Menag Tegaskan Perbedaan itu Sebuah Keniscayaan

 Menag Tegaskan Perbedaan itu Sebuah Keniscayaan

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Menteri Agama (Menag) Jendral Purnawirawan, Fachrul Razi, saat berada di Mabes AD Dinas Pembinaan Mental, Jalan Kesatrian VI, Matraman, Jakarta Timur, mengungkapkan bahwa ada empat unsur dalam konteks radikalisme, baik mulai dari sikap intoleran hingga suka mengkafirkan orang lain.

“Jadi ada empat unsur radikalisme, yaitu, pertama, intoleran dengan orang lain yang berbeda, mengingkari fakta sosiologis kebinekaan. Kedua, adanya konsep takfiri, yang mengkafir-kafirkan atau menyalahkan pihak lain di luar kelompoknya,” ungkapnya, Rabu (20/11/2019), di Jakarta Timur.

“Ketiga, memaksakan kehendak dengan berbagai dalil, termasuk dalil agama yang disalahtafsirkan, dan keempat, cara-cara kekeraaan, baik verbalistik maupun fisik,” imbuhnya.

Selain itu, ia sangat sepakat dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai definisi radikalisme. Radikalisme, katanya, diartikan sebuah pandangan yang mendambakan perubahan secara total dan revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis melalui aksi-aksi teror dan kekerasan.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan kriteria-kriteria seseorang atau organisasi yang bisa dikatakan radikal. Katanya, terdapat tiga hal yang dapat menjadi kriteria hal tersebut.

“Pertama, mereka merasa paling benar. Intoleran. Tidak bisa menerima orang lain yang berbeda identitas dan pendapat. Padahal, Allah SWT menegaskan bahwa ciptaannya dibuat dalam kondisi keberagamaan. Mohon maaf, kalau dalam ajaran agama Islam, kitab suci al-Quran, surat al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman: Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal,” jelasnya.

Keberagaman, kebinekaan dan perbebaan pandangan, lanjutnya, adalah suatu keniscayaan. Bahkan di sisi lain, mantan Jendral Purnawirawan itu menyebut bahwa kebenaran yang hakiki hanya berada di tangan Tuhan semata.

“Kedua, mereka memaksakan kehendaknya dengan berbagai cara, menghalalkan cara apa pun, bahkan memanipulasi agama untuk mencapai keinginan duniawinya. Mereka yang radikal ini tak segan-segan menjustifikasi perilaku kriminalnya, melukai, atau membunuh orang misalnya dengan penafsiran sekehendaknya dengan ayat suci,” paparnya.

Hadirnya agama, menurut mantan Jendral Purnawirawan itu, adalah menjadikan manusia akan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menjaga kehidupan yang aman dan damai, bukan sebaliknya. Kemudian ia menyebutkan kriteria seseorang atau organisasi disebut radikal jika melakukan kekerasan verbal atau fisik untuk mencapai tujuannya.

“Ketiga, mereka yang radikal juga menggunakan cara-cara kekerasan, baik verbal maupun tindakan, dalam mewujudkan apa yang diinginkannya. Mereka tak segan melakukan ujaran kebencian atau menyampaikan berita bohong. Sebagian dari mereka juga melakukan tindakan-tindakan kekerasan fisik, mempersekusi kelompok lain, atau meledakkan diri di kerumunan orang banyak,” tukasnya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *