Mengenal Kyai Yasin Asymuni, Penulis Tafsir dari Komunitas Pesantren

 Mengenal Kyai Yasin Asymuni, Penulis Tafsir dari Komunitas Pesantren

Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini: Salah Satu Ulama Terkemuka Madzhab Asy’ariyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Tradisi penulisan tafsir Al-Qur’an di Indonesia telah dimulai sekitar abad ke-16 M dengan diawali penafsiran Q.S. Al-Kahfi/18: 9 yang sampai saat ini masih belum diketahui penulisnya.

Semenjak itulah kemudian berbagai penulis tafsir lahir dari berbagai latar belakang, mulai dari ulama atau kiai, jurnalis, akademisi, hingga militer.

Dalam perkembangannya kelompok yang disebut pertama mendominasi percaturan penulisan tafsir di Indonesia.

Para ulama atau kiai tersebut yang notabene mayoritas berasal dari komunitas pesantren. Dari rahim pesantren inilah bermunculan kitab-kitab tafsir yang banyak memberikam sumbangsih khazanah tafsir di Nusantara.

Adapun salah satu mufasir dari komunitas pesantren ialah KH. Yasin Asymuni. Namanya belum begitu populer dibanding dengan nama-nama seperti KH. Shalih Darat penulis tafsir Fayd al-Rahman, KH. Bisri Musthafa penulis tafsir al-Ibriz, dan KH. Misbah Zainul Musthofa penulis tafsir al-Iklil dan Taj al-Muslimin.

Oleh karena itu menarik untuk lebih dalam tentang KH. Yasin Asymuni beserta karya tafsirnya.

Biografi KH. Yasin Asymuni

Yasin nama panggilannya sewaktu kecil. Ia lahir di suatu daerah di Kediri, tepatnya di dusun Pethuk desa Puhrubuh Kecamatan Semen Kabupaten Kediri pada 6 Agustus 1963.

Ia lahir dari pasangan Kiai Yasin dan Nyai Muthmainah. Yasin kecil dikenal sebagai anak yang cerdas.

Jiwa kepemimpinannya telah diketahui muncul semenjak kecil. Di mana ia selalu ditunjuk oleh kawan sepermainannya untuk menjadi ‘pemimpin’ yang dapat melerai teman-temannya ketika berkelahi.

Kecerdasannya akan menjadi seorang ulama sudah tercium saat usia 12 tahun.

Ia menempuh dua pendidikan sekaligus, pagi berada di sekolah dasar dan sorenya berada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).

Tidak cukup itu, malam harinya Yasin dikenalkan nilai-nilai agama oleh ayahnya sendiri. Ini dilakukannya hingga sampai tahun 1975 atau hingga ia menginjak Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Yasin masuk MTs yang berada di pondok Lirboyo. Selama MTs, Yasin harus ngonthel dari rumahnya (Puhrubuh) hingga  Lirboyo yang berjarak sekitar 7 kilometer.

Meski jauh jarak tempuh tersebut,  tetap ia lakukan hingga tamat MTs. Baru kemudian saat menginjak Madrasah Aliyah (MA) ia menetap di pondok Lirboyo hingga mendapat ijazah tahun 1982.

Selepas itu, ia dipercaya menjadi guru bantu di pondok tersebut yang kemudian pada akhirnya diangkat menjadi guru tetap.

Masa-masa seperti ini, Yasin muda masih tetap bersemangat mencari ilmu. Ia pergi ke beberapa pesantren lain, utamanya saat liburan puasa, yang biasa disebut pondok kilatan.

Di antaranya, Batokan Kediri, Pondok Sumberkepoh Nganjuk, Pondok Suruh Nganjuk, Pondok Paculgowang Jombang dan Pondok Ngunut Tulungagung.

Setelah lama mengembara, tahun 1993 ia pulang kampung dan mendirikan pesantren didepan rumahnya. Pesantren tersebut diberi nama pesantren “Hidayatut Thullab.”

Dalam perkembangannya pesantren tersebut terus melesat dan banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia.

Selain sebagai pengasuh pesantren, ia juga dipercaya sebagai sumber rujukan kiai-kiai lain dalam memutuskan suatu problem.

Ia pernah menjadi penguruh bahsul masail pondok Lirboyo, ketua bahsul masail PWNU Jawa Timur 2 periode, dan wakil ketua bahsul masail tingkat PBNU.

Keulamaanya dalam agama sudah tida, diragukan lagi. Dedikasinya semua dicurahkan kepada umat dan membimbing pada jalan yang diridhai-Nya. KH. Yasin Asymuni wafat pada Senin 11 Januari 2021.

Karya-karya Tafsir

Kepopuleran KH. Yasin Asymuni meroket dikarenakan ada banyaknya karya tulis yang dihasilkan.

Ia menjadi penggerak literasi didunia pesantren, tak ayal ada yang mengatakan bahwa ia adalah “Imam Suyuthi-nya Indonesia” karena banyaknya karya yang dihasilkan.

Setidaknya ada ratusan kitab dari berbagai bidang yang berhasil ia tulis, mulai dari fiqih, tasawuf, akidah, akhlaq, hingga tafsir Al-Qur’an.

Semua karya tulisnya mempunyai ciri khas, karangan tersebut biasa dikenal dengan “kitab kuning makno pethuk.”

Disebut demikian karena kitab-kitab yang dikarang KH. Yasin sudah diberi  makna ala pesantren dan disebut ‘Pethuk’ karena penulisnya berasal dari Pethuk (suatu dusun dimana penulisnya hidup).

Pada karya yang disebut terakhir, KH. Yasin tampak menulis beberapa judul antara lain:

– Al-Qur’an al-Karim: Tamba Ati Maa al-Faharis al-Kamilah li alfa,

– Muqaddimah Tafsir al-Fatihah, Tafsir al-Fatihah

– Tafsir Surah al-Qadr,

– Tafsir Surah al-Ikhla, Surah al-Kafirun,

– Tafsir Surah al-Muawwizattain,

– Basmalah min Jihhah Funun al-Ilm,

– Tafsir Bismillahirramanirrah}im, Wa ‘Allama Adam al- Asma(QS. al-Baqarah/2: 31),

Tafsir Ayat al-Kursi (Q.S. al-Baqarah/2: 255),

– Al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy an al- Munkar (Q.S. Ᾱli ‘Imrān/3: 104),

– Tafsir Ma Asabak (Q.S. al-Nisā’,/4: 79), dan Innama Ya’maru Masajid Allah (Q.S. al-Tawbah/9: 17-18), Inna al-Salat Tanha an al-Fakhsya wa al-Munkar (Q.S. al-‘Ankabūt/29: 45), Hasbunallah wa Nima al-Wakil  (Q.S. Ᾱli ‘Imrān/3:173), La Ilaha Illa Allah, dan (18) Asma’ al-Husna.

Kitab-kitab karangannya begitu dikenal dalam komunitas pesantren. Tidak hanya di Kediri, melainkan juga di luar Kediri. Bahkan karena populernya karangan KH. Yasin ini sampai ke Inggris.

Hal ini diketahui pada 2003 lalu KH. Yasin kedatangan seorang tamu dari sana, Mr. Yakiti. Ia meminta izin kepada KH. Yasin untuk mencantumkan namanya ke dalam 100 tokoh yang berpengaruh di tanah Britania tersebut. []

Thoriqul Aziz

Thoriqul Aziz merupakan peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com, artikel tersebut adalah tulisan yang lolos ke tahap penjurian sebelum penetapan pemenang.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *