Mengapa Disiplin Ilmu Nahwu Jadi Perhatian Serius Ulama Nusantara?

 Mengapa Disiplin Ilmu Nahwu Jadi Perhatian Serius Ulama Nusantara?

Ilmu dan Wirid, Mana yang Lebih Utama? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Disiplin nahwu (tata bahasa Arab) merupakan salah satu bidang kajian yang mendapat perhatian luas kalangan ulama. Menurut Kamran As’at Iryady dalam penelitiannya menyebutkan hal itu dikarenakan bahasa Arab merupakan instrumen penting.

Instrumen tersebut berfungsi untuk memahami berbagai ilmu pengetahuan. “Tentu saja yang berbahasa Arab, atau untuk mengekspresikannya,” ungkapnya, Senin (3/5/2021).

Demikian diungkapkan Kamran dalam penelitiannya. Adapun penelitian itu berjudul “Naskah Fath Gafir Al-Khatiyyah ‘Ala Al-Kawakib Al-Jaliyyah fi Nazm Al-Ajurrumiyyah Karya Syaikh Nawawi Al-Bantani”.

Ia menyebutkan bahwa dari 900 kitab kuning yang beredar di lingkungan pesantren, hanya sekitar 20 persen saja yang bersubstansikan fikih. Sementara sisanya menyangkut disiplin ilmu-ilmu keagamaan yang lain.

“Dimana bahasa Arab (nahwu, sharaf, dan balaghah) sebanyak 17 %, tasawuf 18 %, hadis nabi 7 %, akhlak 6 %. Sejarah Islam (sirah, maulid, dan manaqib) 6 %, dan pedoman doa (wirid dan mujarabat) 5 %,” jelasnya.

Jika dilakukan peringkasan, maka hanya ada dua disiplin ilmu utama saja yang tampak berkembang. Yakni fikih dan tasawuf, plus disiplin ilmu bahasa Arab.

Sejajarnya disiplin ilmu bahasa Arab dengan disiplin ilmu fikih dan tasawuf mengandung arti bahwa diskursus intelektual yang berkembang di kalangan pesantren di Nusantara.

“Yakni mensyaratkan penguasaan bahasa Arab sebagai ilmu bantu untuk memahami teks-teks fikih, tasawuf, dan teks-teks keagamaan yang lain,” ujar Kamran.

Ia menyebutkan ada salah satu matn nahwu yang paling banyak diminati. Bahkan mendapat apresiasi luas di kalangan pesantren dan kalangan akademisi Arab, yakni al- Muqaddimah al-Âjurrumiyyah.

Kitab ini merupakan karya dari Ibnu Ajurrum atau Abu Abdullah Muhammad ibnu Muhammad ibnu Dawud as-Sinhaji (672-723 H).

“Karya ini telah dikembangkan dalam bentuk syarh, nazm, hasyiyyah, dan taqrirat,” ungkapnya.

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *