Mengenal Istinbat Ahkam dalam Islam

 Mengenal Istinbat Ahkam dalam Islam

Mengenal Istinbat Ahkam dalam Islam (Ilustrasi/Freepik_Racool_studio)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Istinbat ahkam merupakan cara penentuan hukum Islam yang telah biasa dilakukan dalam kalangan muslim sendiri.

Hukum yang sering kali diidentikkan dengan syari’at yang merupakan salah satu aspek pokok ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan hukum, biasanya disebut dengan ayat-ayat hukum.

Secara etimologis, hukum berarti menetapkan sesuatu terhadap sesuatu, atau meniadakannya.

Jika menetapkan atau meniadakannya melalui akal, disebut hukum ‘aqli, jika melalui jalan adat, disebut hukum ‘adi (kebiasaan), dan jika menetapkan atau meniadakannya itu dengan jalan syara’, maka ia disebut hukum syar’i (hukum syara’).

Sementara yang dimaksud dengan hukum Islam menurut ahli ushul yaitu khithab syar’i yang memiliki keterkaitan dengan perbuatan orang atau mukallaf  (hukum syar’i amali) yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik yang tertera secara eksplisit maupun implisit.

Ayat-ayat hukum merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur dan berkaitan dengan tinglah laku manusia secara lahiriyah.

Artinya, ayat-ayat Al-Qur’an yang tentang akidah dan persoalan moral ataupun kisah-kisah (qashash) tidaklah termasuk ke dalamnya.

Sebagian ulama menyatakan bahwa secara garis besar terdapat dua kelompok ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an.

Kelompok ayat-ayat hukum yang pertama ialah ayat-ayat hukum yang berkaitan dengan masalah peribadahan (احكم العبا دات), di mana dalam beberapa ayat yang ada mengatur hubungan manusia dengan Allah (hubungan vertikal), seperti ayat yang menjelaskan tentang kewajiban untuk salat, menunaikan zakat, dan lain-lain.

Kelompok yang kedua merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan muamalah (احكام المعملا ت), di mana ia mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hubungan horizontal).

Bila dirinci lebih lanjut, terdapat kurang lebih tujuh aspek hukum di dalam kelompok ayat hukum yang kedua tersebut.

Tujuh aspek itu yakni hukum kekeluargaan yang berjumlah 70 ayat, hukum perdata yang berjumlah 70 ayat, hukum pidana yang berjumlah 30 ayat, hukum acara yang berjumlah 13 ayat, hukum ketatanegaraan yang berjumlah 10 ayat, hukum antarnegara yang berjumlah 25 ayat, hukum ekonomi dan keuangan yang berjumlah 10 ayat.

Hukum perdata sendiri merupakan hukum yang mengatur hubungan antarmanusia terkait harta, hak-hak manusia, transaksi jual beli, sewa-menyewa, gadai, dan lain sebagainya.

Sementara hukum pidana merupakan hukum yang mengatur dan melindungi tentang eksistensi hidup manusia meliputi harta, nyawa, maupun kehormatan mereka.

Dalam KBBI V digital, hukum pidana ialah hukum yang menentukan peristiwa (perbuatan kriminal) yang diancam dengan pidana.

Kata istinbath adalah bahasa Arab yang akar katanya al-nabth dari  (نبط – ينبط – نبطا) al-nabth artinya adalah, air yag pertama kali keluar atau tampak pada saat seseorang menggali sumur.

Adapun istinbath menurut bahasa berarti, mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah). Karena itu, secara umum kata istinbath dipergunakan dalam arti istikhraaj (mengeluarkan).

Kata istinbath sendiri sebenarnya telah diserap ke dalam Bahasa Indonesia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V versi digital yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kata istinbath telah menjadi kata baku dalam Bahasa Indonesia dengan penulisan istinbat.

Dalam KBBI V digital ini dijelaskan bahwasannya istinbat adalah penetapan hukum Islam.

Secara terminologis, yang dimaksud dengan istinbat adalah mengeluarkan kandungan hukum dari nash (Al-Qur’an dan Sunnah) dengan ketajaman nalar serta kemampuan yang optimal.

Dari berbagai paparan di atas, secara umum dapat diperoleh pengertian bahwa istinbat merupakan salah satu cara upaya manusia dalam hal ini khususnya umat Islam untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an ataupun sunah.

Secara garis besar, terdapat dua cara dalam melakukan istinbat ahkam, yakni dengan cara lafdziyyah (طرق لفظية ) yaitu cara istinbat ahkam berdasarkan pesan yang terdapat dalam nash.

Kedua yaitu dengan cara ma’nawiyyah ( طرق معنوية ) yaitu cara istinbat ahkam berdasarkan kesan yang terkandung dalam nash.

Penetapan produk hukum Islam tak terlepas dari peran penting para ulama, fuqaha atau ahli fikih maupun ahli hukum Islam lainnya.

Tentunya mengetahui apa dan bagaimana proses penetapan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah menjadi suatu kewajiban bagi umat muslim. []

Lutfi Maulida

Saat ini aktif di Komunitas Puan Menulis dan Komunitas Santri Gus Dur Yogyakarta. Perempuan yang menyukai bacaan, film/series dan kuliner. Dapat disapa melalui Instagram @fivy_maulidah dan surel lutfimaulida012@gmail.com

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *