Mengapa Orang Baru Belajar Agama Sudah Pandai Menghakimi?
HIDAYATUNA.COM – Jaman sekarang, semakin banyak orang yang belajar agama, tapi semakin banyak yang juga menghakimi. Fenomena ini tak terelakkan hingga memunculkan perhatian khalayak.
Dalam sebuah perjalanan menuju Jepara, seseorang bertanya kepada saya perihal baru belajar agama sudah berani menghakimi. Begini dialognya yang dapat diambil hikmahnya.
“Bun, jaman sekarang kok bisa ya, orang baru belajar agama sudah kemlithi (sok pintar). Sok-sokan. Ini salah, itu salah. Padahal dia itu temanku. Blas, gak bisa ngaji. Nakal pula.”
Saya hanya tersenyum, “Ya memang begitu, Kang, judulnya. Orang kalau baru tahu sedikit, kan, merasa sudah pol-polan.”
“Maksudnya gimana, Bun?” tanya dia.
Ibarat Anak TK yang Baru Bisa Membaca
“Njenengan tahu Lutfi anakku, kan? Waktu dia dulu pertama kali baru bisa mengeja huruf, apa-apa dibaca. Bacanya keras-keras pula sampai bikin rumah jadi bising. Ketemu tulisan ‘SATU’, langsung dieja: es – a – sa… te-u-tu… saaaatu.”
“Wah gagah sekali rasanya. Habis itu, bapaknya lagi sare (istirahat) dibangunin, dipaksa suruh baca tulisan itu. Tapi karena masih kriyip-kriyip dan pastinya malas ngeladenin putra kesayangannya, bukannya Lutfi paham, tapi malah teriak-teriak.”
Dia bilang kalau bapaknya gak bisa baca. Bapaknya tidak pinter kayak Lutfi karena serumah yang pergi sekolah cuma Lutfi doang. Nah lo, Ahahaha… Tapi begitu dia sudah masuk SD, bisa baca lancar, ya sudah diam. Gak pernah apa-apa dibaca sambil teriak-teriak kayak dulu lagi.”
“Hahaha. Iya Bun. Bener, ya. Lha kok persis, ya”.
“Yo memang begitu, Kang. Perjalanan manusia, kan, seperti itu.”
Sok Jagoan
Lalu Bapaknya anak-anak menambahkan,
“Contohnya lagi, Kang, kalau ada orang yang belajar bela diri, baru bisa satu dua jurus. Rasanya pingin nantangin orang sekampung. Sudah merasa paling jagoan, merasa menangan.”
“Akan berbeda dengan yang sudah beneran jadi master atau suhu. Diberantemin orang saja, malah akan minta maaf duluan. Merendahkan hati. Sangat menghindari kontak fisik. Padahal, cukup sekali libas, penantangnya bisa langsung kelar hidupnya.”
“Hahaha. Bener, bener, bener, Pak,” kata Kang Driver.
Itu pelajaran hidup kita bersama. Proses menjadi manusia seutuhnya memang butuh waktu dan tempaan.
Semoga adab senantiasa kita junjung tinggi sehingga menghakimi orang tidak terjadi pada diri kita. Kebiasaan mencaci maki dan menghakimi orang lain, pasti bukan karena kealiman kita, tapi karena kepicikan dan keawaman kita sendiri.