Mengenal Safinah, Asisten Rasulullah Bagian Perbekalan
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Safinah, namanya memang tidak sepopuler asisten-asisten Nabi Muhammad yang lain seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Uqbah bin Amir, Asla bin Syarik ataupun Bilal bin Rabah.
Anas bin Malik misalnya, asisten Nabi Muhammad yang bertugas mengurus segala kebutuhan Nabi.
Ada pula Abdullah bin Mas’ud yaitu asisten Nabi yang secara khusus bertugas menyiapkan air untuk mandi, sandal, tongkat, siwak Nabi dan menutup pintu kamar ketika Nabi sudah tidur.
Uqbah bin Amir, asisten Nabi yang bertugas untuk menggembalakan domba-domba Nabi.
Lalu ada Asla bin Syarik yakni asisten bagian penuntun himar Nabi dan juga Bilal bin Rabah yang merupakan mu’adzin Nabi.
Namun, ia punya jasa besar dan jariyah yang terus mengalir selama ia hidup karena kebaikan dan keikhlasannya membawakan peralatan-peralatan perang dan perbekalan-perbekalan lain.
Safinah dulunya adalah budak berkulit hitam milik Ummu Salamah (nama aslinya Hindun binti Hudzaifah/Abu Umayah), istri Nabi Muhammad saw.
Ia kemudian dimerdekakan oleh majikannya dengan syarat mau menjadi asisten Nabi Muhammad selama hidupnya.
Syarat tersebut diterima dengan baik oleh Safinah tanpa ada paksaan sama sekali. Bahkan tanpa diminta sekalipun, Safinah bersedia mendedikasikan dirinya kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau sampai ia meninggal nanti.
Safinah pernah secara gamblang menyampaikan bahwa dirinya tidak mau berpisah dengan Nabi Muhammad selama ia masih hidup.
Nama asli Safinah adalah Mahran. Nama mu’allafnya adalah Abu Abd al-Rahman. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nama asli Safinah adalah Suqbah bin Maraqah.
Ia berkebangsaan Persia. Ia dijuluki ‘Safinah’ karena pada suatu hari, ketika Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang melakukan safar (perjalanan), ia diminta untuk membawakan barang-barang bawaan mereka.
Nabi mengatakan kepadanya, “Bawalah barang-barang ini karena engkau adalah safinah.”
Kisah ini didokumentasikan dalam sebuah riwayat dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah.
Safinah bercerita,
“Suatu hari, kami bersama Rasulullah Saw. dalam sebuah perjalanan (safar). Jika ada salah rombongan yang lelah dan kecapean, maka aku diminta untuk membawakan pedang, tameng dan tombaknya. Sehingga aku membawa beban muatan yang cukup banyak. Kemudian Nabi Muhammad bersabda kepadaku, “Engkau adalah safinah (perahu).”
Safinah menjadi pelayan Nabi selama 20 tahun hingga akhirnya ia meninggal dunia sekitar tahun 70 H (690 M), yaitu pada masa al-Hajjaj (Muhammad Sa’id Mubayyidl, Mausu’ah Hayat al-Sahabah, juz 2, hlm. 1035. Ahmad bin ‘Abdullah al-Ashfihani, Hilyat al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), juz 1, hlm. 368.)
Di dalam kitab Khalashah Siyar Sayyid al-Basyar karya Muhibuddin al-Thabari dan Hilyat al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ karya Ahmad bin Abdullah al-Ashfihani disebutkan bahwa Safinah masuk dalam daftar 31 mantan budak Nabi Muhammad yang dimerdekakan dan dihapuskan dari sejarah perbudakan bangsa Arab.
Namanya juga masuk dalam daftar para tunawisma (Ahl al-Shuffah) .
Di antara nama-nama mantan budak yang berjumlah 31 tersebut adalah Zaid bin Harisah, Abu Kabsyah, Usamah bin Zaid, Sauban bin Yajdid berasal dari Yaman, Anisah, Syuqran yang berkebangsaan Persia.
Ada juga Abu Rafi’ yang dimerdekakan Nabi Muhammad ketika membawa kabar gembira tentang keislaman Abbas bin Abdul Mutthalib, Yassar yang dimutilasi oleh orang-orang kafir, Bilal bin Rabah, Fadhalah, Rafi’, mantan budak dari sahabat Sa’id bin al-‘Ash yang diwariskan kepada anak kandungnya, kemudian ia sowan kepada Nabi agar dimerdekakan, Karkarah hadiah dari Haudzah bin Ali, Safinah dan lain-lain.
Pada saat terjadinya perang melawan kaum Romawi, Safinah ikut bergabung bersama pasukan kaum muslimin. Namun naas, ia tertawan oleh musuh dan berhasil kabur.
Saat itu, ia lost contact dengan pasukan muslim lainnya. Di saat ia ingin menyusul rombongan pasukannya, tiba-tiba seekor harimau menghentikan jalannya.
Ia sebenarnya tidak tahu bagaimana cara menaklukkan si raja hutan ini. Namun ia yakin bahwa statusnya sebagai asisten Nabi Muhammad akan menyelamatkannya dari kematian.
Safinah lalu menyapa harimau itu, “Hai Abu al-Haris (julukan untuk harimau), aku adalah mantan budak Rasulullah.
Dan saat ini aku adalah salah satu asisten beliau’, sambil menceritakan kejadian yang dialaminya saat berada di Romawi.
Harimau itu mendekati Safinah sambil mengibas-ibaskan ekornya, lalu berdiri di sampingnya. Setiap kali mendengar suara, ia mendekati Safinah.
Pada akhirnya, harimau itu berjalan bersebelahan dengan Safinah sampai akhirnya bertemu dengan rombongannya. Setelah itu, harimau itu kembali ke tempat semula.” (Husain bin Mas’ud al-Bagawi, Syarh al-Sunnah (Beirut:al-Maktab al-Islami, 1983), juz 6, hlm. 471)
Riwayat lain menyebutkan bahwa pada suatu hari, Safinah melakukan perjalanan untuk satu keperluan dengan menaiki perahu.
Tiba-tiba perahu yang dinaikinya itu pecah, maka Safinah kemudian naik di atas pecahan perahu itu sampai akhirnya ia terdampar di sebuah pulau.
Di pulau tersebut, ia bertemu dengan seekor harimau. Safinah kemudian menyapanya, “Hai Abul Haris, aku adalah Safinah, asisten pribadi Rasulullah.”
Harimau itu mengangguk-ngangguk kemudian mendekat dan menaikkan Safinah ke atas punggungnya.
Lalu Safinah dibawa keluar dari pulau itu hingga sampailah ia di sebuah jalan dan harimau itu mengaum. (Abu Abdillah al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain)