Menegur Khotib karena Doa dalam Khotbah

 Menegur Khotib karena Doa dalam Khotbah

Perbedaan Dakwah Bertahap dan Dakwah Merusak (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Satu Masjid di Kabupaten Malang, sudah lama mengundang saya untuk Khotbah Salat Idulfitri sejak sebelum ada wabah. Perjalanan dari Surabaya ke Malang juga sudah saya lengkapi dengan aturan, surat tugas dan surat keterangan sehat hasil Swab Antigen sehingga dipersilakan jalan terus saat ada penyetopan dari Exit Tol.

Saat Khotbah kedua dan hampir selesai tiba-tiba ada teriakan dari jemaah berupa kalimat “Allahumma ighfir”, kira-kira sebanyak 2x. Saya paham maksudnya, yaitu agar saya membaca doa Allahumma ighfir Lil mukminin wal mukminat (doa meminta ampunan untuk orang-orang mukmin). Saya tidak mau ribut di saat hari raya, saya pun baca doa ini hingga selesai.

Bagi saya cara tersebut sedikit risih, seolah menegur Khotib yang tidak membaca doa ini. Perlu diketahui bahwa doa dalam Khotbah tidak harus Allahumma ighfir. Seperti dijelaskan dalam kitab Fikih Syafi’iyah yang standar:

ﻭﺧﺎﻣﺴﻬﺎ: ﺩﻋﺎء ﺃﺧﺮﻭﻱ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ … ﻭﻟﻮ ﺑﻘﻮﻟﻪ: ﺭﺣﻤﻜﻢ اﻟﻠﻪ

“Kewajiban Khotbah adalah doa bersifat kepentingan akhirat untuk orang mukmin. Walaupun sekadar doa, semoga Allah memberi Rahmat kepada kalian” (Fathul Mu’in, 1/201)

Jadi, ucapan Khotib “Jemaah Salat Idulfitri Rahimakumullah” sebenarnya sudah cukup memenuhi kewajiban doa dalam Khotbah. Andaikan doa ampunan adalah wajib, maka sebenarnya sudah saya baca pada pembukaan doa:

ﻻ ﺗﺪﻉ لنا ﺫﻧﺒﺎ ﺇﻻ ﻏﻔﺮﺗﻪ

“Janganlah Engkau tinggalkan dosa untuk kami kecuali Engkau ampuni.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *