Mengenal Qiyas dan Kedudukannya dalam Syariat Islam

 Mengenal Qiyas dan Kedudukannya dalam Syariat Islam

Mengenal Mufasir dari Tatar Sunda, KH. Ahmad Sanusi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Istilah qiyas barangkali tidak asing bagi umat Islam. Namun apakah itu qiyas bagaimanakah kedudukannya dalam hukum syariat Islam? Menurut bahasa, qiyas merupakan pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya.

Pengertian istilah qiyas memiliki beragam perspektif  dalam pandangan ulama ushul fiqh. Hal ini bergantung pada pandangan para ulama ushul fiqh terhadap kedudukan qiyas itu sendiri dalam istinbat hukum. Adapun pendapat lain terkait tentang pengertian istilah qiyas yakni sebagai berikut:

1. Shadr Al-Syari’at, berpendapat bahwa qiyas merupakan pemindahan hukum yang terdapat pada ashl kepada furu’ atas dasar ‘illat yang tidak dapat diketahui dengan logika bahasa.

2. Al-Human, berpendapat bahwa istilah qiyas adalah persamaan hukum suatu kasus dengan kasus lainnya karena kesamaan ‘illat hukumnya yang tidak dapat diketahui melalui pemahaman bahasa secara murni.

Menurut Ibnu as-Subki, qiyas adalah meletakkan hukum yang dimaklumi terhadap sesuatu yang maklum karena samanya ‘illat hukumnya, menurut pandangan orang yang meletakkan itu.

Sekalipun terdapat perbedaan redaksi dalam beberapa definisi sebagaimana disebutkan di atas, akan tetapi secara umum definisi-definisi tersebut sama yaitu menetapkan hukum dari suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada sesuatu kejadian atau peristiwa lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara keduanya.

Proses penetapan hukum melalui qiyas bukanlah menetapkan hukum dari awal, melainkan hanya menyingkapkan dan menjelaskan hukum pada suatu kasus yang belum jelas hukumnya. Penetapan dan penjelasan ini dilakukan secara teliti terhadap ‘illat dari suatu kasus yang dihadapi.

Apabila ‘illat-nya sama dengan ‘illat hukum yang disebutkan dalam nash, maka hukum terhadap kasus tersebut adalah sama dengan hukum.

Kedudukan Qiyas dalam Syariat Islam

Telah kita ketahui bersama adanya keberadaan konsep qiyas dalam syariat Islam (syara’). Terlebih, pelaksanaan konsep qiyas dalam figh bermazhab memang diakui.

Tetapi, tidak adanya dalil atau petunjuk yang menyatakan secara jelas penggunaan qiyas sebagai dalil syara’ menjadikan suatu diskursus studi yang diperdebatkan.

Bahkan, keberadaan dalil mengenai dibolehkannya mujtahid dalam menentukan hukum syara’ di luar yang ditetapkan oleh nash pun tidak ditemukan.

Beberapa di antaranya, mayoritas, tetap menerima konsep qiyas dengan pertimbangan dalil-dalil yang merujuk pada konsep tersebut.

Kelompok yang menyetujui Qiyas

Jumhur Ulama adalah mereka yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara’. Mereka menggunakan qiyas pada hal-hal yang hukumnya tidak ditemukan dalam nash al-Qur’an, sunnah atau ijma’ ‘ulama dengan sewajarnya. Dalil Al-Qur’an yang dijadikan landasan kelompok ini antara lain:

Dalil Nash Al-Qur’an, di antaranya sebagai berikut:

Q.S. Yasin ayat 78-79, karena Allah Swt. memberikan petunjuk penggunaan qiyas dengan menyamakan dua hal.

قال من يحيي العمظم و هي رميم ۞ قل يحييها الذي انشأها اول مرة ۞ (يس:۷۸ –۷۹)

Artinya:

“Ia berkata, “Siapakah yang akan menghidupkan tulang belulang sesudah ia berserakan?” Katakanlah, “Yang akan menghidupkannya adalah yang mengadakannya pertama kali.”

Q.S. Al-Hasyr Ayat 2, karena i’tibar, menurut yang diriwayatkan oleh Tsalab, dalam bahasa Arab berarti mengembalikan hukum sesuatu kepada yang sebanding dengannya.

فاعتبروا يا أولي الأبصار ۞

Artinya:

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi ibarat (pelajaran), hai orang-orang yang mempunyai pandangann.”

Q.S. An-Nisa ayat 59, karena perintah mentaati Allah berarti mengikuti hukum Allah (Al-Qur’an), perintah taat kepada Rasul berarti mentaati Sunnah Rasul dan perintah mentaati Ulul Amri berarti mengikuti hukum hasil ijma’.

Kemudian, jika ada perbedaan pendapat untuk kembali kepada qiyas. Perbedaan pendapat didapatkan dari tidak adanya hukum suatu hal di dalam nash dan sunnah, sehingga diarahkan pada penggunaan qiyas untuk menemukan kesamaan hukum yang ada pada nash dan sunnah tersebut.

Dalil Sunnah Rasulullah s.a.w., di antaranya:

  • Hadits mengenai percakapan Nabi dengan Muaz ibn Jabal ketika ia diutus menjadi penguasa di Yaman. Nabi menanyakan perihal apa yang akan digunakan Muaz ketika tidak menemukan hukum pada Al-Qur’an dan Sunnah, kemudian dijawabnya dengan ijtihad nalarnya.
  • Nabi memberi petunjuk kepada sahabat tentang penggunaan qiyas dengan membandingkan dua hal dan mengambil keputusan dari perbandingan tersebut. Dalam Hadits disebutkan bahwa nabi memberikan taqrir mengenai kesamaan hutang terhadap Allah (nazar berhaji) dan hutang terhadap manusia. Bahkan, Nabi menambahkan bahwa hutang terhadap Allah lebih patut dibayarkan dahulu.
  • Dalil Atsar Para Sahabat, di antaranya:
  • Pesan Umar ibn Khattab kepada Abu Musa al-Asy’ari sewaktu diutus menjadi Qadhi di Yaman. Umar berkata kepadanya agar memutuskan perkara menurut Al-Qur’an dan Sunnah, kemudian jika tidak didapatkan darinya maka menggunakan ra’yu dan mengambil kesimpulan dari kesamaan (qiyas) diantara keduanya.

Demikian mengenai apa itu qiyas beserta bagaimana kedudukan qiyas itu sendiri dalam syariat Islam. Wallahu a’lam. []

Elisa Afia

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *