Meneladani Toleransi Rasulullah Saw

 Meneladani Toleransi Rasulullah Saw

Benarkah Berteman dengan Non-muslim Itu Dilarang? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Rasulullah sang uswatun hasanah, sosok teladan terbaik yang mencontohkan bagaimana bersikap toleransi. Alquran menuturkan bagaimana indahnya akhlak beliau, “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam: 4).

As Sa’di dalam menafsirkan ayat tersebut, menjelaskan dengan rinci bagaimana mulianya akhlak Rasulullah, “Beliau memiliki akhlak yang paling sempurna dan agung. Beliau selalu berada di puncak tertinggi pada masing-masing akhlak baik. Rasulullah adalah sosok lembut, mudah (bergaul) dan dekat dengan orang, mendatangi undangan orang. 

Beliau senantiasa memenuhi keperluan orang yang meminta sebagai pelipur lara, beliau bahkan selalu memberi dan tidak menolak dalam keadaan gagal (tidak membawa hasil). Apabila sahabat-sahabat beliau menginginkan sesuatu dari Rasulullah, beliau mengiyakan dan mengikuti mereka jika tidak ada halangan.  

Jika bertekad melakukan sesuatu, beliau tidak pernah memutuskan sendiri, namun berembuk dengan para sahabat. Rasulullah adalah sosok yang menerima kebaikan orang, memaafkan kesalahan orang dan selalu memperlakukan teman secara baik dan sempurna.  

Beliau tidak pernah bermuka masam, tidak pernah berkata kasar, tidak bersikap dingin, tidak pernah terselip lidah, tidak pernah dendam dengan perlakuan dingin orang, namun justru dibalas dengan kebaikan.”

Teladan bagi Semua Umat

Akhlak mulia Rasulullah bukan hanya ditujukan kepada para pengikutnya yang menganut agama Islam, tetapi beliau juga pribadi yang amat toleran kepada kaum dari penganut agama lain. Perangai beliau tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah radiallahu anhu berikut.  

Suatu ketika Thufail bin Umair beserta kaumnya datang kepada Rasulullah. Thufail berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus telah kafir dan menentang, maka doakanlah keburukan untuk mereka.” Orang-orang menyangka bahwa kabilah Daus telah binasa sebab akan didoakan azab. Namun ternyata Nabi malah berdoa, “Ya Allah berilah petunjuk kepada kabilah Daus dan datangkanlah mereka (kepadaku).” 

Al Kirmaniy berkata: “Mereka sebenarnya meminta agar Nabi mendoakan keburukan kepada kabilah Daus akan tetapi beliau malah mendoakan baik agar mereka mendapat petunjuk. Hal ini menunjukkan kesempurnaan akhlak Nabi yang agung serta sebagai bentuk rahmatan lil alamin.  

Tidak diragukan lagi bahwa bentuk rahmatan lil alamin itu tampak dari sikap Nabi yang lebih senang bila orang-orang masuk Islam. Maka beliau tidak terburu-buru mendoakan keburukan untuk mereka selama punya kemauan memenuhi seruan Islam.”

Menjunjung Nilai Kemanusiaan

Dalam riwayat lain dari Ghuthaif bin Abi Sufyan dalam kitab Tarikh Al Madinah, suatu waktu kaum Anshar datang kepada Nabi dengan kesal. Mereka mengatakan, “wahai Rasulullah, doakanlah keburukan kepada Bani Tsaqif.” Namun, Nabi justru berdoa, “Ya Allah berilah petunjuk kepada Bani Tsaqif.”  

Mereka kembali mengulangi permintaannya agar Nabi mendoakan keburukan, tetapi Nabi tetap mendoakan, “Ya Allah berilah petunjuk kepada Bani Tsaqif.” Maka tatkala mereka kembali, mereka menjumpai Bani Tsaqif telah beriman, bahkan kabilah itu terkenal dengan banyaknya orang-orang saleh, pemimpin dan ksatria.

Rasulullah lembut hatinya dan tidak terburu-buru atas keburukan orang lain dan selalu mendoakan kebaikan kepada manusia, baik kepada orang beriman maupun kepada yang belum beriman. Rasulullah diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beliau diutus untuk berdakwah agar manusia memperoleh hidayah.  

Rasulullah sangat toleran dan menghargai ragam perbedaan di antara manusia khususnya kepada sesama kaum muslimin. Beliau sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menghargai perbedaan suku, ras, warna kulit dan bahasa mereka. Sebuah hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah memandang hati dan amalan kalian.”

Dalam riwayat lain Rasululllah mempertegas dengan bersabda kepada Abu Dzar, “Perhatikanlah, sungguh engkau tak dinilai baik karena berkulit merah atau berkulit hitam, akan tetapi engkau memperoleh keutamaan karena ketakwaan kepada Allah.”5 

Maka dapat disimpulkan bahwa sikap toleransi Rasulullah tidak terbatas kepada siapa saja. Kepada sesama muslim beliau tidak membeda-bedakan satu sama lain dalam ukuran materi, fisik, dan rupa. Demikian pula kepada non muslim, beliau sangat menghargai sembari tetap sabar mendoakan agar diberi hidayah.

Selamat Hari Toleransi International!

 

Referensi: 

  1. Abdurrahman As Sa’di. 2002.  Taisir Al Karim Ar Rahman. Beirut: Muassasah Ar Risalah Cet. I. Hal. 879) 
  1. Badruddin Al Aini. Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari. Beirut: Dar Ihya At Turats. Tanpa tahun. Jilid 14 Hal. 208. 
  1. Ibnu Syabbah. Tarikh Al Madinah. Waqaf Sayyid Habib Mahmud Ahmad. tanpa tahun. Jilid 2. hal. 499 
  1. hahih Muslim no. 2564 
  1. Musnad Ahmad. No. 21407 

Budiman

Pengajar di SMP IT Wihdatul Ummah Takalar

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *