Memilih Pemimpin Itu Perkara yang Furu’ Bukan Ushul

Memilih Pemimpin Itu Perkara yang Furu’ Bukan Ushul (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Secara umum para ulama ahli sunnah mengatakan bahwa masalah mengangakat imam atau pemimpin adalah masalah fikih atau furu’.
Kkarena itu Al-Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa hal itu bukan dari perkara yg muhimmat (penting) yg mana hal itu adalah isyarat bahwa hal ini bukan masalah ushuliyah aqoidiyah.
Dengan arti bahwa salah atau benar masalah ini tidak menjadikan akidah Anda atau keislaman Anda itu bermasalah.
Bahkan beliau juga mengatakan bahwa perasalahan pemimpin itu memantik fanatisme dan orang yang tidak ikut campur masalah ini lebih selamat daripada yang ikut campur dalam masalah ini walaupun dia benar apalagi jika salah.
Walaupun persoalan mengenai mengangkat pemimpin ini masuk dalam ranah fikih, akan tetapi masih dimasukkan dalam kitab akidah.
Karena ada kelompok selain ahli sunnah yg menjadikan masalah pemimpin ini sebagai akidah yaitu Syi’ah Imammiyah yg terkenal dengan masalah Imam Maksum mereka (namanya saja Imammiyah).
Sebab itulah masih tetap dibahas dalam kitab akidah dari aspek yang sesuai dengan Fan Aqidah-nya seperti dalil wujub-nya apakah ‘aqli atau naqli, kebenaran keimamahan Sayyidina Abu Bakar dan masalah-masalah yang lain.
Hal semacam ini mesti diketahui oleh orang-orang muslim yg selalu ketika Pemilu (Pemilihan Umum) datang pasti menjadikan perbedaan calon seperti perbedaan agama.
Sekiranya jika anda memilih fulan maka anda ridho dengan kekufuran dan kefasikan maka ridho dengan kekufuran adalah kufur dan ridho dengan kefasikan adalah fasiq atau hal-hal lain yang semacam dengan hal ini.
Saya rasa hal ini sudah melampaui derajat masalah memilih pemimpin itu sendiri yang masuk ranah furu’ bukan ushul.
Dengan arti jika masalah itu furu’ kemudian orang itu berijtihad maka salah pun masih mendapat satu pahala dan tidak sampai fasiq apalagi sampai keluar dari agama.
Saya pribadi sudah sangat risih dan bingung melihat fenomena di negara kita yaitu masalah membawa politik dalam ranah ushuluddin.
Hal tersebut tentunya akan mempunyai implikasi sangat besar dalam kehidupan sosial dan beragama dalam masyarakat karena akan menjadikan yang benar hanya satu dan yang salah bisa mubtadi’ atau keluar dari Islam.
Maka hendaklah kita bijak dalam beragama dan berpolitik dengan arti jangan jadikan politik ini sebagai ushuluddin.
Kemudian hormati semua pilihan politik orang lain walaupun itu berbeda dengan Anda atau mayoritas kelompok Anda.
Karena ini -sekali lagi saya tekankan- adalah masalah furu’ agama.
Saya secara pribadi akan mengikuti apa yg dinasehatkan oleh guru saya Habib Dr. Abdurrahman Abudllah Assegaf bahwa,
“Jangan mendukung salah satu paslon secara publik karena siapapun yang menang maka itu akan menjadi objek dakwah anda sebagai seorang pendakwah dan inilah manhaj guru-guru saya.”
Dulu sebelum saya terjun di masyarakat, saya tidak mengetahui nilai nasehat ini.
Akan tetapi setelah saya terjun berdakwah dari desa ke desa, kampus ke kampus dan kota ke kota lain bahwa mendukung salah satu paslon akan menjadikan beberapa pintu dakwa tertutup.
Mari dewasa dalam berpolitik dan semoga negara tercinta kita Republik Indonesia semakin maju siapapun presidennya.
Wallahu a’lam. []