Menanamkan Nilai-nilai Demokrasi Melalui Parenting Qur’ani

 Menanamkan Nilai-nilai Demokrasi Melalui Parenting Qur’ani

Ustadz Abdul Somad Kagum Cara Mendidik Anak Ala Mbah Moen (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diyakini umat Islam sebagai pedoman hidup di muka bumi ini. Setiap ayat-ayatnya selalu ada nilai-nilai pendidikan yang ada didalamnya.

Oleh karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk merenungi dan mengambil pelajaran tersebut.

Pada satu sisi bentuk-bentuk pelajaran yang ada di dalam Al-Qur’an adakalanya secara tersurat, sehingga tidak begitu sulit untuk mendapatkan nilai-nilai pendidikan tersebut.

Namun disisi yang lain, adakalanya pesan-pesan tersebut hanya bisa di dapat dari hasil perenungan dan pengkajian yang mendalam untuk menemukan sebuah makna atau pesan-pesan yang terkandung didalamnya.

Salah satu nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil ialah terkait dengan ilmu parenting. Yaitu ilmu tentang bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Di sini lah Al-Qur’an memiliki peran penting dalam mendidik para calon atau seseorang yang telah menjadi orang tua.

Satu hal yang dapat diterapkan oleh parent dalam mendidik anak ialah menanamkan nilai-nilai atau sikap demokrasi.

Al-Qur’an sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut di beberapa ayat. Salah satunya dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim dan seorang putranya yang bernama Nabi Ismail.

Kisah keduanya dapat kita ketahui dari Q.S. Ash-Shaffat/37: 102-107.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”

Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”(102)

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103) Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, (104)

Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105)

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)

Kisah di atas menceritakan suatu peristiwa tentang perintah Allah swt pada salah satu kekasi-Nya yaitu Nabi Ibrahim (bapak) untuk menyembelih Nabi Ismail yang tak lain anaknya sendiri.

Secara psikologis, tentu seorang ayah yang juga sebagai seorang manusia biasa, tentu tidak akan pernah ingin ‘membunuh’ seseorang.

Apalagi yang akan ‘dibunuh’ anak kandungnya sendiri. Namun karena itu perintah dari Yang Maha Kuasa, tentu perintah tersebut harus dilakukan. Meskipun terasa sangat berat baginya.

Terlepas dari hal di atas, dari penggalan ayat di atas, tampak Nabi Ibrahim tidak langsung menyembelih Nabi Ismail.

Sebelum melaksanakan perintah Allah swt terlebih dahulu ia menanyakan pendapat pada sang anak, Nabi Ismail perihal perintah itu.

Baru kemudian Nabi Ibrahim melaksanakan apa yang telah diperintahkan.

Poin pentingnya disini terkait dengan ilmu parenting ialah adanya dialog antara keduanya. Menurut Sahiron Samsudin, guru besar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, kisah di atas kiranya telah jelas, bahwasanya dalam hal urusan teologis saja Allah mengajarkan adanya dialog yang terbangun.

Apalagi dalam urusan-urusan yang lain. Kita tahu bahwa dialog menjadi unsur terpenting dalam menanamkan sikap demokratis.

Peristiwa tersebut tentu bukan karena asal-asalan. Dialog yang dilakukan antara bapak dan anak disitu menjadi pelajaran bagi kita semua.

Allah-lah yang memberitakan semua itu melalui Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, bahwa dalam mendidik anak seyogyanya bersikap demokratis.

Tentu hal ini berlaku sebaliknya, dalam mendidik anak tidak boleh otoriter. Jika menggunakan pendidikan ini dalam mendidik anak, justru terkadang seorang anak akan berontak. Tidak akan mau menuruti apa yang diperintahkan orangtua.

Oleh karena itu, dengan menggunakan sika yang demokratis yang terjadi sebaliknya. Anak akan nurut dengan orangtuanya.

Dari sikap tersebut, seorang anak akan menjadi percaya diri karena merasa dihargai oleh orang lain. Dalam hal ini orangtuanya. []

Thoriqul Aziz

Thoriqul Aziz merupakan peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com, artikel tersebut adalah tulisan yang lolos ke tahap penjurian sebelum penetapan pemenang.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *