Mengenal Mufasir Kondang Imam At-Thabari

 Mengenal Mufasir Kondang Imam At-Thabari

Menyoal Dua Kisah Menggugah yang Tidak Jelas Sumbernya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Imam At-Thabari tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang cukup memberikan kontribusi terhadap masalah pendidikan.

Terutama bidang keagamaan, bersama dengan situasi Islam yang sedang berada dalam puncak kegemilangan di bidang pendidikan, yaitu masa pemerintahan dinasti Abbasiyah.

Imam At-Thabari hidup pada masa pemerintahan al-Mutawakkil, di mana pada saat itu Mutawakkil menghapus aliran Muktazilah sebagai aliran resmi negara. Kemudian muncul aliran tradisional Asy’ariyah yang disebut juga aliran Sunni.

Kondisi tersebut secara psikologis turut berperan dalam mencetak kepribadian At-Thabari dan kecintaanya terhadap ilmu.

Iklim kondusif seperti itulah secara ilmiyah telah mendorongnya untuk mencintai ilmu sejak dini.

Nama  lengkapnya  adalah  Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari.

At-Thabari  dilahirkan  dikota  Amul,  ibu  kota Thabratistan,  Persia (Iran), sehingga nama paling belakannya sering disebutkan al-Amuli penisbatan tanah kelahirannya.

Imam At-Thabari  dilahirkan  pada  tahun  223  H  (838-839  M),  sumber  lain menyebutkan bahwa At-Thabari lahir pada tahun 224 H atau awal 225 H atau sekitar 839-840 M dan meninggal pada tahun 311 H/ 923 M.

Secara historis, Thabari hidup pada masa kejayaan Islam, Islam telah menyebar ke berbagai wilayah.

Begitu pula dengan pemikiran para ilmuan yang turut membentuk cara pandang masyarakat Islam dimana mereka bertempat tinggal.

Pada waktu yang sama muncul beberapa madzhab fiqih dan tafsir.

Terdapat beberapa kecenderungan komunitas Muslim dengan munculmya paham Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah dan lain sebagainya.

Di sisi lain muncul pula golongan ahl as-Sunah wa al-Jama’ah sekitar tahun 200 H. Kelahiran sekte-sekte lain juga ikut meramaikan panggung sejarah umat Islam.

Komoleksitas yang dialami At-Thabari menggugah sensitivitas keilmuannya, khususnya dalam bidang pemikiran Islam dengan cara memberikan respon dan dialog ilmiah lewat karya tulisnya.

Karir pendidikan At-Thabari bermula di tanah kelahirannya, yaitu Amul, yang merupakan sebuah tempat yang cukup kondusif untuk membangun struktur fundamental awal pendidikan al-Thabari.

Kemudian ia pergi ke Ray (sebuah kota di Persia), berguru kepada Muhammad bin Hamid al-Razi dan ulama hadis yang tekenal lainnya.

Sebagaimana halnya para ulama sejak masa sahabat dan tabi’in yang memiliki semangat menuntut ilmu ke berbagai daerah, Thabari juga mengembara ke berbagai negara guna menuntut ilmu kepada para ulama-ulama ternama.

Mulanya Thabari melakukan perjalanan ke Baghdad untuk manimba ilmu kepada Ahmad bin Hanbal. Namun sebelum ia sampai di sana, Ahmad bin Hanbal dikabarkan telah wafat terlebih dahulu.

Oleh karena itu ia kemudian pergi ke Bashrah untuk berguru kepada Muhammad bin Mu’alla, Muhammad bin Basyar yang lebih dikenal dengan sebutan Bandar, juga kepada Hannad bin al-Sary, Abu Kuraib Muhammad bin ‘Ala al-Hamdani di Kuffah

Perjalanan Thabari ke negeri Irak berakhir di Baghdad, ia banyak mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan dan memiliki wawasan yang sangat luas.

Dari baghdad ia kemudian pergi Mesir, dan singgah di Fusthath, Ibukota Mesir pertama yang berdiri pada masa pemerintahan sahabat Amru bin Ash, pada tahun 253 H.

Di sana ia berguru kepada beberapa ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, Ibn Wahab dan yang lainnya.

Setelah menetap di sana beberapa waktu, kemudian ia sampai di negeri Syam, yang kemudian ia belajar qira’at Syam dengan al-Abbas bin al-Walid al-Bairuni.

Perjalanan besarnya berakhir di Mesir, di sana ia berguru dengan ulama-ulama yang terkenal seperti Muhammad bin Abdullah al-Hakam, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah dan kepada murid-murid Ibn Wahab.

Setelahnya, Thabari singgah sebentar di Baghdad sebelum kembali ke kampung halamannya, hingga kemudian ia kembali ke Baghdad, dan menetap di sana sampai meninggal dunia pada hari Ahad akhir Syawal dua hari sebelum bulan Zulka’dah tahun 310 H.

Demikian penjelasan mengenai Imam At-Thabari, mufasir ‘alim yang tidak pernah menikah. []

Nurul Khasanah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *