Membumikan Napas Islam Tradisional

 Membumikan Napas Islam Tradisional

Ulama (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sikap apa yang pas untuk menarasikan sebuah arti perjuangan dalam persepektif Islam tradisional dalam hal ini Nahdatul Ulama (NU)? Berbicara tentang perjuangan pasti tidak akan luput dari yang namanya sejarah.

Kokohnya NU dari mulai zaman pra kemerdekaan sampai detik ini tidak terlepas dari peran krusial dua sosok adiluhung. Tokoh itu yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Hasyim Asy’ari yang memberikan suri tauladan bagi umat, baik moral maupun spiritual.

Apa yang harus digemakan diusia NU yang ke-98 ini? Saya mencatat setidaknya ada dua benang merah yang saling berkelindan, yakni simbolisasi perjuangan dan kemasalahatan antar umat beragama.

Ritus perjuangan tentu konteksnya berbeda disituasi sekarang. Kita tak lagi dihadapkan sama perang fisik, tidak perlu mengacung-acungkan senjata apalagi bertikai satu sama lain.

Memang, tidak dapat dipungkiri hingga saat ini, persoalan toleransi beragama tetap menjadi hal yang paling krusial, tak ubahnya telur diujung tanduk. Sangat intim sekali.

Mengingat persoalan toleransi, dahulu sebelum negara ini mengikrarkan dan mendapat pengakuan merdeka. Para pejuang bersatu, berdiskusi tentang negeri ini, berjuang, lalu lahirlah negara yang bernama Indonesia dengan beribu macam tradisi dan budaya.

***

Lalu, hal apa yang sekiranya bisa diambil faedahnya? Sederhana saja menyikapi kenapa perjuangan itu begitu luar biasa.

Tentu, perbedaan pendapat, gender, agama, tradisi dan budaya juga sangat masif pada masa pra merdeka. Akan tetapi, hal tersebut yang sebenarnya membuat kuat. Salah satunya yang sangat berjasa sekali adalah pejuang-pejuang Islam, khususnya dari kalangan Nahdatul Ulama dengan ahlu sunnah waljamaah-nya.

Semua berkumpul dalam satu naungan, tidak ada yang mendominasi ataupun merasa dinominasi. Semua sama, duduk sama rata berdiri tanpa raja.

Dari sana saya belajar, betapa adiluhungnya pejuang kemerdekaan dahulu dengan latar perbedaan yang sangat banyak. Akan tetapi mampu bersatu memimpikan merdeka yang kemudian jadi nyata.

Saya pikir kuncinya sederhana, yakni toleransi dan perjuangan yang tiada henti dibarengi dengan doa kepada yang Maha Esa harus terus digemakan (Allah SWT).

Refleksi Untuk Melanjutkan Perjuangan Pahlawan Kemerdekaan

Regenerasi tentu sangat perlu, sebab ada satu ungkapan bahwa, pemuda hari ini adalah pemimpin dimasa yang akan datang. Dengan hal itu NU yang merupakan organisasi masyarakat terbesar mempunyi beban tradisi. Terutama di persoalan peremajaan.

Jika melihat keadaan sekarang, sangat ironis sekali tatkala budaya westernisasi dan modernisme mulai masuk dan berkembang pesat disetiap pelosok-pelosok desa. Nahdatul Ulama yang menganut Islam tradisional sudah mafhum akan hal itu.

Kiai Dardiri Zubairi dalam buku Wajah Islam Madura menyebutkan, setidaknya ada tiga hal kenapa Islam di Madura masih sangat kental. Pertama karena masih dipakainya pola pembelajaran tradisional, yaitu masih lestarinya pembelajaran di surau-surau/langgar.

Kedua karena masih masifnya pembelajaran di madrasah, dan yang terakhir masih eksisnya pondok pesantren hingga saat ini. Dari tiga pilar pokok tersebut, kiranya pemuda-pemuda NU sudah sangat akrab dengan hal itu.

Namun ada satu ungkapan yang berbunyi, pantang bagi orang Madura tidak tahu ngaji. Ungkapan tersebut memang fakta adanya, sukar sekali memang menemukan anak Madura yang tidak tahu ngaji.

***

Kiai Dardiri juga menarasikan bahwa, berbicara Madura berarti bicara Islam. Memisahkan Islam dari Madura ibarat memisah asin dari air laut. Dari hal itu, pemuda NU harus menjadi suri tauladan bagi kemasalatan umat untuk dicontoh.

Pengaplikasian yang cocok secara ontologis saya pikir datang dari Ki Hajar Dawantara dengan filosofisnya yang sangat terkenal. Ing ngarso sung tolodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

Pemuda Nahdatul Ulama harus menjadi teladan di garis depan, memberikan ide jika berada di tengah, dan memberikan dorongan jika ada di belakang.

Tantangan zaman yang semakin sukar menjadikan pemuda-pemuda juga harus bertransformasi dengan keadaan. Dalam hal ini apakah sumber daya manusia kita selaku NUl kalah saing?

Gus Baha pernah bilang, kita selaku orang Islam (NU) harus melek dengan ilmu pengetahuan. Satu yang dipesankan beliau, yakni harus melek terhadap dunia literasi, banyak membaca buku karena dengan begitu pikiran tidak akan mudah dijajah, apalagi dibodohi.

Memelihara Tradisi Islam di Nusantara

Ir. Soekarno pernah berpesan supaya jangan menjadi penganut Islam yang sontoloyo. Selaku umat Islam, hendaknya kita memaksimalkan waktu yang ada selagi diberi nikmat untuk hidup oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, mari menjadikan diri kita sebagai aktor terbaik dalam kehidupan. Sebab hidup terlalu singkat jika hanya dibuat mainan.

Untuk memelihara rasa perjuangan, tradisi-tradisi Islam juga jangan sampai dihilangkan. Berapa banyak negara-negara di Timur Tengah sana yang sampai detik ini masih berkonflik, persengketaan belum usai. Padahal, negara-negara yang berkonflik notabene Islam.

Apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi? Prof Agus Sunyoto berpendapat mengapa sebagian kecil negara-negara di Timur Tengah sana ada yang masih genjatan senjata sampai sekarang. Beliau megutarakan bahwa salah satunya tidak eratnya memegang tradisi kebudayaan.

Dahulu, ada bangsa yang sangat jaya, namanya bangsa Kurdi, tapi sekarang hanya tersisa suku-suku kecil. Selain itu, jika menelisik ke Eropa khususnya Spanyol.

Di sana, Islam pernah berjaya sebelum akhirnya dikudeta, dan habislah pemeluk Islam. Sekarang hanya tinggal bangunannya saja. Dua hal tersebut merupakan bukti mikro bahwa ritus tradisi menjadi bisa menjadi jangkar supaya tidak terdegradasi dan bernasib ironis.

Akhirnya, NU yang bernapaskan Islam tradisional harus terus menjalankan dan mempertahankan tradisi-tradisi (slametan, kambrat) yang  sudah menjadi budaya. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui organisasi-organisasi di bawah naungan NU.

Adapun organisasi-organisasi tersebut di antaranya Muslimat NU, GP Ansor NU, IPPNU, Fatayat NU, IPNU, LESBUMI. Begitu juga dengan organisasi-organisasi yang lain yang mendukung terciptanya kemasalahatan umat bersama.

Fahrus Refendi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *