci maki. Jika kita semua merasa sebagai umat Islam bukankah sudah menjadi keharusan meniru perilaku Rasulullah dan meninggalkan apa yang beliau benci. Wallahu a’lam.