Mengenal Abdurrauf As-Singkili, Penulis Kitab Tafsir Pertama di Bumi Melayu

 Mengenal Abdurrauf As-Singkili, Penulis Kitab Tafsir Pertama di Bumi Melayu

Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini: Salah Satu Ulama Terkemuka Madzhab Asy’ariyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Abdurrauf As-Singkili bernama lengkap Abd al-Rouf bin Ali al-Jawi al-Fansuri As-Singkili, seorang Melayu dari Fansur, sebuah wilayah yang terletak di pantai barat atau Laut Aceh.

Tanggal kelahiran Abdurrauf As-Singkili tidak diketahui, tetapi jika dihitung kembalinya dari Timur Tengah ke Aceh, beliau dilahirkan sekitar 1024-1615. Sebagian besar ahli telah menyetujui tahun tersebut sebagai perkiraan tahun saat As-Singkili dilahirkan.

Belum ditemukan penjelasan yang dapat dipercaya tentang latar belakang keluarga As-Singkili. Ayah As-Singkili berasal dari Arab yang bernama Syekh Ali, yaitu seorang ulama yang terkenal dengan membangun dan memimpin Dayah Simpang Kanan di pedalaman Singkel.

Ibunya berasal dari Desa Fanzur, sebuah bandar yang ramai pada waktu itu. Sehingga Abd Al-Rouf sering disebut al-Singkel atau al-Fanzur.
Abdurrauf As-Singkili mendapatkan pendidikan awalnya di desa kelahirannya, yaitu Singkel. Terutama pendidikan langsung dari ayahnya.

Untuk memperluas keilmuannya, As-Singkili melanjutkan pendidikannya ke Samudera Pasai di Dayah Tinggi, berguru dengan Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani.

Selanjutnya ia melanjutkan perjalanannya ke Bandar Aceh, Ibu Kota Kesultanan Aceh untuk belajar dengan Hamzah al-Fansuri dan Syams al-Din al-Sumatrani.

Pada tahun 1642, As-Singkili belajar meninggalkan Aceh untuk ke luar negeri yaitu Arab dan negeri-negeri Arab lainnya. Ia telah menyelesaikan belajarnya di Arabia selama 19 tahun.

Dia mendapatkan ilmunya di sejumlah tempat, yaitu di daerah rute perjalanan haji dari Dhuha (Dhoha) di wilayah teluk Persia, Yaman, Jedah, dan akhirnya menuju Makkah dan Madinah (Haramayn).

Di wilayah Teluk Persia, As-Singkili berguru pada Abdul Qadir Maurir, tetapi tidak lama dia memutuskan pergi ke Yaman untuk mentransfer ilmu dari para ulama terutama keluarga Ja’man.

Guru As-Singkili yang paling penting dari Yaman yaitu Ibrahim bin Abd Allah bin Ja’man. As-Singkili menghabiskan waktunya dengan Ibrahim bin Abd Allah bin Ja’man dengan mempelajari ilm al-zhahir, seperti hadis, fikih dan yang berkaitan dengannya.

Kemudian ia melanjutkan mencari ilmuannya ke Jeddah, belajar pada Abdul Qadhir al-Barkhali. Lalu ia menuju ke Makkah berguru pada beberapa ulama, salah satunya Ali al-Thabary ahli fiqih terkemuka.

Keluarga Thabari tersebut mempunyai jaringan luas dengan para ulama di Yaman, terutama keluarga Ja’man yng menyarankan dia untuk belajar dengan Ali al-Thabari. Guru-guru lainnya juga menjalin kontak dan hubungan dengan beberapa ulama terkemuka di Makkah.

Persinggahan yang terakhir As-Singkili dalam mencari ilmunya adalah Madinah. Dia menerima ilmu bathiniah atau tasawuf dan ilmu-ilmu lainnya melalui seorang guru yang bernama Ahmad al-Qusyaisyi.

Setelah puas atas selesainya keilmuan ini, Ahmad al-Qusyaisyi menunjukkan sebagai Khalifah Syathariyah dan Qadhariyah. Hubungan As-Singkili dengan al-Qusyaisyi sangatlah baik.

Setelah Ahmad al-Qusyaisyi wafat (1660), Abdurrauf As-Singkili melanjutkan belajarnya melalui Ibrahim al-Kurani, ilmu yang didapatkannya adalah pengetahuan yang mendalami pemahaman intelektualnya dalam Islam.

Pada tahun 1661, As-Singkili kembali ke Bandar Aceh dan langsung diberi kepercayaan sebagai Qadhi malikul Adil atau Mufti yang bertanggung jawab atas administrasi negera.

Karya-karya intelektual As-Singkili tercatat sebanyak 22 buah dalam semua bidang ilmu, seperti fikih, tafsir, kalam dan tasawuf. Karya yang terkenal adalah dalam bidang tafsir yaitu Tarjuman al-Mustafid.

Kitab tafsir Tarjuman al-Mustafid merupakan kitab tafsir pertama di Indonesia yang ditulis secara lengkap 30 juz dengan berbahasa Melayu. Dalam sejarahnya telah tercatat bahwa selama tiga abad menjadi kitab yang sangat masyhur dan terbaik pada saat itu.

Tafsir Turjuman al-Mustafid telah dianggap sebagai terjemahan bahasa Melayu atas Tafsir Al-Baydhawi. Salah satu ilmuwan yang berpendapat seperti itu adalah Christian Snouck Hurgronje.

Sedangkan pendapat lain, menurut Peter Riddel kitab Turjuman al-Mustafid merupakan terjemahan dari Kitab Tafsir Jalalayn, meskipun ada yang berpendapat sebagai Tafsir Al-Baidlawi.

Karena Kitab Tafsir Baidlawi merupakan karya tafsir yang ekstensif dan rumit, sedangkan Turjuman al-Mustafid sama dengan Tafsir al-Jalalayn, dengan model singkat, jelas dan elementer.

Tujuan kitab Tarjumah Al-Musytafid untuk mudah dipahami oleh pembaca, karena menjadikan petunjuk yang praktis bagi kehidupan mereka.

Pemikiran As-Singkili atas tafsirnya sebagai sumber utama sangat jelas, karena dia mempunyai sanad yang menghubungkan dengan Jalal Al-Din Al-Syuyuthi, baik melalui Al-Qusyasyi ataupun Al-Kurani.
Keshalehan As-Singkili masyhur ke mana-mana, serta beliau merupakan ulama yang sangat dihormati karena bersikap terbuka dan tidak mudah menghukum orang berbuat dosa atau melanggar ajaran agama.

Maka As-Singkili dianggap sebagai orang yang pertama membawa agama Islam ke Aceh.

Menurut sejarah, wafatnya Abdurrauf As-Singkili pada tahun 1693 dan dikuburkan di deket kuala Sungai Aceh, sehingga setelah wafat dia dikenal dengan “Syeikh Kuala”, sekarang diabadikan sebagai nama universitas di Banda Aceh yaitu Universitas Syeikh Kuala.[]

Septiani Astuti

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *