Mengenal Pondok Pesantren Sidogiri
HIDAYATUNA.COM – Siapa tak mengenal Pondok Pesantren Sidogiri? Pesantren Tua yang terletak di Pasuruan Jawa Timur ini adalah salah satu pesantren terbesar di Indonesia dengan jumlah santri mencapai angka 25.000.
Pondok Pesantren Sidogiri lebih dikenal sebagai Pesantren salaf di Indonesia. pesantren yang berdiri hampir Tiga Abad ini merupakan pesantren sebagai pengelola ekonomi terbaik, pesantren dengan pola Pengembangan Salaf yang sampai saat ini tetap berpegang teguh dalam pendiriannya.
Pondok Sidogiri merupakan lembaga Islam tertua
di Indonesia, lembaga salaf yang lebih mengedepankan pembekalan Teologi
(akidah), Syari’ah dan Akhlakul Karimah berlandasakan Ahlussunnah wal Jama’ah
baik secara Minhaju Al-Fikr dan Minhaju al-Ijtima’.
Sidogiri telah eksis mencetak kader-kader ulama sejak abad ke
17. Tak kurang nama-nama ulama’ besar seperti Syaikhona Cholil Bangkalan, Sang
Guru para Kyai Tanah Jawa, adalah salah satu dari sekian banyak ulama handal
jebolan Sidogiri.
TAHUN BERDIRI
Terdapat dua versi tentang tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau 1745. Dalam suatu catatan yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718. Catatan itu ditandatangani oleh Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober 1963.
Dalam surat lain tahun 1971 yang ditandatangani oleh KA Sa’doellah Nawawie, tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari sini disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1745. Dalam kenyataannya, versi terakhir inilah yang dijadikan patokan hari ulang tahun/ikhtibar Pondok Pesantren Sidogiri setiap akhir tahun pelajaran.Dalam sejarahnya, selama lebih dari 270 tahun Sidogiri telah banyak berperan dalam dakwah Islam Ahlusunah wal Jamaah, pendidikan umat, dan juga perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
SEJARAH
Sidogiri dibabat oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Beliau adalah keturunan Rasulullah dari marga Basyaiban.
Ayahnya, Sayyid Abdurrahman, adalah seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Dengan demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati.
Sayyid Sulaiman membabat dan mendirikan pondok pesantren di Sidogiri dengan dibantu oleh Kiai Aminullah. Kiai Aminullah adalah santri sekaligus menantu Sayyid Sulaiman yang berasal dari Pulau Bawean.
Konon pembabatan Sidogiri dilakukan selama 40 hari. Saat itu Sidogiri masih berupa hutan belantara yang tak terjamah manusia dan dihuni oleh banyak makhluk halus. Sidogiri dipilih untuk dibabat dan dijadikan pondok pesantren karena diyakini tanahnya baik dan berbarokah.
Adapun silsilah Sayyid Sulaiman merupakan putra pertama
Sayyid Abddurrahman bin Umar bani Syaibah dan Syarifah Khadijah. merupakan
cucuk Syarif Hidayatullah (Suanan Gunung Jati) dari Ciribon. dan nasab
keturunannya dari Ulama’ Hadramaut Yaman.
Pada pertengahan Abad ke-18 kepemimpinan
Sidogiri setelah ditinggalkannya oleh Sayyid Sulaiman, kholifah Peantren
dipimpin oleh menantunya KH Aminullah asal bawean yang lahir di Handramaut
sampai akhir tahun abad-18 M, setelah itu pesantren Sidogiri di Pimpin oleh
santrinya KH Abu Darrin (asal magelang) yang degan ke-alim-annya dan banyak
karya. KH Abu Darrin merupakan keturunan Sayyid Sulaiman.
SIDOGIRI
Kini Sidogiri dikenal sebagai pesantren salaf yang maju dalam pengajaran kitab kuning dg membuat metode al-Miftah, metode yang dlm beberapa bulan santri junior pun insyaaAllah bisa membaca kitab kuning dengan cepat.
Juga dikenal dengan manajemen pesantrennya yang baik, serta ekonomi syariah yang berkembang pesat dengan koperasinya. Sidogiri juga memiliki ratusan madrasah ranting (filial) dan setiap tahun mengirim 500-700 guru tugas dan da’i ke berbagai tempat yang membutuhkan di seluruh Indonesia.
Karena kiprahnya, Sidogiri banyak didatangi pesantren dan lembaga pendidikan lainnya untuk studi banding, di antaranya pesantren Gontor, juga pesantren lain dari Jawa, Aceh, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua, dsb.
Sidogiri dibina oleh seorang Kyai Pengasuh dg dibantu Majelis Keluarga. Keberadaan Majelis Keluarga sangat membantu terhadap Pengasuh dalam mengambil kebijakan-kebijakan penting, sehingga berkembang semakin maju.
PENGASUH
Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri sampai saat ini adalah:
1. Sayyid Sulaiman (wafat 1766)
2. KH Aminullah (wafat akhir 1700-an/awal 1800-an)
3. KH Abu Dzarrin (wafat 1800-an)
4. KH Mahalli (wafat 1800-an)
5. KH Noerhasan bin Noerkhotim (wafat pertengahan 1800-an)
6. KH Bahar bin Noerhasan (wafat awal 1920-an)
7. KH Nawawie bin Noerhasan (wafat 1929)
8. KH Abd Adzim bin Oerip (wafat 1959)
9. KH Abd Djalil bin Fadlil (wafat 1947)
10. KH Cholil Nawawie (wafat 1978)
11. KH Abd Alim Abd Djalil (wafat 2005)
12. KH A Nawawi Abd Djalil (2005-sekarang)
Majelis Keluarga saat ini adalah:
1. KH A Nawawi Abd Djalil (Rais/Pengasuh)
2. Kiai d. Nawawy Sadoellah (Katib dan Anggota)
3. KH Fuad Noerhasan (Anggota)
4. KH Abdullah Syaukat Siradj (Anggota)
5. KH Bahruddin Thoyyib (Anggota)
KH. NAWAWI ABDUL DJALIL
KH. Nawawi Abdul Djalil dikenal sebagai ulama ahli ‘aqidah (tauhid), yang menulis kitab tauhid “al-Ma’man minadh-Dhalalah” (Benteng dari Kesesatan Akidah), dan mengasuh konsultasi aqidah di Majalah Pesantren Sidogiri. Beliau juga banyak didatangi ulama, habaib, pejabat, ummat dari berbagai pelosok negeri untuk diminta nasehat dan restunya.
Belakangan ini Sidogiri dikenal luas dengan dakwahnya melalui majalah dan buku-buku keislaman yang sering menjadi rujukan dan diulas berbagai media nasional.
Dakwah dengan tulisan tersebut dilakukan oleh santri-santri senior dengan dorongan dari KH. Mas Nawawy Sadoellah, yaitu Katib (Sekretaris) Majelis Keluarga dan Wakil Ketua Umum PP Sidogiri.
Sistem Pendidikan Madrasah dan Pengajian
Selama kurang lebih 193 tahun, Pesantren Sidogiri hanya menggunakan sistem pengajian langsung kepada kiai atau pengasuh. Baru pada masa kepengasuhan K.H. Abdul Djalil, sejak 15 April 1938/14 Safar 1357, Pesantren Sidogiri resmi menerapkan sistem pendidikan Ma’hadiyyah dan Madrasiyyah.
Sistem madrasiyah diwujudkan dengan mendirikan Madrasah Miftahul Ulum (MMU), sedangkan sistem ma’hadiyah berupa kegiatan pendidikan dan pengajian santri siang maupun malam hari.
Kegiatan ma’hadiyah (nonaakdemik) meliputi shalat lima waktu berjamaah, shalat tahajud, witir, duha secara berjamaah. Lalu ada takrar (pengulangan hafalan) nazam, pengajian kitab kuning bersama pengasuh maupun pengurus, musyawarah ma’hadiyah, pendidikan baca Alquran. Kegiatan pembacaan macam-macam wirid meliputi istighfar, salawat, burdah, istighasah, Ratib al-Haddad, surah al-Kahfi, Simthu Durar, dll.
Selain itu, ada juga pengajian Ihya’ ‘Ulumiddîn, Fathul-Wahhab, Shahih Bukhari, Hasyiyah al-Bannani, dan kitab-kitab lain langsung ke pengasuh untuk tingkatan tsanawiyah dan kuliah syariah. Setiap bulan juga digelar forum-forum kajian dan diskusi ilmiah di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Studi Islam (LPSI).
Meskipun Pondok Pesantren Sidogiri adalah pesantren yang menggunakan sistem salaf dan tidak mendirikan pendidikan sekolah formal, tetapi pesantren ini banyak menghasilkan lulusan yang mumpuni. Madrasahnya pun telah mendapat status muadalah (persamaan). Sehingga ijazah aliyah bisa digunakan untuk kuliah.
Tradisi Kepenulisan
Ini termasuk salah satu keunggulan pesantren sidogiri. Tradisi menulis semakin semarak di pesantren tertua ini. Bahkan, pesantren mendirikan BPP (Badan Pers Pesantren) yang bertugas mengawasi, mengkoordinir dan mengarahkan media-media terkait standar isi, tampilan desain, jadwal terbit, orientasi isi dan segmen pembaca masing-masing media pers. BPS juga bertanggungjawab atas proses seleksi dan redaksional media-media tersebut. Setidaknya ada 15 media kepenulisan yang dimiliki Pesantren Sidogiri yang meliputi buletin, majalah, dan majalah dinding.
Ketekunan santri mempelajari kitab-kitab klasik dan memadukannya dengan musyawarah dan pengajian kepada guru dan kiai menghasilkan alumni yang memiliki dasar akidah ahlussunah wal jamaah yang kuat. Sebut saja Ustaz Muhammad Idrus Ramli misalnya, yang kian mentereng namanya dalam kancah penentangan terhadap Wahabi.
Selain itu, banyak buku-buku karya santri Sidogiri yang patut diperhitungkan. Misalnya buku Menelaah Pemikiran Agus Mustofa karya A. Qusyairi Ismail dan Moh. Achyat Ahmad yang dengan cerdas membantah pemikiran-pemikiran Agus Mustofa yang dipandang nyleneh dan menyimpang. Santri Sidogiri juga ada yang menulis bantahan atas buku Prof. Quraish Shihab yang berjudul Mungkinkah Sunni-Syiah Bersatu dalam Ukhuwah?
Di era perang pemikiran ini, kaum santri dituntut untuk mempertahankan corak keislaman Aswaja Indonesia dan menyebarkannya untuk mengimbangi, bahkan melawan corak Islam Wahabi maupun Syiah. Untuk itu, telah banyak pesantren yang mendirikan usaha penerbitan buku-buku agama Islam, termasuk Sidogiri. Melalui Penerbit Pustaka Sidogiri, pesantren ini aktif menerbitkan buku-buku agama terutama pembelaan terhadap faham aswaja yang dianut NU. Hingga saat ini lebih dari seratus judul buku telah diterbitkan baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab.