Membincang Pemaknaan Sufi
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Catatan ini adalah tulisan dari Kiai Yendri Junaidi yang membincang tentang apa itu sufi dan refleksi mengenainya. Judul asli dalam tulisan beliau di Facebook adalah SUFI, Suci QalbU, Fikiran dan Indra.
Sebagian orang menjadikan label ‘sufi’ sebagai ejekan dan penghinaan. Itu karena sufi yang mereka kenal adalah sufi-sufi yang menyimpang.
Orang-orang yang sesungguhnya tidak pantas dijuluki sebagai ‘sufi’.
Andaikan mereka mengenal sufi yang sesungguhnya mereka akan tahu bahwa label sufi itu sesungguhnya adalah penghormatan.
Tidak banyak orang yang berhak menyandang label itu.
Sufi itu suci dan bersih. Suci hati, suci pikiran dan suci panca indera.
Seorang sufi senantiasa memaafkan, tidak pendendam, selalu berprasangka baik dan melihat orang lain lebih baik dari dirinya.
Syaikhul Akbar Ibnu Arabi rahimahullah bercerita. Gurunya yang paling senior bernama Abu Ishaq bin Tharif. Ia bertemu dengannya di Jazirah Khadra` pada tahun 589 H.
Gurunya berkata:
يا أخي ، والله ما أرى الناس فى حقي إلا أولياء عن آخرهم ممن يعرفني، قلت له : كيف تقول يا أبا إسحاق؟ فقال : إن الناس إذا رأوني أو سمعوا بي إما أن يقولوا فى حقي خيرا أو يقولوا ضد ذلك ، فمن قال فى حقي خيرا وأثنى علي فما وصفني إلا بصفته ، فلولا ما هو أهل ومحل لتلك الصفة ما وصفني بها ، فهذا عندي من أولياء الله تعالى ، ومن قال في شرا فهو عندي ولي أطلعه الله على حالي فإنه صاحب فراسة وكشف ، ناظر بنور الله ، فهو عندي ولي .
Artinya:
“Saudaraku, demi Allah, aku melihat semua orang yang membicarakan tentang diriku dan mereka mengenalku adalah para wali.”
Aku (Ibnu Arabi) bertanya, “Apa maksudmu, Abu Ishaq?”
“Orang-orang yang melihat diriku atau mendengar tentangku terbagi dua; ada yang membicarakan tentangku hal-hal yang baik, atau sebaliknya.
Orang yang berkomentar tentang diriku hal yang baik-baik dan memujiku, sesungguhnya hal itu karena ia memang orang yang baik.
Sifat yang ia lekatkan pada diriku itu sesungguhnya adalah sifat yang melekat pada dirinya.
Kalau ia tidak memiliki sifat itu tentu ia tidak akan mensifatiku dengan sifat-sifat baik itu. Orang ini dalam pandanganku adalah wali Allah.
Adapun orang yang berkomentar tentang diriku hal-hal yang buruk maka ia pun dalam pandanganku juga seorang wali, karena Allah telah memperlihatkan padanya sifatku yang sesungguhnya.
Ia adalah orang yang memiliki firasat dan kasyf. Ia meihat dengan cahaya Allah. Karena itu dalam pandanganku ia adalah seorang wali.”
Imam Syafii pernah mendendangkan sebait syair :
من نال مني أو عَلِقْتُ بذمته أبرأته لله شاكر نعمته
كي لا أُرَى ممن يعوق موحدا أو من يسوء محمدا فى أمته
Artinya:
“Siapapun yang menyakitiku atau punya ‘hutang’ terhadapku
Aku bebaskan semua itu karena Allah, bersyukur atas nikmat-Nya
Agar aku tak menjadi penghalang kebaikan bagi ahli tauhid
Atau menyakiti perasaan Nabi Muhammad terhadap umatnya
Apa yang dikejar oleh seorang sufi, dan –tentunya- juga oleh setiap mukmin? Qalbun salim ; hati yang bersih. Bersih dari apa?”
القلب السليم ما اجتمعت فيه أوصاف أربعة
“Qalbun Salim itu kalau sudah terhimpun empat sifat.”
ما سلم من شبهة تعارض خبر الله
1. Bersih dari syubhat yang bertentangan dengan apa yang datang dari Allah
ما سلم من شهوة تعارض أمر الله
2. Bersih dari syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah
ما سلم من إرادة تعارض مراد الله
3. Bersih dari kehendak yang bertentangan dengan kehendak Allah
ما سلم من قاطع يقطع عن الله
4. Bersih dari apapun yang menghalangi dari Allah
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah meninggal karena diracun. Ia tahu yang meracuninya adalah pembantunya sendiri.
Setelah diracun dan sambil menahan sakit, ia memanggil pembantunya itu.
Ia bertanya, “Kenapa engkau kau lakukan ini?”
Dengan jujur, pembantunya menjawab, “Mereka memberiku uang seribu dinar dan mereka berjanji akan memerdekakanku.”
Umar berkata, “Berikan padaku uang seribu dinar itu.”
Kemudian Umar memerintahkan agar uang itu diserahkan ke baitul mal.
Lalu ia berkata pada pembantunya itu, “Pergilah jauh-jauh dari sini sampai engkau tidak bisa ditemukan.”
Umar tahu bahwa orang-orang yang berada di balik semua itu dan menyogok sang pembantu untuk meracuni dirinya pasti akan membunuhnya untuk menghilangkan jejak. Karena itu ia menyuruhnya untuk pergi jauh.
Subhanallah… Di detik-detik terakhir hidupnya, Umar bin Abdul Aziz tetap memikirkan kemaslahatan rakyatnya sehingga uang sogok 1000 dinar itu ia perintahkan untuk diserahkan ke baitul mal.
Dan tak sedikitpun rasa dendam dalam dirinya terhadap pembantu yang telah meracuninya. Ia bahkan menyuruhnya pergi jauh agar ia tidak dibunuh oleh mereka yang telah menyogoknya.
Itulah qalbun salim.
اللهم اجعل قلوبنا قلوبا سليمة وآت نفوسنا تقواها وزكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها، آمين
[]