Mengenal Hadis Mutawatir

 Mengenal Hadis Mutawatir

Definisi Hadis Mutawatir menurut bahasa, ialah isim fa’il dari At-Tawatur (dalam bahasa Arab التواتر). Sedangkan menurut istilah, ialah Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang banyak pada setiap tingkatan sanad-nya yang menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk memalsukan Hadis.

Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqolani memberikan syarat untuk Hadis Mutawatir dengan beberapa syarat:

  1. Diriwayatkan oleh jumlah perawi yang banyak.

Hadis Mutawatir  tidak dibatasi dengan jumlah perawi. Oleh sebab itu, wajib mengamalkan dengannya tanpa menyelusuri para perawinya. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal perawi. Menurut  Imam Al-Baqilany jumlah perawi tidak cukup empat orang, paling sedikit lima orang. Sedangkan menurut Imam Al-Isthokhry jumlah perawi paling sedikit sepuluh orang, pendapat inilah yang dipilih para Ulama, karena jumlah tersebut permulaan jumlah yang banyak.

  • Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol atau bersepakat untuk dusta.

Syaikh Al-Halibi menjelaskan dalam kitabnya Fi Nuktihi ‘alan Nuhjah hal 56 tentang perbedaan diantara kata At-Tawathuu dan At-Tawafuq. Kata  At-Tawathu’ (dalam bahasa Arab التواطؤ) ialah, suatu kelompok bersepakat untuk memalsukan hadis setelah musyawarah, sehingga perkataan seorang dari mereka tidak berbeda dengan lainnya, sedangkan kata At-Tawafuq (dalam bahasa Arab التوافق)  ialah terjadinya pemalsuan hadis tanpa musyawarah disebabkan lupa, dusta atau disengaja untuk memalsukan hadis.

  • Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan sanad.

Pengertian dari syarat ini ialah jumlah yang banyak pada semua tingkatan sanad dari awal sampai akhir sanad kepada seorang yang meriwayatkannya baik secara qouliyyah ataupun fi’iliyyah. Akan tetapi maksud dari itu bukan semua tingkatan dengan jumlah yang sama.

  • Sandaran hadis mereka dengan menggunakan panca indera, bukan denga sesuatu yang dipikirkan .

Syaikh As-Samahi menjelaskan pada kitab Ar-Riwayah disebutkan bahwa hadis yang diriwayatkan dengan panca indera secara yakin bukan dengan akal. Seperti kata:  سمعنا ( kami telah mendengar),  رأينا (kami telah melihat) dan semacamnya dengan menggunkan panca indera. Jika tidak diriwayatkan dengan panca indera, maka bukan Hadis Mutawatir.

Hadis Mutawatir terbagi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdi dan Mutawatir Ma’nawi .

  1. Mutawatir Lafdi : Hadis yang lafad dan maknanya mutawatir. Misalnya hadis

 من كذب علي متعمداً فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”.

Hadis di atas diriwayatkan oleh tujuh puluh lebih sahabat dan jumlah yang perawi yang banyak bahkan lebih terus berlanjut sampai tingkatan setelahnya.

  • Mutawatir Ma’nawi : Hadis yang maknanya mutawatir dan lafad-nya tidak mutawatir. Hadis ini menunjukan satu makna yang sama dengan beberapa lafad yang beda. Misalnya hadis tentang Raf’ul Yadaini biddu’a, Al-Haudl, Ar-Ruyah dan selainnya.

Hadis Mutawatir mengandung ilmu yang harus diyakini yang mengharuskan kepada manusia untuk mempercayainya dengan sepenuh hati, seperti seseorang yang tidak ragu-ragu menyaksikan dirinya. Oleh karena itu semua Hadis Mutawwatir hukumnya diterima dan tidak perlu adanya penelitian keadaan perawinya.

Ibn Hiban dan Al-Hazimi berpendapat hadis Mutawatir itu tidak ada sama sekali, dengan alasan kenapa Ulama Ahli Hadis tidak membahasnya, karena para ulama Ahli Hadis hanya membahas seputar diterima dan ditolaknya Hadis dari segi sanad dan matan. Dan Hadis Mutawatir tidak perlu penilitian kepada semua perawi, karena Hadis Mutawatir mengandung ilmu yang jarus diyakini, pendapat Ibn Hiban dan Al-Hazimi tidak perlu ditarik kesimpulan tentang Hadis Mutawatir itu tidak ada, padahal Ulama Ahli Hadis memberikan contoh hadis “man kadzaba ‘alayya muta’amidan fal yatabawwa maq’adahu minnar” itu benar ada, sedangkan Ibn Sholah mengatakan Hadis Mutawatir itu sedikit dan jarang.

Akan tetapi Ibn Hajar pada Syarh An-Nukhbah menentang kedua pendapat diatas, tentang pendapat Ibn Hiban dan Al-Hazimi yang mengatakan tidak ada dan Ibn Sholah yang mengatakan sedikit. Hal itu timbul karena, sedikitnya penilitian tentang tingkatan-tingkatan yang banyak, keadaan perawi, dan sifat perawi yang menurut kebiasaan terhindar dari bersepakat untuk dusta. Kemudian Ibn Hajar juga mengatakan : “sungguh baik orang yang mengatakan Hadis Mutawatir itu ada dalam kategori Hadis, bahwasannya banyak kitab-kitab yang terkenal di kalangan Ahli Ilmu dari Barat dan Timur.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *