Membincang Perihal Tarek
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Apakah saudara pernah mendengar tentang Tarek? Membincang soal tarek, maka kita perlu memahami dulu bahwa tarek adalah meninggalkan suatu perbuatan (bukan dalil keharaman).
Hari ini pembahasan dan membincang Daurah Kitab Ruhul Ushul sampai kepada pembahasan yang sangat penting sekali yaitu masalah at-Tarek al-Muthlaq الترك المطلق .
Yang mana maksudnya adalah “Jika Nabi meninggalkan sebuah perkara tanpa ada indikasi lain yang mengiringi Tarek tersebut apakah Tarek pada saat itu cukup untuk dijadikan dalil untuk sebuah hukum?”
Syeh Saeed Fodah dalam kitab Ruhul Ushul mengatakan bahwa مجرد الترك أو الترك المطلق tidak bisa dijadikan dalil untuk sebuah hukum karena Tarek adalah lazim dari sesuatu.
Dan yang namanya lazim biasanya lebih umum daripada Malzumnya yg mana dari sini kita mengetahui bahwa Tarek adalah kemungkinan lazim dari beberapa perkara:
1. Tarek adalah lazim dari Haram dengan arti bahwa jika perkara itu Haram pasti Nabi Meninggalkannya.
2.Tarek adalah Lazim dari Makruh dengan arti Bahwa Jika perkara ini Makruh pasti boleh ditinggalakan
3.Tarek adalah Lazim dari Mubah dengan arti bahwa jika perkara ini Mubah pasti boleh ditinggalkan
4.Tarek adalah Lazim dari Sunnah dengan arti bahwa jika perkara tersebut Sunnah maka bisa ditinggalkan
Jadi jika Nabi meninggalkan sebuah perkara maka hukum perkara itu adalah “BUKAN WAJIB” yang mana haram, makruh, mubah, dan sunnah termasuk dalam kategori tersebut.
Dan Ashodiq “Bukan wajib” yg mana hal ini didalam ilmu Mantiq dikenal dengan istilah al-Jaiz bil Ma’nal A’am maka kita memerlukan dalil yg lain diatas tarek untuk menentukan salah satu dari hukum tersebut secara specifik.
Contohnya adalah “Maulid” maka jika dikatakan bahwa Nabi tidak melakukan Maulid maka hukum Maulid adalah bukan perkara yang wajib.
Hal tersebut tidak mesti haram karena mgkin saja maulid itu sunnah, mubah atau makruh kalau ingin menentukan hukum maulid secara spesifik maka perlu dalil lain diatas Tarek Mutlaq.
Dari sini kita tau bagaima kecelaruan Ushul Fiqh Wahabiyah Mujassimah yg mengatakan bahwa ketika Nabi meninggalkan sesuatu maka pasti perkara tersebut adalah haram.
Karena mereka mengatakan bahwa hubungan antara tarek dan haram ini adalah Tasawi padahal secara mantiq hubungan antara lazim dan malzum itu lebih dominan ke umum dan khusus.
Memang ini adalah satu masalah akan tetapi karena masalah ini termasuk Masail Ushul dalam ilmu fiqh.
Maka efeknya akan melebar kebanyak bahkan keribuan perkara dan sebab itulah anda akan sering menemukan Wahabi bertanya atau membincang kepada anda dalam banyak perkara yg sifatnya amal, seperti:
“Apa dalilnya Nabi pernah melakukannya?!!”
Karena keyakinan mereka bahwa hubungan antara haram dan meninggalan itu adalah at-Tasawi.
Dari sini kita mengetahui pentinnya belajar ilmu Ushul Fiqh karena kesalahan dalam ilmu ushul fiqh menjadikan fiqh anda bermasalah dan dalam beberapa kasus bisa mengeluarkan anda dari mazhab ahli sunnah.
Karena pilar ahli sunnah bukan hanya aqidah akan tetapi fiqh dan tasawwuf pun juga pilar mazhab ahli sunnah.
Wallahu a’lam. []